TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Rabu, 28 April 2010

PERTANYAAN

Nama: Humaerak
Nim :07120010

Pertanyaan:

1.Sejauh mana peraturan perundang-undangan di Indonesia memberikan jaminan terhadap hak atas perlakukan yang sama di hadapan hukum (equality before the law)? Jelaskan disertai dasar hukum!
Alinea Pertama Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945, menyebutkan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan”. Secara khusus tidak ada penjelasan, apa sebetulnya makna kemerdekaan yang dimaksud, dan bagaimanapula kaitannya dengan keadilan sosial yang menjadi tujuan kita bernegara. Namun, tidak salah jika kita menafsirkan kemerdekaan dalam arti yang luas, bahwa bukan saja kemerdekaan dari belenggu penjajahan fisik tetapi justru kemerdekaan dari segala bentuk penindasan politik, hukum, ekonomi, dan budaya.
Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, menyatakan pula bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Prinsip negara hukum menuntut antara lain adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Atas dasar itu, maka prinsipnya ditentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, sesuai bunyi Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945 Amandemen kedua. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.
Melihat isi konstitusi di atas, maka antara bantuan hukum dan negara mempunyai hubungan yang erat, apabila bantuan hukum dipahami sebagai hak maka dipihak lain negara mempunyai kewajiban untuk pemenuhan hak tersebut. Seperti yang disebutkan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, bahwa “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara”. Artinya, negara jelas mengakui hak ekonomi, hukum, sosial, budaya, sipil dan politik dari fakir miskin. Dalam kaitannya dengan bantuan hukum cuma-cuma untuk rakyat miskin/fakir, maka tugas konstitusional negara ialah dengan membiayai gerakan bantuan hukum (alokasi anggaran) sebagai wujud dari tanggung jawab negara untuk melindungi nasib fakir miskin guna mengakses keadilan.
Budaya demokrasi Pancasila, merupakan paham demokrasi yang berpedoman pada asas kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan Indonesia, dan yang bersama-sama menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Budaya demokrasi Pancasila mengakui adanya sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
Rumusan sila kelima Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan dasar politik negara yang di dalamnya terkandung unsur keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh sebab itu, dalam perilaku budaya demokrasi yang perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari dapat adalah hal-hal sebagai berikut :1. Menjunjung tinggi persamaan, Budaya demokrasi Pancasila, mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki persamaan harkat dan derajat dari sumber yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita mampu berbuat dan bertindak untuk menghargai orang lain sebagai wujud kesadaran diri mau menerima keberagaman di dalam masyarakat. Menjunjung tinggi persamaan, terkandung makna bahwa kita mau berbagi dan terbuka menerima perbedaan pendapat, kritik dan saran dari orang lain. 2. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, Setiap manusia diberikan fitrah hak asasi dari Tuhan YME berupa hak hidup, hak kebebasan dan hak untuk memiliki sesuatu. Penerapan hak-hak tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak tanpa batas. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada batas-batas yang harus dihormati bersama berupa hak-hak yang dimiliki orang lain sebagai batasan norma yang berlaku dan dipatuhi. Untuk itu, dalam upaya mewujudkan tatanan kehidupan sehari-hari yang bertanggung jawab terhadap Tuhan, diri sendiri, dan orang lain,  perlu diwujudkan perilaku yang mampu menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dengan sebaik-baiknya. 3. Membudayakan sikap bijak dan adil, Salah satu perbuatan mulia yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain adalah mampu bersikap bijak dan adil. Bijak dan adil dalam makna yang sederhana adalah perbuatan yang benar-benar dilakukan penuh dengan perhitungan, mawas diri, mau memahami apa yang dilakukan orang lain dan proporsional (tidak berat sebelah). Perlu bagi kita di dalam masyarakat untuk senantiasa mengembangkan budaya bijak dan adil dalam kerangka untuk mewujudkan kehidupan yang saling menghormati harkat dan martabat orang lain, tidak diskrimanatif, terbuka dan menjaga persatuan dan keutuhan lingkungan masyarakat sekitar.
Equality before the law berasal dari pengakuan terhadap individual freedom bertalian dengan hal tersebut Thomas Jefferson menyatakan bahwa "that all men are created equal" terutama dalam kaitannya dengan hak-hak dasar manusia. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Artinya, semua orang diperlakukan sama di depan hukum. Dengan demikian konsep Equality before the Law telah diintodusir dalam konstitusi, suatu pengakuan tertinggi dalam sistem peraturan perundang-undangan di tanah air.
Ironisnya dalam prakteknya hukum di Indonesia masih diskriminatif, equality before the law tidak diterapkan secara equal bahkan seringkali diabaikan, kepentingan kelompok tertentu lebih mengedepan dibandingkan kepentingan publik.
Pengingkaran terhadap konsep ini kian marak terjadi, sebagai ilustrasi, sebutlah misalnya kasus KPU (Suara Karya 2005) , dimana hanya Nazaruddin dan Mulyana W Kusumah yang dituntut di pengadilan. Sementara mereka yang turut memutus pembagian kerja pengadaan barang-barang keperluan pemilu dalam rapat paripurna KPU tidak diperlakukan sama di hadapan hukum. Kalau begitu, bagaimana asas persamaan di hadapan hukum? Padahal arti persamaan di hadapan hukum (equality before the law) adalah untuk perkara (tindak pidana) yang sama. Dalam kenyataan, tidak ada perlakuan yang sama (equal treatment), dan itu menyebabkan hak-hak individu dalam memperoleh keadilan (access to justice) terabaikan. Perlakuan berbeda dalam perkara KPU, karena ada yang tidak dituntut, menyebabkan pengabaian terhadap kebebasan individu. Ini berarti, kepastian hukum terabaikan. Dalam konsep equality before the law, hakim harus bertindak seimbang dalam memimpin sidang di pengadilan - biasa disebut sebagai prinsip audi et alteram partem.

2.sejauh mana hukum di Indonesia menjamin hak korban dari perlakuan diskriminasi? Jelaskan disertai dasar hukumnya!

Upaya pemerintah dalam meminimalisasi praktek-praktek diskriminasi di tahun 2007 mengalami kemajuan dengan diratifikasinya implementasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tahun 1966 melalui Undang-Undang Nomor l1 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenanto n Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan Kovenan Internasionatl entangH ak Sipil dan Politik tahun 1966 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights QCCPR). Keberadaan kovenan-kovenan ini memberikan jaminan perlindungan di bidang-bidang ekonomi, sosial, budaya, hak-hak sipil dan politik.
Disamping itu, komitmen Pemerintah lndonesia juga diwujudkan dengan penandatanganan Konvensi Internasional mengenai Perlindungan dan Pemajuan Hak-hak dan Martabat Penyandang Cacat pada tanggal 30 Maret 2007 dan Konvensi Internasional Perlindungan bagi semua orang dari penghilangan paksa pada tanggal 12Maret2007.
Peningkatan pelayanan publik masih merupakan fokus dalam upaya menghilangkan praktek-praktek diskriminasi yang terjadi di sektor-sektor yang merupakan hak-hak mendasar masyarakat. Pelayanan publik prima dalam bentuk penyatuan kegiatan berbagaiunit pelayanan dalam safu kesatuan tempat yang terpadu (one stop services) merupakan perwujudan upaya meminimalisasi perlakuan diskriminatif bagi masyarakat pengguna di berbagai sektor.
Sedangkan pelayanan dan bantuan hukum yang diberikan kepada masyarakat harus dapat diupayakan menjangkau seluruh lapisan masyarakat tanpa pengecualian. Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menyatakanb ahwa "Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan". Dalam implementasinya diperlukan adanya transparansi pelaksanaan pelayanan dan bantuan hukum melalui komitmen Pemerintah untuk memberikan bentuk-bentuk pelayanan yang maksimal bagi masyarakat yang membutuhkan. Melalui bentuk pelayanan yang menjamin hak-hak masyarakat dari berbagai lapisan dengan akses informasi yang transparan dari institusi-institusi pemerintah dan proses peradilan yang memberikan kedudukan yang sama (equal) kepada masyarakat dihadapanh ukum, dampak langsung terhadap pengentasank emiskinan dapat dirasakan dan menumbuhkan kembali kepercayaan terhadap penegakan hukum dan aparatnya di lndonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar