TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Rabu, 16 Juni 2010

“PROSES PEMERIKSAAN PERKARA PERADILAN AGAMA”



PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peradilan Agama adalah peradilan yang khusus mngadili perkara-perkara perdata dimana pihanya beragama Islam (muslim). Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) Undan-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (UUPA), peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragam Islam. Perkara-perkara yang diputus oleh peradilan agama antara lain perceraian, perwalian, pewarisan, wakaf, dll. Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara perdata di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hokum Islam, wakaf, dan shadaqah (Pasal 49 UUPA)
Pengadilan Agama sebagai lembaga pelaksana kekuasaan kehakiman harus menempatkan dirinya sebagai lembaga peradilan yang sesungguhnya (court of law) sesuai dengan kedudukanya yang telah diberikan oleh undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dengan demikian Pengadilan Agama perlu meningkatkan kualitas aparatnya sehingga dapat melaksanakan dengan baik dan benar tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Adapun yang harus dilakukan adalah melaksanakan hukum yang acara dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hukum acara yang berlakudalam peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam peradilan umum, kecuali yang telah diatur khusus dalam UUPA (Pasal 54 UUPA). Pemeriksaan perkara di peradilan agama dimulai sesudah diajukanya permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku (Pasal 55 UUPA)
Permohonan perkara yang diajukan, menurut ketentuan pasal 31 ayat (1), sekurang-kurangnya harus memuat, pertama, identitas pemohon yaitu setidak-tidaknya nama dan alamat serta status hukumnya. Setelah penggugat memasukan gugatannya dalam daftar pada kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, kemudian ia tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang. Disinilah merupakan langkah awal untuk memasuki proses pemeriksaan, sehingga akan diketahui cara dan proses pemeriksaan di Pengadilan Agama yang sesuai dengan prosedur



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.Bagaimanakah proses dan prosedur pemeriksaan perkara di Peradilan Agama?
2.Hal Apa sajakah yang berhubungan dan perlu diperhatikan dalam proses pemeriksaan perkara?




























PEMBAHASAN
Pemeriksaan Perkara
Setelah penggugat memasukan gugatannya dalam daftar pada kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, kemudian ia tinggal menunggu pemberitahuan hari sidang. Gugatan itu tidak akan didaftar apabila biaya perkara belum dibayar (Pasal 121 (4) HIR, 145 (4) Rbg).
Adapun proses pemeriksaan perkara diantaranya:
a. Persiapan Persidangan
1. Penetapan Majelis Hakim
· Dalam waktu 3 (tiga) hari kerja setelah proses registrasi perkara diselesaikan, Petugas Meja II menyampaikan berkas gugatan/permohonan kepada Wakil Panitera untuk disampaikan kepada Ketua Pengadilan melalui Panitera.
· Selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari kerja ketua pengadilan menetapkan Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut.
2. Penunjukan Panitera Sidang
Panitera pengadilan dapat menunjuk dirinya sendiri atau Panitera Pengganti untuk membantu Majelis Hakim dalam menangani perkara.
3. Penetapan Hari Sidang
· Perkara yang sudah ditetapkan Majelis Hakimnya segera diserahkan kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk.
· Ketua Majelis Hakim setelah mempelajari berkas selama 7 (tujuh) hari kerja harus sudah menetapkan hari sidang.
· Dalam menetapkan hari sidang, Ketua Majelis Hakim harus memperhatikan jauh/dekatnya tempat tinggal para pihak yang berperkara dengan tempat persidangan.
· Pemeriksaan perkara cerai dilakukan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat guguatan/permohonan didaftarkan di Pengadilan Agama. (Pasal 68 (1) dan 80 (1) UU No. 7/1989).
4. Pemanggilan Para Pihak
· Pemanggilan para pihak untuk menghadap sidang dilakukan oleh Jurusita/Jurusita Pengganti kepada para pihak atau kuasanya di tempat tinggalnya.
· Apabila para pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, maka surat panggilan diserahkan pada Lurah/Kepala Desa untuk diteruskan kepada yang bersangkutan.
· Tenggang waktu antara panggilan para pihak dengan hari sidang paling sedikit 3 (hari) kerja.
· Apabila tempat kediaman orang yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilan dilaksanakan dengan melihat jenis perkaranya, yaitu :
1. Perkara di bidang perkawinan : Dipanggil dengan pengumuman di media masa sebanyak 2 (dua) kali tayangan dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dengan pengumuman kedua. Dan tenggang waktu antara pengumuman terakhir dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan (Pasal 27 PP.9/1975 jo. Pasal 139 KHI).
2. Perkara yang berkenaan dengan harta : Dipanggil melalui Bupati/Walikota dalam wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama setempat dengan menempelkan surat panggilan pada papan pengumuman Bupati/Walikota dan papan pengumuman Pengadilan Agama (Pasal 390 (3) HIR/Pasal 718 (3) RBg).
· Pemanggilan terhadap tergugat/termohon yang berada di Luar Negri dikirim melalui Departemen Luar Negri cq. Dirjen dan Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negri dengan tembusan disampaikan kepada KBRI di Negara yang bersangkutan.
b. Pelaksanaan Persidangan
1. Acara di Pengadilan Agama
Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang ini. (Pasal 54 UU No. 7/1989).
2. Tahapan Persidangan
· Upaya Perdamaian dan Mediasi (Pasal 82 UU No. 9/1975 dan PERMA No. 1/2008).
· Pembacaan Surat Gugatan/Permohonan.
· Jawaban, Reflik, Duflik.
·Pembuktian.
· Khusus perkara perceraian dengan alasan perselisihan perlu didengar keterangan/saksi dari keluarga dan orang dekat dari kedua belah pihak (Pasal 22 PP. 9/1975 jo. Pasal UU No. 7/1989).
· Kesimpulan.
· Putusan.



c. Pelaksanaan Putusan.
1. Perkara Cerai Talak.
· Setelah putusan berkekuatan hukum tetap, Ketua Majelis menetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak.
· Pemohon dan termohon dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut. Dan termohon mengucapkan ikrar talak.
· Jika termohon telah dipanggil secara sah tidak datang atau tidak mengirim wakinya untuk datang, pemohon dapat mengucapkan ikrar talak tanpa hadirnya termohon.
· Jika pemohon dalam tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang penyaksian ikrar talak, tidak datang menghadap atau tidak mengirim wakilnya meskipun telah dipanggil secara sah, maka gugurlah kekuatan putusan tersebut (Pasal 70 UU No. 7/1989).
2. Perkara yang berkenaan dengan Harta
· Jika putusan telah berkekuatan hukum tetap, dan para pihak tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut dengan suka rela, maka pihak yang dimenangkan putusan tersebut mengajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Agama.
· Eksekusi dilaksanakan oleh Jurusita.
3. Pokok-pokok Isi Berita Acara Persidangan
Berita acara persidangan pengadilan merupakan akta otentik karena dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu, dan isinya adalah berupa ihwal secara lengkap mengenai pemeriksaan perkara dalam persidangan yang dijadikan pedoman hakim dalam menyusun putusan. Berita acara itu harus ditandatangani Ketua Majelis dan Panitera Sidang. Adapun keberadaan Berita Acara Persidangan Pengadilan Agama adalah :
1. Fungsi
a. Sebagai akta otentik.
b. Sebagai dasar Hakim dalam menyusun putusan..
c. Sebagai dokumentasi dan informasi keilmuan.
2. Isi Berita Acara
a. Hal-hal yang harus dimuat dalam Berita Acara Persidangan
1. Pengadilan yang memeriksa.
2. Hati, Tanggal, Bulan dan Tahun.
3. Identitas dan kedudukan pihak dalam perkara.
4. Susunan majelis hakim dan panitera siding.
5. Pernyataan siding dibuka dan terbuka untuk umum.
6. Keterangan kehadiran dan ketidakhadian para pihak.
7. Upaya mendamaikan.
8. Pernyataan sidang tertutup untuk umum.
9. Pembacaan surat gugatan.
10. Pemeriksaan pihak-pihak.
11. Pernyataan sidang terbuka untuk umum pada waktu penundaan sidang terhadap sidang yang sebelumnya dinyatakan tertutup untuk umum.
12. Penundaan sidang pada hari, tanggal, bulan, tahun, jam dengan penjelasan perintah hadir melalui relaas dan atau dipanggil melalui relaas.
13. Pernyataan sidang diskors untuk musyawarah Majelis Hakim.
14. Pernyataan sidang dibuka untuk membaca putusan.
15. Pernyataan sidang ditutup.
16. Penendatanganan oleh Ketua Majelis dan Panitera / Panitera Pengganti.
b. Materi Persidangan harus dibuat dalam persidangan.
1. Jawab menjawab.
2. Pemeriksaan alat-alat bukti.
3. Keterangan saksi ahli (jika ada).
4. Kesimpulan apabila dikehendaki para pihak.
c. Susunan Kalimat
1. Menggunakan kalimat langsung, yakni kalimat tanya jawab langsung antara Majelis Hakim dengan para pihak, para saksi, atau penerjemah.
2. Menggunakan kalimat tidak langsung, maksudnya adalah kalimat yang disusun oleh panitera pengganti adalah dari tanya jawab antara Majelis Hakim dengan para pihak atau saksi.
d. Format Berita Acara
Terdapat dua format berita acara persidangan, yang biasa dipilih yaitu :
1. Format Balok, yaitu pengetikan dengan membagi halaman kertas menjadi dua bagian, bagian kiri untuk pertanyaan, sedangkan bagian kanan untuk jawaban.
2. Format iris talas, sebagaimana format balok, namun semakin kebawah bagian pertanyaan semakin menyempit, sedangkan bagian jawaban semakin melebar seperti iris talas.
e. Materi Berita Acara Persidangan
1. Yang ditulis hanyalah yang relevan saja.
2. Berita acara harus sudah selesai sebelum memasuki sidang berikutnya.
3. Kesalahan tulisan harus direnvoi.
4. Sebagai dasar menyusun putusan oleh Hakim.
5. Pengetikan Putusan
Teknik pengetikan putusan diatur secara khusus, untuk itu dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Menggunakan kertas folio.
2. Margin kiri : 4 Cm, Margin atas : 3 Cm, Margin kanan : 2,3 Cm, Margin bawah : 3 Cm.
3. Kata P U T U S A N dengan huruf capital, direnggangkan hurufnya satu tust dan berada ditengah.
4. Tulis Nomor : /Pdt. /20 /PA…., ditulis ditengah kertas bagian atas.
5. Penulisan kalimat : BISMILLAHIRROHMANIRROHIM, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, TENTANG DUDUK PERKARANYA, TENTANG HUKUMNYA, ditulis dengan huruf capital dan berada ditengah.
6. Penulisan kata “M E N G A D I L I” ditulis dengan huruf capital, berjarak hurufnya satu tust dan berada ditengah.
7. Alinia baru dimulai dengan 7 (tujuh) tust, berjarak dua spasi, husus untuk DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, dibawahnya dijarak empat spasi.
8. Nama penggugat/tergugat ditulis dengan huruf kapital, disambung dengan identitas yang ditulis dengan huruf kecil, dan baris berikutnya ditulis lebih masuk 35 tust.
9. Setiap ahir halaman pada susun kanan bawah ditulis kata yang mengawali pada halaman berikutnya.
10. Isi amar putusan dimulai 7 tust dari margin kiri.
11. Penulisan HAKIM KETUA, HAKIM ANGGOTA, PANITERA PENGGANTI, berikut nama-namanya ditulis dengan huruf capital juga.
12. Rincian biaya perkara ditulis pada halaman terakhir tiga cm dari margin bawah.
13. Apabila ada yang harus diperbaiki karena :
- ST/Sah dit : bila terjadi kesalahan/perubahan/tambahan.
- SC/Sah dic: bila terjadi pencoretan.
- SG/Sah dlg : bila ingin diganti.
- Baik dalam SC, ST dan SG harus diparaf juga oleh Majlis Hakim.
14. Kata SALINAN dalam salinan putusan ditulis pada sudut kiri atas halaman pertama. Pada lembar terahir dengan posisi pada sebelah kanan dari rincian biaya perkara ditulis sebagai berikut :
Untuk salinan yang sama bunyinya
Oleh :
PANITERA PENGADILAN AGAMA……
15. Salinan putusan ditanda tangani oleh panitera, dan panitera pengganti memaraf pada sebelah kanan kalimat PANITERA PANGADILAN AGAMA …………., Sedangkan wakil panitera memaraf pada sebelah kiri.
16. Setiap halaman salinan putusan dibubuhi stempel pada kiri atas, kecuali halaman terahir dibubuhi stempel sebelah kiri tanda tangan panitera.
17. Format Berita Acara Persidangan (BAP)
Format BAP harus ditulis rapi yang meliputi :
a. Bentuk dan ukuran huruf harus konsisten dan rapi dengan menggunakan komputer/mesin ketik.
b. Halaman yang sama separuh bagian kiri berisi pertanyaan, dan separuh bagian kanan berisi jawaban.
c. Disusun berurutan berdasar tahapan sidang, dikelompokkan mulai dari gugatan, jawaban, replik, duplik, alat bukti dari penggugat, tanggapan dari tergugatatas alat bukti penggugat, alat bukti tergugat, kesimpulan penggugat, kesimpulan tergugat, sikap penggugat dan tergugat serta para saksi.
d. Apabila terdapat kesalahan tulisan dalam BAP, cukup direnvoi saja.
e. Ditulis posisi/urutan persidangan (sidang pertama, sidang lanjutan I, sidang lanjutan II dan seterusnya), nomor halaman sebaiknya berurutan (tidak dipenggal-penggal), dan setiap mau masuk pada halaman berikutnya ditulis “kata pertama” dalam halaman itu dipojok kanan bawah yang diikuti titik seperlunya.
f. Jika persidangan dilakukan dengan cara tertulis, maka seluruh jawaban, replik, duplik disalin secara utuh dalam BAP.
18. Minutering (penandatanganan) berita acara persidangan.
a. BAP harus ditanda tangani oleh hakim ketua majlis dan panitera sidang. 207
b. Panitera sidang berkewajiban membuat BAP, sedangkan Hakim ketua majlis bertanggung jawab atas kebenarannya.


c. Apabila hakim ketua majlis berhalangan untuk menandatangani BAP, beralih pada hakim anggota majlis yang lebih senior,208 Dan apabila panitera sidang berhalamgan untuk menandatanganinya, maka cukup dijelaskan dalam BAP itu 209.
d. Penandatanganan BAP dilakukan sebelum sidang berikutnya.
19. Pembuatan BAP pelaksanaan ikrar talak.
a. Format dan isinya sama dengan BAP perkara biasa.
b. Harus ditulis kehadiran dan ketidakhadiran para pihak.
c. Apabila ada yang tidak hadir maka terlebih dahulu dibacakan relas oleh hakim ketua majlis.
d. Harus dicatat keadaan istri pada saat ikrar talak diucapkan oleh pemohon apakah istri dalam keadaan haidh, suci hamil, monopouse, qobla dukhul, bakda dukhul, dan lain-lain.
e. Harus ditulis redaksi “Ikrar Talak”.
f. Harus ditulis “Amar penetapan hakim”.
g. Harus ditulis bahwa “sidang penyaksian ikrar talak terbuka untuk umum”.



















PENUTUP

Kesimpulan
Mengingat begitu pentingnya proses pemeriksaan dalam setiap perkara yang diajukan ke Pengadilan Agama maka dapat diketahui proses pemeriksaan di Peradilan Agama adalah sebagai berikut:
1. Penetapan Majelis Hakim
2. Penunjukan Panitera Sidang
3. Penetapan Hari Sidang
4. Pemanggilan Para Pihak
b. Pelaksanaan Persidangan
1. Acara di Pengadilan Agama
2. Tahapan Persidangan
c. Pelaksanaan Putusan.
Pelaksanaan proses perkara yang benar dan sesuai prosedur akan memudahkan proses berperkara dari awal hingga pelaksanaan putusan yang menjadikan pelaksanaan hokum yang benar dan sesuai dengan aturan.

















DAFTAR PUSTAKA


Manan, Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Yayasan Al-Hikmah Jakarta, 2000
Hidayat, Padil, 2009, Penerimaan Perkara, Pemeriksaan Perkara, dan Berita Acara Persidangan, http://padilhidayat.blogspot.com, diakses 10 Mei 2010
Anonim, 2010, Prosedur Berperkara, http://www.pa-tarakan.net, diakses 10 Mei 2010

1 komentar:

  1. Assalaamu 'alaikum. Saya minta ijin mempelajari makalah tersebut, dalam rangka tugas makalah yang saya terima. Terima kasih banyak sebelumnya. Trimo, di Klaten, www.sanggarannahel.com

    BalasHapus