TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Sabtu, 10 Juli 2010

PERAN KELUARGA TERHADAP ANGGOTA KELUARGA



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di semua masyarakat yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role relations). Seseorang disadarkan akan adanya hubungan peran tersebut karena proses sosialisasi yang sudah berangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu proses dimana ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain daripadanya, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki.(Goode, 1983)
Anak-anak memiliki dunianya sendiri. Hal iu ditandai dengan banyaknya gerak, penuh semangat, suka bermain pada setiap tempat dan waktu,tidak mudah letih, dan cepat bosan. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin mencoba segala hal yang dianggapnya baru. Anak-anak hidup dan berpikir untuk saat ini, sehingga ia tidak memikirkan masa lalu yang jauh dan tidak pula masa depan yang tidak diketahuinya. Oleh sebab itu, seharusnya orang tua dapat menjadikan realitas masa sekarang sebagai titik tolak dan metode pembelajaran bagi anak.(Zurayk, 1997)
Perkembangan karakter seorang anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya. Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh. “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Bagi setiap orang keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku dalam masyarakatnya.” (Mudjijono, et al., 1995)
Pendidikan dalam keluarga sangatlah penting dan merupakan pilar pokok pembangunan karakter seorang anak. Pendidikan dasar wajib dimiliki tidak hanya oleh masyarakat kota, tetapi juga masyarakat pedesaan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih dihormati karena dianggap berada strata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam berbagai situasi.
“Manusia Indonesia yang berkualitas hanya akan lahir dari renaja yang berkualitas, remaja yang berkualitas hanya akan tumbuh dari anak yang berkualitas.” (TOR dalam Mudjijono,et al., 1995). Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu. Keluarga menjadi begitu penting karena melalui keluarga inilah kehidupan seseorang terbentuk.
Sebagai lembaga sosial terkecil, keluarga merupakan miniatur masyarakat yang kompleks, karena dimulai dari keluarga seorang anak mengalami proses sosialisasi. Dalam keluarga, seorang anak belajar bersosialisasi, memahami, menghayati, dan merasakan segala aspek kehidupan yang tercermin dalam kebudayaan. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai kerangka acuan di setiap tindakannya dalam menjalani kehidupan.
Seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan moral dalam keluarga mulai luntur. Arus globalisasi menyerang di segala aspek kehidupan bermasyarakat, tidak hanya masyarakat kota tetapi juga masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa peran kelurga sangat besar sebagai penentu terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan.
B. Perumusan Masalah
1. Apa fungsi keluarga?
2. Bagaimana pengaruh keluarga terhadap perilaku moral anak?
3. Bagaimana peran keluarga terhadap pembentukan karakter anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai fungsi keluarga.
2. Menjelaskan mengenai pengaruh keluarga terhadap perkembangan karakter seorang anak.
3. Menjelaskan peran keluarga dalam pembentukan karakter anak.
D. Kegunaan Penulisan
1. Sebagai media informasi bagi pembaca agar dapat membuka cakrawala mengenai pentingnya komunikasi yang baik dalam keluarga.
2. Sebagai sarana pembelajaran mengenai hubungan antara pendidikan dalam keluarga terhadap perkembangan karakter anak.





BAB II
PEMBAHASAN
A. Fungsi Keluarga
Sebagai sistem sosial terkecil, keluarga memiliki pengaruh luar biasa dalam hal pembentukan karakter suatu individu. “Keluarga merupakan produsen dan konsumen sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap keluarga dibutuhkan dan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih senang dan tenang.” Keluarga memiliki definisi tersendiri bagi orang Jawa. “Bagi orang Jawa, keluarga merupakan sarung keamanan dan sumber perlindungan.” Hildred Geertz memberikan suatu gambaran ideal suatu keluarga sebagai berikut :
Bagi setiap orang Jawa, keluarga yang terdiri dari orang tua, anak-anak, dan biasanya suami atau istri merupakan orang-orang tepenting di dunia ini. Mereka itulah yang memberikan kepadanya kesejahteraan emosional serta titik keseimbangan dalam orientasi sosial. Mereka memberi bimbingan moral, membantunya dari masa kanak-kanak menempuh usia tua dengan mempelajari nilai-nilai budaya Jawa. Proses sosialisasi adalah suatu proses kesinambungan di sepanjang hidup diri pribadi (…)(1983:7)
Pengertian keluarga juga dapat dilihat dalam arti kata yang sempit, sebagai keluarga inti yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (ayah), isteri (ibu) dan anak-anak mereka. Sedangkan keluarga dalam arti kata yang lebih luas misalnya keluarga RT, keluarga komplek, atau keluarga Indonesia. (Munandar, 1985).
Keluarga menjalankan peranannya sebagai suatu sistem sosial yang dapat membentuk karakter serta moral seorang anak. Keluarga tidak hanya sebuah wadah tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Sebuah keluarga sesungguhnya lebih dari itu. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak. Berawal dari keluarga segala sesuatu berkembang. Kemampuan untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, berpendapat, hingga perilaku yang menyimpang.
Keluarga merupakan payung kehidupan bagi seorang anak. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi seorang anak. Beberapa fungsi keluarga selain sebagai tempat berlindung, (Mudjijono, et al., 1995) diantaranya :
a) Mempersiapkan anak-anak bertingkah laku sesuai dengan niai-nilai dan norma-norma aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi).
b) Mengusahakan tersekenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut unit produksi.
c) Melindungi anggota keluarga yang tidak produksi lagi (jompo).
d) Meneruskan keturunan (reproduksi).
Menurut Kingslet Davis dalam Murdianto (2003) menyebutkan bahwa fungsi keluarga ialah :
a) Reproduction, yaitu menggantikan apa yang telah habis atau hilang untuk kelestarian sistem sosial yang bersangkutan.
b) Maintenance, yaitu perawatan dan pengasuhan anak hingga mereka mampu berdiri sendiri.
c) Placement, memberi posisi sosial kepada setiap anggotanya, baik itu posisi sebagai kepala rumah tangga maupun anggota rumah tangga, atau pun posisi-posisi lainnya.
d) Sosialization, pendidikan serta pewarisan nilai-nilai sosial sehingga anak-anak kemudian dapat diterima dengan wajar sebagai anggota masyarakat.
e) Economics, mencukupi kebutuhan akan barang dan jasa dengan jalan produksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di antara anggota keluarga.
f) Care of the ages, perawatan bagi anggota keluarga yang telah lanjut usianya.
g) Political center, memberikan posisi politik dalam masyarakat tempat tinggal.
h) Physical protection, memberikan perlindungan fisik terutama berupa sandang, pangan, dan perumahan bagi anggotanya.
Bila seorang anak dibesarkan pada keluarga pembunuh, maka ia akan menjadi pembunuh. Bila seorang anak dibesarkan melalui cara-cara kasar, maka ia akan menjadi pemberontak. Akan tetapi, bila seorang anak dibesarkan pada keluarga yang penuh cinta kasih sayang, maka ia akan tumbuh menjadi pribadi cemerlang yang memilki budi pekerti luhur. Keluarga sebagai tempat bernaung, merupakan wadah penempaan karakter individu.
Pada masa sekarang ini, pengaruh keluarga mulai melemah karena terjadi perubahan sosial, politik, dan budaya. Keadaan ini memiliki andil yang besar terhadap terbebasnya anak dari kekuasaan orang tua. Keluarga telah kehilangan fungsinya dalam pendidikan. Tidak seperti fungsi keluarga pada masa lalu yang merupakan kesatuan produktif sekaligus konsumtif. Ketika kebijakan ekonomi pada zaman modern sekarang ini mendasarkan pada aturan pembagian kerja yang terspesialisasi secara lebih ketat, maka sebagian tanggung jawab keluarga beralih kepada orang-orang yang menggeluti profesi tertentu.
Uraian tersebut cukup menjelaskan apa arti keluarga yang sesungguhnya. Keluarga bukan hanya wadah untuk tempat berkumpulnya ayah, ibu, dan anak. Lebih dari itu, keluarga merupakan wahana awal pembentukan moral serta penempaan karakter manusia. Berhasil atau tidaknya seorang anak dalam menjalani hidup bergantung pada berhasil atau tidaknya peran keluarga dalam menanamkan ajaran moral kehidupan. Keluarga lebih dari sekedar pelestarian tradisi, kelurga bukan hanya menyangkut hubungan orang tua dengan anak, keluarga merupakan wadah mencurahkan segala inspirasi. Keluarga menjadi tempat pencurahan segala keluh kesah. Keluarga merupakan suatu jalinan cinta kasih yang tidak akan pernah terputus.
B. Pengaruh Keluarga Terhadap Perkembangan Moral Anak
Papalia dan Old (1987) dalam Hawadi (2001) membagi masa kanak-kanak dalam lima tahap :
1. Masa Prenatal, yaitu diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir.
2. Masa Bayi dan Tatih, yaitu saat usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan pertama kehidupan merupakan masa bayi, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat tatih inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian.
3. Masa kanak-kanak pertama, yaitu rentang usia 3-6 tahun, masa ini dikenal juga dengan masa prasekolah.
4. Masa kanak-kanak kedua, yaitu usia 6-12 tahun, dikenal pula sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada di lingkungannya.
5. Masa remaja, yaitu rentang usia 12-18 tahun. Saat anak mencari identitas dirinya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang banyak hal, baik yang berhubungan dengan hal-hal yang faktual maupun yang fiktif. Pertanyaan-pertanyaan ini, bagi anak-anak, merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan menyibak keraguannya, sehingga anak tersebut terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan kebutuhan psikis alamiah yang dinamakan dengan istilah “cinta meneliti.”(Zurayk, 1997)
Cinta meneliti ini merupakan salah satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas selalu ingin tahu dan terangsang untuk memcahkan masalah yang baru ditemukannya. Dengan begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru dan menciptakan produk-produk pemikiran bagi dirinya sendiri. Gardner (2005) dalam Amstrong (2005), mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya.
Anak-anak mulai berpikir kritis dimulai ketika mereka menuju pada panguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan). Pada masa ini anak-anak mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk mempelajarinya. Berbagai pertanyaan kritis mulai terlontar.
Seiring dengan pertanyaan yang keluar dari bibir mungil seorang anak, disinilah peran orang tua bermain. Orang tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan jawaban yang sebenarnya atau jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua. Orang tua dituntut untuk dapat memberi jawaban yang dapat memuaskan hati seorang anak, sekalipun jawaban itu dirasanya sangat sulit dipahami oleh anak karena pertanyaannya yang bersifat sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan dari seorang anak, pendidikan mengenani moral dan budi pekerti dapat ditanamkan.
Penanaman moral pada diri seorang anak berawal dari lingkungan keluarga. Pengaruh keluarga dalam penempaan karakter anak sangalah besar. Dalam sebuah keluarga, seorang anak diasuh, diajarkan bebagai macam hal, diberi pendidikan mengenai budi pekerti serta budaya. Setiap orang tua yang memiliki anak tentunya ingin anaknya tumbuh dan berkembang menjadi manusia cerdas yang memiliki budi pekerti baik agar dapat menjaga nama baik keluarga.
Anak bukan lah orang dewasa, ia memiliki sifat-sifat yang khas. Seorang anak melihat, mendengar, berperasaan, dan berpikir dengan bentuk yang khas, namun tidak keluar dari logika dan perasaan yang sehat. Misalnya, anak-anak itu melihat, mendengar, dan berperasaan sebagaimana orang tua melihat, mendengar, berperasaan, dan berpikir. Karena itu, orang tua seharusnya mempergauli anak-anak berdasarkan pada anggapan bahwa dia adalah anak-anak. Sebagaimana dikatakan, “Pemuda tidak akan menjadi pemuda yang sebenarnya selama masa kanak-kanaknya tidak menjadi anak-anak yang sebenarnya.”
Keluarga memberikan pengaruh pada pembentukan budi luhur bagi seorang anak. Salah satu ciri anak yang berbudi luhur adalah selalu menunjukkan sikap sopan dan hormatnya pada orang tua. Budi luhur yang melekat pada setiap orang bukan datang dengan sendirinya, melainkan harus diciptakan. Terutama dalam keluarga dan bukan merupakan keturunan. Dengan kata lain, budi luhur tidak merupakan keturunan melainkan merupakan produk pendidikan dalam keluarga, merupakan perpaduan antara akal. Kehendak, dan rasa.
Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan pada masyarakat. Siaran-siaran televisi kembali menjadi salah satu faktor penyebab lunturnya nilai-nilai tersebut. Hadirnya televisi telah merebut perhatian anak terhadap orang tua. Anak seringkali mengabaikan nasihat yang diberikan oleh orang tua dengan alasan nasihat tersebut terkesan kuno. Dalam kondisi demikian, seorang anak tidak mengetahui yang sebenarnya mengenai nilai-nilai yang seharusnya diberikan orang tua kepada anaknya.
Pada masa sekarang, intensitas bertemu antara anak dengan orang tua sangatlah sempit. Oleh karena itu, orang tua harus mampu membagi waktu dengan baik dan mencari saat-saat yang tepat untuk menyelipkan pelajaran mengenai budi pekerti luhur. Pada saat makan malam misalnya, atau pada saat menonton televisi bersama, sambil membimbing.
Kejujuran merupakan hal terpenting bagi individu dalam menjalani hidup, dan tahap awal penanaman sikap jujur dimulai dari keluarga. Penanaman sikap jujur dalam keluarga dapat dimulai dari perilaku orang tua yang selalu bersikap dan berkata jujur. Dengan begitu, maka akan lebih mudah bagi seorang anak menanamkan sikap jujur pada dirinya karena tidak pernah merasa dibohongi. Dalam suatu keluarga, tidak dapat dipungkiri bahwa sesekali seorang anggotanya melakukan suatu kebohongan. Seseorang melakukan suatu kebohongan biasanya disebabkan oleh rasa takut karena dianggap melakukan kesalahan atau sedang menyembunyikan sesuatu. Dalam banyak hal, sebaiknya orang tua mendengarkan pendapat anaknya, karena bagaimana pun komunikasi dalam keluarga harus tetap berlangsung dengan baik.
C. Peran Keluarga
“(…)Masa kanak-kanak merupakan masa yang begitu penting untuk meletakkan dasar-dasar kepribadian yang akan memberi warna ketika seorang anak kelak menjadi dewasa. Karena itu, kualitas pada pola-pola perkembangan masa anak adalah sangat penting.” (Gunarsa, 2001)
“Keluarga memiliki peranan utama didalam mengasuh anak, di segala norma dan etika yan berlaku didalam lingkungan masyarakat, dan budayanya dapat diteruskan dari orang tua kepada anaknya dari generasi-generasi yang disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.” (Effendi, et al., 1995)
Keluarga memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan moral dalam keluarga perlu ditanamkan pada sejak dini pada setiap individu. Walau bagaimana pun, selain tingkat pendidikan, moral individu juga menjadi tolak ukur berhasil tidaknya suatu pembangunan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting serta sangat mempengaruhi perkembangan sikap dan intelektualitas generasi muda sebagai penerus bangsa. Keluarga, kembali mengmbil peranan penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Berbagai aspek pembangunan suatu bangsa, tidak dapat lepas dari berbgai aspek yang saling mendukung, salah satunya sumber daya manusia. Terlihat pada garis-garis besar haluan negara bahwa penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial dan produktif bagi pembangunan nasional. Hal ini pun tidak dapat terlepas dari peran serta keluarga sebagai pembentuk karakter dan moral individu sehingga menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat memerlukan adanya sumber daya manusia yang berkualitas baik. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas baik tentunya memerlukan berbagai macam cara. Salah satu diantanya adalah melalui pendidikan. Pendidikan baik formal maupun informal. Pendidikan moral dalam keluarga salah satunya.
Walaupun memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi rendah dalam hal moralitas, individu tidak akan berarti dimata siapa pun. Pendidikan moral dimulai dari sebuah keluarga yamng menanamkan budi pekerti luhur dala setiap interaksinya. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat dari keluarganya. Bukan hanya keluarga mampu dari segi materi, yang dapat meningkatkan kualitas individunya melalui tambahan-tambahan materi pembelajaran di luar bangku sekolah. Akan tetapi, keluarga sederhana di desa pun dapat menjamin kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya dan keluhuran budi pekerti merupakan hasil tempaan orang tua.























BAB III
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Keluarga merupakan suatu sistem sosial terkecil yang di dalamnya dapat terdiri dari Ayah, Ibu, dan anak yang masing-masing memiliki peran. Anak merupakan buah dari keluarga bahagia. Anak-anak memiliki pemikiran kritis akan banyak hal dimulai ketika ia mulai mengenal bahasa.
Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari mulut seorang anak sebaiknya dijawab dengan jawaban yang jujur dan dapat memuaskan hati anak. Pendidikan moral dan kejujuran bagi seorang anak berawal dari kelurga, melalui orang tua. Hal ini yang dapat membentuk karakter anak di masa depan.
Saran
Orang tua merupakan panutan bagi anak-anaknya, untuk itu sebaiknya orang tua dapat menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Orang tua juga harus membuka diri terhadap perkembangan zaman dan teknologi saat ini. Anak-anak memiliki pemikiran yang kritis terhadap sesuatu yang baru. Bila orang tua tidak membuka diri terhadap perkmbangan yang ada, kelak akan menuai kesulitan dalam menjawab pertanyaan dari anak. Pada akhirnya berbuah kebohongan dan secara tidak langsung menanamkannya pada anak.
Daftar Pustaka
Effendi, Suratman, Ali Thaib, Wijaya, Dan B. Chasrul Hadi. 1995. Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia. Jambi: Departemen Pendidikan dan Kebudayan.
Goode, William J. 1983. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bina Aksara.
Gunarsa, Singgih D. Menyikapi Periode Kritis Pada Anak dan Dampaknya Pada Profil
Mudjijono, Hermawan, Hisbaron, Noor Sulistyo, dan Sudarmo Ali. 1996 . Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan



MAKALAH
SOSIOLOGI KELUARGA
(PERAN KELUARGA TERHADAP
ANGGOTA KELUARGA)





Oleh :
Humaira ( 07120010 )





UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2010

PASAL TENTANG ROKOK

• Sejauh ini upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mengendalikan tembakau di Indonesia yakni dengan mengeluarkannya PP No.81/1999 yang direvisi menjadi PP No 38/2000 dan perubahan terakhir menjadi PP No. 19/2003. Akan tetapi peraturan-peraturan ini belum sepenuhnya berjalan dan menghasilkan kondisi maksimal dalam mendukung upaya tersebut. Bahkan ternyata terjadi adanya tumpang tindih peraturan pengendalian tembakau dengan peraturan yang lain seperti dengan UU Penyiaran No 32 tahun 2002. Adanya celah dan lemahnya peraturan ini akan menjadi peluang hilangnya kontrol pemerintah dalam mengendalikan tembakau di Indonesia.
• Pada PP No. 19/2003 pasal 16 ayat 3 terdapat tentang pembatasan iklan. Akan tetapi, peraturan ini memberikan pembatasan pada iklan di media elektronik yang diijinkan selama jam tayang tertentu (21.30-05.00), sehingga masih ada peluang iklan tersebut tayang. Padahal di negara lain seperti Amerika Serikat sejak tahun 1971 serta negara-negara di dunia saat ini telah melarang secara total segala bentuk iklan rokok di televisi. Sehingga remaja dan anak-anak Indonesia saat ini akrab dengan iklan rokok. Selain itu, ternyata pada PP 19/2003 terdapat ketidakjelasan hukum terutama aturan mengenai sanksi yang kuat. Hal ini terlihat pada Pasal 37 yang menegaskan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), pasal 5, 6, 8, 9, 14, 15 ayat (1), 16, 17, 18, 19, 20, 21 ayat (2) dipidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Peraturan pemerintah No. 19/2003 tentang pengendalian tembakau mewajibkan pencantuman peringatan kesehatan pada produk rokok dengan pesan tunggal yang tidak berganti-ganti, dicantumkan pada sisi lebar dan bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca dengan ukuran tulisan 3 mm di dalam kotak yang garis pinggirnya 1 mm. Peringatan harus berbentuk tulisan. Besarnya proporsi label peringatan yang tercantum dalam penjelasan PP pasal 18 ayat (2) tertulis peringatan kesehatan adalah sekurang-kurangnya 15% dari luas total iklan. Tidak ada ketentuan yang mengatur informasi yang keliru dan menyesatkan.
• Pemerintah sebenarnya telah mengatur kawasan tanpa rokok yaitu dalam PP No 81 Tahun 1999 yang diubah dengan PP No 38 Tahun 2000 dan perubahan terakhir PP No 19 tahun 2003. Dimana isi kedua PP itu mengenai kawasan tanpa rokok hampir sama, yang isinya menyatakan tempat umum, tempat kerja, sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan sebagai kawasan tanpa rokok. Namun, terdapat perubahan peraturan yang dinilai melemahkan upaya pengendalian tembakau. Hal ini dapat dilihat pada pengaturan lingkungan kerja, jika PP No 81 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pimpinan atau penanggungjawab tempat umum atau tempat kerja harus mengupayakan terbentuknya kawasan tanpa rokok, Namun pada PP No 19 tahun 2003, ketentuan itu malah dihilangkan.
• Peraturan yang telah dibuat dalam rangka pendidikan terhadap masyarakat terhadap bahaya rokok pada PP 19/2003 menyebutkan tanggung jawab asperk tersebut dibebankan pada peran serta masyarakat (pasal 29), pemerintah berfungsi meningkatkan dan mendukung peran serta masyrakat dan membina pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan (pasal 31 dan 33). Dapat dilihat bahwa pemerintah terkesan ingin lepas tangan terhadap tanggung jawab penyadaran dan pendidikan masyarakat terhadap bahaya rokok. Ironisnya disaat pemerintah mendapatkan pemasukan besar dari cukai rokok pemerintah malah menyerahkan tanggung jawab tersebut ke masyarakat.
• Para Pemohon adalah perorangan warga negara Indonesia yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pemohon menyatakan Pasal 113 ayat (2) Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, baik dalam pembukaan (preambule), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A dan Pasal 28I, yang berarti melanggar hak asasi manusia
• Pasal 113 ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009
Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.
• UUD 1945: Pasal 27 ayat (1)
Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada ketjualinya.

Pasal 27 ayat (2)
Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerdyaan dan penghidupan yang lajak bagi kemanusiaan.

Pasal 27 ayat (3)
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.

Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.


• Pasal 28I ayat (1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran danhati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.

Pasal 28I ayat (2)
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Pasal 28I ayat (3)
Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pasal 28I ayat (4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah.

Pasal 28I ayat (5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
• Dalam pertimbangan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan nasional. bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat.

KASUS, HUKUM PENGANGKUTAN

18 Orang Tewas Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Jumat, 25 September 2009 20:05 WIB | Peristiwa | Umum | Dibaca 1958 kali
Balikpapan (ANTARA News) - Selama arus mudik-balik hari raya Idul Fitri 1430 hijriah korban yang tewas karena kecelakaan lalu lintas di Kalimantan Timur (Kaltim) sebanyak 18 orang.

"Data tersebut mulai Minggu (13/9) hingga Kamis (24/9), tercatat 33 kasus kecelakaan lalu lintas," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kaltim, Kombes Pol Rudi Pranoto di Balikpapan, Jumat.

Korban lainnya mengalami luka berat karena kecelakaan selama lebaran tersebut sebanyak 19 orang, 33 orang mengalami luka ringan, sedangkan kerugian material mencapai Rp87 juta.

"Kendaraan yang terlibat kecelakaan lalu lintas didominasi oleh roda dua yakni sebanyak 46 unit, sedangkan roda empat mencapai sebelas unit," kata Rudi..

Pelanggaran yang dilakukan oleh para pengemudi kendaraan, sehingga petugas memberikan sangsi yakni tilang sebanyak 979 kali serta teguran sebanyak 803 kali.

"Kebanyakan pelanggaran yang dilakukan kendaraan roda dua sebanyak 1.198 kasus dan roda empat sebanyak 174 kasus," katanya.

"Angka kejadian kecelakaan lalu lintas selama arus mudik-balik tahun ini mengalami penurunan dibanding tahun 2008," katanya.

Pada tahun 2008, tercatat 32 kasus kecelakaan lalu lintas di Kaltim dengan jumlah korban tewas sebanyak 20 orang, luka berat 21 orang dan luka ringan 7 orang, serta kerugian materi mencapai Rp118,8 juta.

Adapun wilayah yang paling banyak kasus kecelakaan lalu lintas adalah Samarinda dengan delapan kejadian, dua orang meninggal dunia, enam orang luka berat dan lima orang luka ringan.

Selanjutnya, kejadian kecelakaan lalu lintas terbanyak selanjutnya adalah Kabupaten Paser dengan lima kejadian yang menewaskan enam orang, luka berat satu orang dan luka ringan tiga orang, kata Rudi.

Sedangkan di Kota Balikpapan tercatat tiga orang meninggal dunia dari dua kasus kecelakaan, luka berat tercatat satu orang dan tidak ada luka ringan.

"Kecelakaan kebanyakan terjadi karena kesalahan manusia antara lain tidak mentaati rambu-rambu lalu lintas di jalanan," katanya.

Polda Kaltim mengerahkan 3.500 personel untuk pengamanan Lebaran atau Idul Fitri 1430 Hijriah pada operasi Ketupat 2009.(*)
Bom Waktu Industri Penerbangan

indosiar.com, Jakarta - Departemen Perhubungan menilai, Adam Air tidak menjalankan prosedur yang telah ditetapkan. Seperti tidak melakukan pembinaan dan pengawasan pilot secara benar, sehingga mutu SDM-nya buruk, menggunakan suku cadang pesawat yang tidak memiliki dokumen kelaikan, dan tidak melakukan perawatan pesawat sesuai standar. Yang lebih memprihatinkan Adam Air diketahui tidak membayar asuransi, dan biaya parkir pesawat di bandara Soekarno-Hatta yang nilainya miliaran rupiah.
Kemelut mulai memuncak, ketika PT Global Transport Services (GTS) dan PT Bright Star Perkasa (BSP), anak perusahaan PT Bhakti Investama menarik 50 persen sahamnya. Dua investor tersebut menilai manajemen Adam Air tidak memperhatikan aspek keselamatan, tidak transparan. padahal nilai sahamnya sebesar Rp 157,5 milyar.
Untungnya, pemerintah bertindak cepat dengan mencabut izin terbang Adam Air 18 Maret lalu, selama tiga bulan. Keputusan pemerintah merupakan hasil audit aspek keselamatan semua maskapai nasional.
Tak beroperasi Adam Air secara normal membuat sejumlah calon penumpang kecewa dan berang. Penumpang yang terlantar. Adapun tiket pesawat tidak bisa di uangkan dengan cepat. Kejadian itu, terjadi di sejumlah bandara udara.
Maskapai ini memang memiliki catatan keselamatan yang sangat buruk. Di awal tahun 2007 pesawat Adam Air hilang di perairan Majene, Sulawesi Barat, yang menewaskan lebih 102 orang penumpang pesawat.
Dari hasil investigasi komite nasional keselamatan transportasi KNKT, di simpulkan kecelakaan akibat kerusakan sistem navigasi dan kegagalan pilot menerbangkan pesawat.

Insiden lain pada tanggal 10 Maret lalu, terjadi, ketika pesawat boeing 737 milik PT Adam Sky Connection Air Lines mendarat keluar landasan di bandara Hang Nadim, Batam.
Segmen II
Kasus Adam Air boleh dibilang merupakan sebuah kasus, dari segudang permasalahan yang saat ini sedang menghantui bisnis penerbangan komersiil di tanah air .
Kecelakaan demi kecelakaan pesawat, akhirnya menyingkap problem transportasi udara di negeri ini. Bukan saja menyangkut persoalan munculnya persaingan yang cenderung tidak sehat, pengelolaan yang tidak profesional, namun yang paling utama, adalah diabaikannya keselamatan penumpang, karena menyangkut nyawa manusia. Jika kita cermati dalam beberapa tahun terakhir, kasus kecelakaan pesawat terbang sangat menonjol.
Data dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi, setidaknya 280 jiwa melayang, dan ratusan lain terluka, akibat kecelakaan pesawat selama dua tahun terakhir. Kecelakaan terjadi akibat banyak hal, dari cuaca buruk, human error hingga, persoalan tekhnis, seperti mutu spare part pesawat terbang, yang sebenarnya sudah tidak memenuhi syarat, namun tetap saja digunakan.
Masih jelas dalam ingatan kita, tragedi kecelakaan pesawat Adam Air, boeng 737 300 yang hilang di perairan Majene Sulawesi Barat, 1 Januari 2007. Seluruh penumpangnya yang berjumlah 102 tewas. Bahkan bangkai pesawat dan jenazah para penumpangnya hingga kini tidak ditemukan.
Pada 7 Maret 2007 pesawat boeing 737-400 milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia terhempas dan terbakar di landasan pacu bandara Adisucipto Yogyakarta.
Dalam tragedi ini 22 penumpangnya tewas. Berdasarkan penyelidikan Komite Nasional Keselamatan Transportas diduga, kecelakaan pesawat akibat kesalahan pilot.
Bahkan pihak kepolisian telah menetapkan pilot Marwoto Komar sebagai tersangka. Pada 5 September 2005, pesawat milik maskapai penerbangan Mandala Airlines jatuh beberapa detik setelah lepas-landas dari bandara udara polonia. Pesawat sempat menabrak gedung sebelum akhirnya terbakar. Pesawat jatuh tepat di permukiman padat. 149 orang penumpangnya tewas.
Pada 30 November 2004, pesawat milik Lion Air dengan nomor penerbangan JT 538, jurusan Jakarta – Solo, terhempas dan meluncur keluar landasan bandar udara Adi Sumarmo Solo, Jawa Tengah. kecelakaan terjadi saat hujan lebat. Dalam peristiwa ini 26 orang penumpang meninggal dunia .
Belum lagi terjadi puluhan kali kecelakaan pesawat yang tidak menimbulkan korban. dari kasus keluarnya pesawat dari landas pacu, tabrakan antara dua pesawat saat di bandar udara, hingga lepasnya komponen sayap pesawat terbang.
Buruknya kinerja perusahaan maskapai penerbangan di Indonesia, mendapat perhatian dari berbagai kalangan. Bahkan pada 6 Juli 2007, Uni Eropa resmi mengeluarkan larangan bagi maskapai penerbangan Indonesia, memasuki wilayah Eropa.
Buruknya pengelolaan perusahaan maskapai penerbangan, ditengarai akibat ketatnya persaingan. Hampir seluruh maskapai penerbangan terjebak dalam perang tarif. Karena itu mereka habis habisan melakukan efisiensi.
Fatalnya banyak maskapai yang melakukan efisiensi dengan langkah yang sembrono. Mereka tidak menjalankan prosedur perawatan pesawat sesuai standar. Bahkan diduga banyak maskapai tidak mengganti sparpart, yang sudah tidak memenuhi standar.

Para pengelola maskapai penerbangan komersial, seperti tidak menyadari bahwa keselamatan nyawa para penumpang jelas jelas terancam, dengan kondisi pesawat yang tidak dirawat sesuai prosedur.
Meski sudah berkali kali diberikan peringatan oleh komite nasional keselataman transportasi sebagai lembaga yang mengawasi industri penerbangan, namun banyak pengelola maskapai penerbangan, yang membantah sinyalemen tersebut.
Akibat banyaknya kasus kecelakaan pesawat, pemerintah berjanji akan terus melakukan pengawasan ketat, terhadap industri penerbangan. Ini tugas berat bagi Departemen Perhubungan, untuk menepati janjinya.karena saat ini jumlah maskapai penerbangan mencapai 26 buah. Bandingkan saja dengan sebelum krisis moneter tahun 2007, dimana jumlah maskapai penerbangan komersial hanya 5 buah.
Segmen III
Carut marutnya industri penerbangan di Indonesia beberapa tahun terakhir, menandakan bahwa maskapai penerbangan tidak dikelola secara profesional. Sebagai salah satu moda transportasi, mestinya para pengelola maskapai penerbangan, menempatkan faktor keselamatan di atas segala galanya.
Pemerintah sendiri sebenarnya telah mengeluarkan berbagai regulasi di bidang penerbangan. Presiden sendiri telah menginstruksikan pembentukan tim nasional evalusasi keselamatan transportasi, yang akan membenahi regulasi di sektor penerbangan. Tim tersebut akan mengatur kembali mengenai penerbangan murah, manajemen transportasi dan keselamatan penerbangan.
Pada Maret 2007, Departemen Perhubungan bahkan mengumumkan rangking seluruh maskapai penerbangan.
Dari 54 maskapai penerbangan, baik yang berjadwal maupun sewa, tidak ada satupun maskapai yang masuk kategori satu. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, berkali kali menuntut pemerintah memperbaiki kinerja perusahaan penerbangan.
Pengelola maskapai penerbangan, diminta tidak hanya mengejar keuntungan, dengan mengabaikan faktor keselamatan. Kini masyarakat hanya bisa berharap, pemerintah sungguh sunggu membenahi industri penerbangan, Karena keselamatan nyawa manusia, adalah segala galanya. Maskapai penerbangan yang tidak dikelola secara profesional, pemerintah harus bertindak tegas, seperti yang dilakukan terhadap Adam Air.
Hal tersebut bisa terwujud, jika pejabat para Departemen Perhubungan, memiliki integritas tinggi untuk meneggakkan aturan, dan tidak tergoda melakukan praktek praktek buruk, yang memungkinkan terjadinya kompromi dengan pengelola maskapai penerbangan.
Kasus Adam Air, hanyalah puncak gunung es dari borok-borok industri penerbangan di Indonesia. Tak beroperasi Adam Air secara normal membuat sejumlah calon penumpang kecewa dan berang. Pada saat izin Adam Air di cabut banyak calon penumpang yang terlantar. Adapun tiket pesawat tidak bisa di uangkan dengan cepat.
Kejadian itu, terjadi di sejumlah bandara udara. Kasus pencabutan izin terbang Adam Air sebagai bukti lemahnya Departemen Perhubungan mengawasi kinerja perusahaan industri pesawat terbang. Seharusnya pengawasan dan audit di lakukan sejak dari dahulu, agar tidak terjadi lagi seperti kasus Adam Air.
Tak beroperasi Adam Air secara normal membuat sejumlah calon penumpang kecewa dan berang . Pada saat izin Adam Air di cabut banyak calon penumpang yang terlantar. Adapun tiket pesawat tidak bisa di uangkan dengan cepat. Kejadian itu, terjadi di sejumlah bandara udara. (Sup)
Teratai Prima
Kapal Motor Teratai Prima 0 adalah kapal feri yang mengalami musibah di perairan Tanjung Baturoro, Sendana, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, pada hari Minggu, 11 Januari 2009 dini hari.
Berdasarkan manifes kapal ini mengangkut 267 orang penumpang dan diperkirakan ada 103 penumpang gelap[1], ditambah dengan sejumlah awak kapal dan nakhoda. Batas kapasitas kapal ini 300 orang. Sampai pk. 22.00 Senin malam, 36 orang korban berhasil diselamatkan nelayan, sementara sisa lainnya belum diketahui nasibnya.
Penyebab
KM Teratai Prima 0 yang secara teratur seminggu sekali melayani rute Samarinda - Parepare berangkat dari Pelabuhan Parepare hari Sabtu sekitar pukul 17.00 WITA.
Menurut awak kapal yang selamat, musibah kapal ini disebabkan oleh angin puting beliung yang menimbulkan gelombang setinggi 2 meter.
Selain cuaca yang buruk, kecelakaan ini juga diduga karena spesifikasi mesin yang tidak memadai untuk kapal tersebut. Kapal ini hanya menggunakan mesin 2x520 pk, ukuran mesin ini biasa digunakan sebuah mobil dan kapasitas daya tampung bahan bakarnya hanya 6 ton. [2]
Penyebab lainnya adalah, nakhoda KM Teratai Prima bersikeras tetap menjalankan operasi meski sudah diperingatkan akan adanya cuaca buruk yang akan terjadi di perairan Majene, Sulawesi Barat.[3]
Usaha penyelamatan
Usaha pencarian dan penyelamatan korban dilakukan sejak Minggu sore. Pihak kepolisian setempat menjelaskan bahwa berita kecelakaan baru diterima sekitar pk. 15.00 WITA. Upaya untuk melakukan pencarian korban menemui hambatan karena cuaca buruk sehingga menyulitkan tim evakuasi yang terdiri dari Badan SAR Nasional bersama tim SAR dari Polri, TNI AL, KPLP, TNI AD setempat serta dukungan pesawat TNI AU terus melakukan pencarian korban.[4]
Perairan rawan
Perairan Majene dikenal sebagai daerah rawan kecelakan laut untuk rute Sulawesi-Kalimantan. Pada 19 Juli 2007, KM Mutiara Indah tenggelam di perairan yang sama, sekitar 2,4 km dari Pantai Tanjung Rangas. Pada 20 Juli 2007, KM Fajar Mas tenggelam 96 km dari Pantai Tanjung Rangas. Beberapa kapal lainnya juga tenggelam di lokasi sekitarnya. Perairan Majene juga tercatat sebagai lokasi jatuhnya pesawat Adam Air KI 574 yang hilang pada 1 Januari 2007 yang menewaskan seluruh penumpang dan awak yang berjumlah 102 orang.
Catatan kaki
1. ^ (en)BBC: Korban dapat mencapai 300 jiwa
2. ^ Spesifikasi Mesin Rendah Diduga Turut Jadi Penyebab
3. ^ Nakhoda Merasa Lebih Tahu Medan, Syahbandar Tidak Bisa Memaksa
4. ^ Cuaca Buruk Persulit Pencarian Korban
KASUS LALULINTAS
BANDUNG--MI: Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,
menangani lebih dari 155 kasus kecelakaan lalu lintas (Lakalantas) selama
arus mudik Lebaran 2009.

"Dari H-7 hingga Lebaran hari pertama (Minggu, (20/9) tercatat 155 kasus kecelakaan lalu lintas yang masuk di Instalasi Gawat Darurat(IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)," kata salah seorang petugas IGD RSHS Bandung, dr Siti, Rabu (23/9).

Ia menjelaskan, kasus kecelakaan lalu lintas paling terjadi pada hari pertama lebaran, yakni mencapai 47 kasus dari 159 kasus kunjungan IGD RSHS Bandung.

"Hampir sepertiga kasus yang masuk ke IGD pada saat Lebaran ialah kecelakaan lalu lintas. Angka tertinggi sejak IGD kita dijadikan Posko Siaga Mudik H-7 lalu," katanya.

Sebelumnya, pihaknya memperkirakan kasus kecelakaan lalu lintas di Kota Bandung dan sekitarnya akan mengalami puncak pada malam takbiran atau H-1.

Ia menjelaskan, jumlah kasus kecelakaan yang dirujuk ke RSHS Bandung saat malam takbiran Sabtu lalu juah lebih sedikit jika dibandingkan tahun lalu 2008.

"Saya lupa angka, yang pasti kasus kecelakaan malam takbiran sekarang juah lebih menurun kalau dibandingkan tahun sebelumnya," ujarnya.

Dikatakannya, korban kecelakaan lalu lintas yang datang ke IGD RSHS kebanyakan merupakan rujukan RS daerah, meskipun juga tidak sedikit yang berasal dari Kota Bandung dan menderita luka lecet-lecet, patah tulang hingga luka robek di bagian kepala.
Sementara itu, jumlah kasus kecelakaan yang ditangani oleh Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibabat Kota Cimahi selama malam takbiran hanya enam kasus.
"Jumlah kasus kecelakan saat malam takbiran (Sabtu,19/9) yang dirujuk ke Cibabat hanya enam kasus saja. Itu pun tidak sampai dirawat inap," kata Koordinator Kamar IGD RSUD Cibabat Ketut Surata.

Ketut mengatakan, untuk jumlah pasien yang dirawat selama arus mudik Lebaran 2009 di RSUD Cibabat Kota Cimahi juga mengalami peningkatan.

"Dari data yang ada, jumlah pasien yang dirawat selama arus mudik atau
H-7 hingga sekarang mengalami peningkatan. Setiap harinya tak kurang dari
40 orang dirawat di sini," kata Ketut.

FATWA HARAM FOTO PRE WEDDING



A. Latar Belakang
Kontroversi kembali digulirkan dalam jagad ijtihadiyah umat Islam Indonesia dalam hal kontemporer. Pondok Pesanren Lirboyo Kediri dalam peringatan seabad berdirinya ponpes tersebut setidaknya menjadi ajang diskusi hangat antara 248 peserta perwakilan 46 pondok pesantren sejawa timur guna membahas masalah kontemporer. Ada beberapa topik hangat yang diangkat seperti masalah halal ataukah haram foto pra nikah. Tak urung pasca munculnya fatwa tersebut menimbulkan kontroversi, ada yang menanggapi hal tersebut dengan berapi-api menolak, ada yang beranggapan biasa-biasa saja dan bahkan ada yang menanggapi dengan tanggapan “fatwa tersebut terlalu berlebihan”.
Munculnya fatwa haram dari salah satu pondok pesantren terbesar di Kediri, Lirboyo menimbulkan beberapa kontroversi. Banyak diantara orang yang menentang, dan juga banyak diantara orang-orang yang mendukung. Sudah tentu yang namanya fatwa ada yang menentang, ada yang mendukung. Orang yang memberikan fatwa pun paling tidak harus mempunyai landasan yang kuat, adapun orang yang menentang fatwa tersebut, paling tidak juga harus mempunyai landasan yang kuat jadi tidak hanya asal bilang, “Saya menolak”.
Di berbagai milis, blog dan juga komentar-komentar singkat di berbagai situs berita di internet kebanyakan komentar-komentar yang ada tanpa adanya landasan ilmu. Kebanyakan mereka asal cuap dan mengatakan bahwa yang berfatwa itu kebanyakan orang-orang bodoh, atau bahkan merendahkan kedudukan mereka berfatwa. Sebenarnya, kalau kita runut pokok inti permasalahan yang ada, maka kita akan temui jawaban atas persoalan ini. Kali ini saya akan mencoba untuk menguak jawaban dari permasalahan ini, agar orang-orang yang asal mengatakan haram dan menolak itu tidak asal bicara.
B. PEMBAHASAN
Siapakah mahram itu?
Nasab itu ada tujuh orang, Sebagaimana Allah berfirman yaitu:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاتُكُمْ وَبَنَاتُ الأخِ وَبَنَاتُ الأخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
artinya: “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” [Q.S. An Nisaa': 23]
Dalam masalah sepersusuan Rasululloh shallallahu’alaihi wa salam bersabda: “Sesuatu yang haram karena sepersusuan, hukumnya sama haramnya dengan yang karena nasab”. [HR. Bukhori: 3645]
Dengan demikian yang bukan mahram dan tidak boleh disentuh adalah:
1. Anak perempuan saudara laki-laki bapak.
2. Anak perempuan saudara perempuan bapak.
3. Anak perempuan saudara laki-laki ibu
4. Anak perempuan saudara perempuan ibu.
5. Saudara perempuan istri
6. Anak perempuan teman.
7. Anak perempuan tetangga.
Orang-orang yang bukan mahram di atas diharamkan untuk disentuh, sekalipun itu untuk berjabat tangan. Dan hukumnya haram. Dalilnya adalah:
Rasululloh Shallallahu’alaihi wa salam bersabda: “Sungguh apabila salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum besi, hal itu lebih baik pada dia menyentuh perempuan yang tidak halal baginya [Lihat Silsilah Ash Shohihah 226]
Dalam hadits yang lain Rasululloh Shallallahu’alaihi wa salam bersabda, “Sungguh aku tidak berjabat tangan dengan kaum wanita (yang bukan mahram), [Lihat As Shohihah no 226]
Aisyah radhiyallahu’anha menambahkan, “Tangan rasululloh shallallahu’alaihi wa salam tidak pernah menyentuh seorang wanita pun, kecuali yang beliau miliki (mahram)” [HR. Bukhari]
Ibnu Umar radhiyallahu’anhum juga memperkuat, “Adalah rasululloh tidak menjabat tangan wanita yang bukan mahram ketika bai’at”. [Lihat Shohihul Jami' 4732]
Dan untuk hal ini kita harus menjadikan Rasululloh shallallahu’alaihi wa salam sebagai suri tauladan, sebagaimana Allah berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” {Q.S. Al Ahzab: 21}
Bagaimanakah dengan foto pre-wedding?
Banyak foto-foto pre-wedding yang diharamkan. Berdasarkan dalil-dalil yang saya kemukakan di atas, bahwa seseorang yang belum jadi mahramnya, maka diharamkan untuk bersentuhan, baik berjabat tangan bahkan lebih dari itu.
Satu hal yang penting diketahui tentang forum di Jawa Timur itu Cuma sebuah pondok pesantren yang menghimbau murid-muridnya soal pro kontra ini. Bukan sebuah fatwa. Karena dalam mengeluarkan sebuah fatwa, harus berkumpul semua lapisan masyarakat muslim untuk membahas sesuatu dalam sudut pandang Islam, untuk kebaikan umat muslim itu sendiri.
Mencontohkan perbuatan ini terjadi manakala calon pengantin dengan sengaja berangkulan, berduaan, dan berciuman hingga menimbulkan tindakan percampuran yang melanggar batas kesusilaan. Bahkan beberapa calon pengantin perempuan dengan sengaja mempertontonkan auratnya kepada calon suami dan fotografer sekaligus. “Karena itu juru gambarnya juga haram karena membolehkan kemaksiatan,”
Dan, Yang diharamkan yaitu bagi muslimah yang tidak menutup auratnya. Karna ada fatwa dari Allah langsung tentang pengharaman ini: “Wahai Nabi, suruhlah isteri-isterimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (ketika mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan yang baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu dan (ingatlah) Allah adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Surat al-Ahzab, ayat 59).
Sementara, untuk pembuatan foto pre wedding diharamkan juga untuk 2 hal, yaitu bagi pasangan mempelai dan fotografer yang melakukannya. Untuk mempelai diharamkan apabila dalam pembuatan foto dilakukan dengan dibarengi adanya mendekatkan pria dan wanita yang bukan muhrim, ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), khalwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat). Sementara pekerjaan fotografer pre wedding juga diharamkan karena dianggap menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan. Tak semua foto pre wedding haram. Untuk foto pre wedding nya sendiri tak bisa dikatakan haram.
Fotonya sendiri tidak masalah. Yang menjadi masalah kalau fotonya membuka aurat. Apalagi statusnya masih calon suami istri tapi sudah foto peluk-pelukan. Itu yang menjadi persoalan.
Jika fotonya ada jarak dan terpisah maka tidak masalah dan tak haram. Ajaran agama sudah menyatakan batasan hubungan pria dan wanita dalam bergaul.
Jadi bukan Fotonya yang haram, Tapi prosesnya. Sebenernya Haramnya berdekat-dekatan bagi yang bukan muhrim itu bukan ulama yang mengharamkannya, tapi Allah SWT dalam firmannya:
”Dan apabila kalian meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri nabi) maka mintalah dari belakang tabir (hijab). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka." (Al-Ahzab : 53)
Dan sabda Nabi Muhammad SAW : "Janganlah salah seorang diantara kalian (laki-laki) bersepi-sepi (berkhalwat) dengan wanita malainkan harus disertai mahramnya." (Mutafaqqun'alaihi).
Adapun banyak orang orang yang tidak berhijab atau yang melakukan praktek pacaran berpendapat masalah ini. Bagi mereka kenapa foto pre wedding haram?. Sebenarnya yang haram itu Berdekatan dengan yang bukan muhrim, apakah itu pacaran atau berteman biasa sesuai dengan dalil diatas. Mereka berpendapat demikian karna mereka heran, bagi mereka wajar-wajar aja foto-foto berdua sama pacar atau temen, kenapa malahan sebelum menikah malah diharamin. Jadi, bukan foto pre weddingnya yang haram, tetapi proses berdekat-dekatan bagi yang bukan muhrim itu haram.
Allah berfirman : "Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji, dan merupakan jalan yang buruk." (Al-Israa' : 32).
C. Penutup
Fatwa itu di buat dalam konteks untuk memetakan batasan syariah terhadap sebuah fenomena yang berkembang. Kalau kemudian mencari semua masalah di dunia ini, dalam Al-Qur'an dan hadist akan sulit. karena disini Al-Qur'an dan hadist berfungsi sebagai rujukan hukumnya yang kemudian di tranformasikan ke dalam fenomena faktual. Intinya fatwa dibuat belakangan karena belum ada aturannya tekstual dalam Al-Qur'an dan hadist. namun demikian beberapa konsesi harus terpenuhi. Misalnya tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Dan hanya mengikat bagi umat muslim saja.
Karena sudah sempurnanya Islam, karena sudah lengkapnya Islam, karena sudah cukupnya nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah, maka dengan mematuhi keduanya hukumnya wajib. Hal ini harus disadari dulu, sebab banyak orang yang berkata dan berpendapat terhadap suatu masalah dalam urusan agama, tapi kepatuhannya terhadap Al Qur’an dan As Sunnah masih setengah-setengah.
Saya ambil sikap pertengahan, boleh foto pre-wedding dengan cara tidak seperti di atas, misalnya tanpa gandengan, pelukan dan sebagainya? Dari dalil-dalil yang sudah saya sebutkan di atas bisa menilai sendiri.
Dan pengharaman foto pre-wedding dengan cara di atas, untuk 2 hal, yaitu bagi pasangan mempelai dan fotografer yang melakukannya. Untuk mempelai diharamkan apabila dalam pembuatan foto dilakukan dengan dibarengi adanya mendekatkan pria dan wanita yang bukan muhrim, ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), khalwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat). Sementara pekerjaan fotografer pre wedding juga diharamkan karena dianggap menunjukkan sikap rela dengan kemaksiatan. Tak semua foto pre wedding haram. Untuk foto pre wedding nya sendiri tak bisa dikatakan haram.





MAKALAH
METODOLOGI PENELITIAN HUKUM ISLAM
(FATWA HARAM FOTO PRE WEDDING)






Oleh :
Humaira ( 07120010 )





UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2010

UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN AGAMA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Norma dalam kehidupan sosial merupakan nilai-nilai luhur yang menjadi tolak ukur tingkah laku sosial. Jika tingkah laku yang di perlihatkan sesuai dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai baik dan diterima, sebaliknya, jika tingkah laku tersebut tidak sesuai atau bertentangan dengan norma yang berlaku, maka tingkah laku tersebut dinilai buruk dan ditolak. Tingkah laku yang menyalahi norma yang berlaku ini disebut dengan tingkah laku yang menyimpang.
Penyimpangan tingkah laku ini dalam kehidupan banyak terjadi, sehingga sering menimbulkan keresahan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat beragama penyimpangan yang demikian itu sering terlihat dalam bentuk tingkah laku aliran keagamaan yang menyimpang dari ajaran induknya.
Aliran kepercayaan yang menyimpang dan bertentangan dengan ajaran agama akan selalu muncul dari waktu kewaktu dengan berbagai sebab dan latar belakang, hal ini tentunya dapat memicu masyarakat untuk terprovokasi melakukan tindakan main hakim sediri terhadap suatu aliran kepercayaan yang menyimpang. Oleh karenanya negara perlu melakukan intervensi dan melakukan pengaturan-pengaturan terkait dengan perlindungan terhadap agama demi terciptanya ketertiban umum.
Dengan berlakunya UU No.1/PnPS/1965 tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama tersebut, diharapkan melindungi ketenteraman beragama tersebut dari penodaan/penghinaan serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
1. 2 RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan pendahuluan diatas maka rumusan masalah yang akan dibahas dalam masalah ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan dari Undang-undang N0.1 tahun 1965 UU tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama.
2. Bagaimana cara Pencapaian tujuan yang dimaksud dalam Undang-undang N0.1 tahun 1965 UU tentang pencegahan penyalahgunaan atau penodaan agama.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TUJUAN UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN AGAMA
Pengaturan mengenai penodaan terhadap agama diatur dalam pasal 156a KUHP, yang berbunyi:
“Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: (a) yang pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; (b) dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang maha Esa.”
Dalam penjelasan pasal 156a KUHP tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan penodaan terhadap agama. Bahkan hanya disebut bahwa tindakan pidana yang dimaksud adalah perbuatan yang semata-mata (pada pokoknya) ditujukan kepada niat untuk memusuhi atau menghina. Penulis berpendapat bahwa penodaan yang dimaksud oleh pasal 156a KUHP adalah perbuatan yang ditujukan kepada niat untuk mencela, menjelekkan, mencemarkan (nama baik), merendahkan (kehormatan) atau menista suatu agama, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pasal 156a ini dimasukkan ke dalam KUHP Bab V tentang Kejatahan terhadap Ketertiban Umum yang mengatur perbuatan menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap orang atau golongan lain di depan umum. Juga terhadap orang atau golongan yang berlainan suku, agama, keturunan dan sebagainya. Pasal-pasal tersebut tampaknya merupakan penjabaran dari prinsip anti-diskriminasi dan untuk melindungi minoritas dari kewenang-wenangan kelompok mayoritas.
Mengapa aturan tentang penodaan agama perlu dimasukkan dalam KUHP? Pertanyaan ini barangkali bisa dijawab dengan memperhatikan konsideran dalam UU No. 1/PNPS/1965 tersebut. Di sana disebutkan beberapa hal, antara lain:
1. Undang-undang ini dibuat untuk mengamankan Negara dan masyarakat, cita-cita revolusi dan pembangunan nasional dimana penyalahgunaan atau penodaan agama dipandang sebagai ancaman revolusi.
2. Timbulnya berbagai aliran-aliran atau organisasi-organisasi kebatinan/ kepercayaan masyarakat yang dianggap bertentangan dengan ajaran dan hukum agama. Aliran-aliran tersebut dipandang telah melanggar hukum, memecah persatuan nasional dan menodai agama, sehingga perlu kewaspadaan nasional dengan mengeluarkan undang-undang ini.
3. Karena itu, aturan ini dimaksudkan untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyelewengan ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok oleh para ulama dari agama yang bersangkutan; dan aturan ini melindungi ketenteraman beragama tersebut dari penodaan/penghinaan serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4. Seraya menyebut enam agama yang diakui pemerintah (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu [Confusius]), undang-undang ini berupaya sedemikian rupa agar aliran-aliran keagamaan di luar enam agama tersebut dibatasi kehadirannya.
Prof. Oemar Seno Adji dapat ditunjuk sebagai ahli hukum yang paling bertanggung jawab masuknya delik agama dalam KUHP. Dasar yang digunakan untuk memasukkan delik agama dalam KUHP adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima negara Pancasila. UUD 1945 pasal 29 juga menyebutkan bahwa negara berdasar Ketuhana Yang Maha Esa. Karena itu, kalau ada orang yang mengejek dan penodaan Tuhan yang disembah tidak dapat dibiarkan tanpa pemidanaan. Atas dasar itu, dengan meilihat Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai titik sentral dari kehidupan kenegaraan, maka delik Godslastering sebagai blasphemy menjadi prioritas dalam delik agama.
Jika dilihat latarbelakang sejarahnya, Undang-undang ini dibuat untuk mengamankan negara dan masyarakat, cita-cita revolusi dan pembangunan nasional di mana penyalahgunaan atau penodaan agama dipandang sebagai ancaman revolusi. Ditambah lagi dengan munculnya aliran-aliran atau oraganisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang dianggap bertentangan dengan ajaran dan hukum agama. Aliran-aliran tersebut dipandang telah melanggar hukum, memecah persatuan nasional dan menodai agama sehingga perlu kewaspadaan nasional. Dan yang terpenting, Undang-undang ini dimaksudkan untuk mencegah agar jangan sampai terjadi penyelewengan ajaran-ajaran agama yang dianggap sebagai ajaran-ajaran pokok oleh para ulama dari agama yang bersangkutan dan aturan ini melindungi ketentraman beragama tersebut dari penodaan/penghinaan serta dari ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.











BAB III
CARA MENCAPAI TUJUAN
Cara mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No.10 tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan perundang-undangan.
3.1 PERAN NEGARA DALAM MENCEGAH PENODAAN AGAMA
Arus globalisasi dan modernisasi tidak hanya menghilangkan jarak antara negara, namun juga negara-negara saling mewarnai sehingga mengakibatkan pergeseran nilai-nilai agama, nilai-nilai tradisional, serta ekonomi sosial budaya. Perubahan sosial politik terjadi begitu cepat dan memunculkan respon yang begitu beragam baik dalam bentuk gerakan-gerakan keagamaan,maupun gerakan dibidang ekonomi, politik bahkan dalam bidang kenegaraan. Gerakan keagamaan ada yang bersifat radikal, liberal, bahkan sekuler. Gerakan keagamaan yang radikal cenderung menolak perubahan, liberal menerima secara terbuka alkurturasi hampir tanpa filter. Sementara sekulerisme sejak awal perpegang teguh bahwa agama dalah urusan setiap individu dan negara tidak boleh mencampuri urusan keagamaan warga negaranya, dalam sifat yang terakhir, tidak ada istilah radikal atau liberal. Sekulerisme radikal sangat anti terhadap keikutsertaan negara dalam urusan keagamaan warga negaranya, sekulerisme liberal berpandangan sah-sah saja negara ikut mengurusi dan mengatur masalah keagamaan warganegaranya dengan maksud melindungi kebebasan agama orang lain. Begitu pula sebaliknya, atas nama demokrasi, gerakan liberal menilai bahwa kelompok agama radikal tidak bisa berjalan beriringan dengan demokrasi.
Indonesia sebagai bagian dari persyarikatan Bangsa-Bangsa, berkewajiban untuk tunduk terhadap DUHAM yang telah diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal, 10 Desember 1948. Namun demikian, bangsa Indonesia, sebagai bangsa beragama dengan mayoritas umat Islam, tetap menegaskan jati dirinya. Artinya DUHAM, tidak dapat diterima ‘mentah-mentah’ sebagai sesuatu yang taken for granted. Hal ini dapat kita cermati pada Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia: “Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
Keberadaan PNPS Nomor 1/PNPS/1965 jo UU Nomor 5 Tahun 1969 yang dalam Pasal 1 disebutkan bahwa:”Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatau agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu,penafsiran dan kegaitan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama itu”.
Kemudian bagi pemeluk agama dan kepercayaan apapun seharusnya dapat memahami hukum di Indonesia dan mematuhinya. Perlu diingat bahwa selain hukum Indoensia mengatur tentang jaminan perlindunagan HAM juga harus diketahui bahwa ”ada kewajiban asasi ” yang harus dilakukan oleh setiap orang yaitu Pasal 28 J Ayat (1) dan (2) UUDRI tahun 1945 yang menyatakan bahwa: ”Dalam menjalankan kebebasannya setiap orang harus tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjaga ketertiban umum/ masyarakat”. Jadi baik bagi yang main hakim sendiri atau bagi yang tidak menghormati hak orang lain dengan cara melanggar UU atau bagi pembuatan aturan yang mengeluarkan pembatasan secara extra legal, menurut Penulis kontra produktif dengan apa yang dikehendaki Pasal 28J tersebut.
Menurut Daming, setiap orang berhak untuk memeluk suatu agama, mengembangkan dan memelihara hakekat ajaran agama yang dianut, tetapi tidak bebas membuat penyimpangan, merusak atau mengacak-acak ajaran agama dan kepercayaan orang lain. didasarkan pada rumusan delik dalam pasal 156 KUHP: Di mana ada tertera 'Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia'.
3.2 PENGATURAN DELIK (TINDAK PIDANA) AGAMA DALAM HUKUM POSITIF
A. SILA 1, PANCASILA
Dasar yang digunakan untuk memasukkan delik agama dalam KUHP adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa prima negara Pancasila.
B. Pasal 29 UUD 1945
UUD 1945 pasal 29 juga menyebutkan bahwa negara berdasar Ketuhana Yang Maha Esa. Karena itu, kalau ada orang yang mengejek dan penodaan Tuhan yang disembah tidak dapat dibiarkan tanpa pemidanaan. Atas dasar itu, dengan meilihat Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai titik sentral dari kehidupan kenegaraan, maka delik Godslastering sebagai blasphemy menjadi prioritas dalam delik agama.
C. Pasal 28 J Ayat (1) dan (2) UUD RI tahun 1945
Pasal 28 J Ayat (1) dan (2) UUD RI tahun 1945 yang menyatakan bahwa: ”Dalam menjalankan kebebasannya setiap orang harus tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh Undang-Undang dengan maksud untuk menjaga ketertiban umum/ masyarakat”. Jadi baik bagi yang main hakim sendiri atau bagi yang tidak menghormati hak orang lain dengan cara melanggar UU atau bagi pembuatan aturan yang mengeluarkan pembatasan secara extra legal, menurut Penulis kontra produktif dengan apa yang dikehendaki Pasal 28J tersebut.
D. Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998
Sebagai anggota Persyarikatan Bangsa-Bangsa Indonesia menyatakan tanggungjawabnya untuk menghormati DUHAM tersebut, namun sebagai landasan pertama dan utama Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tersebut menegaskan, “Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.”
E. Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia No.15/1961
Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan Republik Indonesia No.15/1961, di mana ada pasal (pasal 2 ayat (3)) yang memberikan tugas kepada Kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan/kebatinan yang membahayakan masyarakat dan negara, semakin memperjelas keberadaan Pakem di institusi penegak hukum ini. UU No.15/1961 merupakan produk hukum yang menegaskan tugas kejaksaan untuk mengawasi aliran kepercayaan/kebatinan, dan ini sekaligus menarik institusi Pakem berada di bawak Kejaksaan yang sebelumnya 1961 berada di bawah Depag. UU No.15/1961 menambah tugas kejaksaan disamping untuk melakukan penuntutan atas suatu perkara pidana di pengadilan, juga melakukan pengawasan aliran kepercayaan/kebatinan yang membahayakan masyarakat dan negara. Suatu hal yang tidak lazim ketika kejaksaan dibebani tugas non-penuntutan seperti mengawasi aliran kepercayaan/kebatinan tersebut sebelum terbitnya UU Kejaksaan No.15/1961.
F. Pasal 156, Pasal 175, Pasal 176 KUHP (Delik Keagamaan)
Sedangkan pasal 156a yang sering disebut dengan pasal penodaan agama bisa dikategorikan sebagai delik terhadap agama. Sedang delik kategori c tersebar dalam beberapa perbuatan seperti merintangi pertemuan/upacara agama dan upacara penguburan jenazah (pasal 175); mengganggu pertemuan /upacara agama dan upacara penguburan jenazah (pasal 176); menertawakan petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang diizinkan dan sebagainya.
G. Pasal 341-348 RUU KUHP
Jika dalam KUHP yang selama ini berlaku penodaan agama hanya ada dalam satu pasal (156a), dalam RUU KUHP yang merevisi KUHP lama, pasal penodaan agama diletakkan dalam bab tersendiri, yaitu Bab VII tentang Tindak Pidana terhadap Agama dan Kehidupan Keagamaan yang di dalamnya ada 8 (delapan) pasal. Dari delapan pasal itu dibagi dalam dua bagian: Bagian I mengatur tentang tindak pidana terhadap Agama. Bagian ini mengatur tentang Penghinaan terhadap Agama (pasal 341-344) dan Penghasutan untuk Meniadakan Keyakinan terhadap Agama (pasal 345). Bagian II mengatur tentang Tindak Pidana terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah. Bagian ini mengatur dua hal, yaitu Gangguan terhadap Penyelenggaraan Ibadah dan Kegiatan Keagamaan (pasal 346-347); dan Perusakan Tempat Ibadah (pasal 348). Dari gambaran tersebut dapat dilihat dengan jelas adanya upaya untuk merentangkan lebih luas aspek penodaan agama ini.


BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Semua ini menunjukkan bahwa secara negara (state) dan pemerintahan (governance) Indonesia tidak membeda-bedakan warganya. Semua memiliki hak dan kesempatan yang sama serta memiliki hak pembelaan berdasarkan konstitusi negara Indonesia yang disetujui bersama. Maka, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Islam dan Kong Hu chu, dan bahkan agama-agama lainnya yang secara formal tidak terakui, bebas menjalankan keyakinan dan ibadahnya masing-masing dan dijamin secara konstitusi. ketika Majelis Ulama Indonesia menfatwakan bahwa Ahmadiyah sesat dan melaporkan ke Kejaksaan Agung sebagai bukan ajaran Islam, mereka telah melakukan fungsinya sebagai pembenteng akidah umat.
Indonesia sebagai bagian dari persyarikatan Bangsa-Bangsa, berkewajiban untuk tunduk terhadap DUHAM yang telah diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal, 10 Desember 1948. Namun demikian, bangsa Indonesia, sebagai bangsa beragama dengan mayoritas umat Islam, tetap menegaskan jati dirinya. Artinya DUHAM, tidak dapat diterima ‘mentah-mentah’ sebagai sesuatu yang taken for granted. Hal ini dapat kita cermati pada Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.
4.2 SARAN
Peranan PAKEM (Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat) ke depan harus lebih dititik beratkan pada peningkatan upaya-upaya yang bersifat preventif dengan melakukan penyuluhan dan penerangan hukum, melakukan pendekatan keagamaan dan bekerja sama dengan instansi-instansi pemerintah lainnya serta institusi agama untuk pencegahan terjadinya kasus penodaan agama.
PAKEM sebagai manifestasi intervensi negara dalam kehidupan beragama masih dirasakan relevan agar tidak menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat akibat makin merebaknya aliran-aliran kepercayaan ataupun aliran keagamaan yang menyalahgunakan dan menodai suatu agama.
DAFTAR PUSTAKA
Jaya S. Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama dalam Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Angkasa, 1982.
Leden Marpaung, Tindak Pidana terhadap Kehormatan: Pengertian dan Penerapannya, Jakarta, RajaGrapindo Persada, 1997.
M. Philippus Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, Bina Ilmu, 1988.
Moh. Kemal Darmawan, Startegi Pencegahan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994.

TUGAS UAS
POLITIK HUKUM
(UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1965 TENTANG PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN ATAU PENODAAN AGAMA)




Oleh :
Humaira ( 07400275)


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS HUKUM
2010

HUKUM BAGI PEMINUM MINUMAN KERAS DAN NARKOBA


A. Pendahuluan
Miras dan narkoba merupakan dua hal yang memiliki kesamaan daya perusak terhadap sendi-sendi kehidupan, sehingga menyita perhatian banyak kalangan. Lebih-lebih ketika sekian banyak penelitian menyatakan bahwa korban miras dan narkoba saat ini telah merambah ke segenap lapisan masyarakat mulai dari anak yang baru dilahirkan hingga orang tua, mulai dari rakyat jelata sampai konglomeratnya. Bahkan, tidak sedikit dari anak sekolah dasar hingga perguruan tinggi, yang ikut menjadi korban keganasannya. Yang sangat memprihatinkan lagi, bahwa perilaku orang tua sudah biasa mempengaruhi sejak si kecil masih berada dalam kandungan. Bila waktu hamil sang ibu terbiasa minum alkohol, maka resiko si kecil berkembang menjadi pecandu alkohol pun juga besar.

B. Pembahasan
Tinjauan Hukum Islam terhadap Miras dan Narkoba
Pertimbangan Hukum Islam terhadap Miras (Khamer)
Proses yang panjang dalam perjalanan manusia bersama minuman keras (khamer), pada akhirnya membuahkan suatu ketetapan bahwa miras adalah sebagai sesuatu yang dilarang (diharamkan). Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan dampak negatip yang ditimbulkan oleh miras, yaitu:
1). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya agama
2). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya keturunan
3). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya harta.
4). Miras sebagai faktor penyebab terganggunya akal
5). Miras sebagai penyebab terganggunya harga diri.
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5533791122113352466" />

Maka berdasarkan:
1. Q.S. Al-Baqarah 219-220: “Tentang dunia dan akhirat, Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakanlah: “Menurut urusan mereka secara patut adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang membuat kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijak….”(220).
2. Q.S. Al-Maidah 90 “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum (khamer), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
3. Q.S. Al-Maidah 91: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamer dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang, amak berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
4. Hadits Anas: “Dari Anas RA. Bahwasanya nabi Muhammad SAW, menjilid (melaksanakan hukuman had) dengan menggunakan pelepah kurma dan sandal. Kemudian Abubakar menjilid 40 kali. Ketika sampai pada giliranya Umar, sedangkan manusia mulai berdatangan dari pedesaan, beliau bertanya: apa pendapatmu tentang penjilitan terhadap masalah khamer? Seraya Abdurrahman bin Auf menjawab: aku melihat bahwa engkau menjilid dengan hukuman had yang paling ringan. Maka selanjutnya Umar menjilid sebanyak 80 kali.”
5. Hadits Abu Hurairoh: “Berkatalah Abu Hurairoh RA, seorang laki-laki peminum khamer didatangkan kehadapan Rosululloh, seraya beliau berkata: Pukullah dia. Maka diantara kita (para sahabat nabi) ada orang yang memukul dengan tanganya, ada yang memukul dengan sandalnya, dan ada yang memukul dengan pakaianya. Setelah lelaki tersebut pergi, sebagian kaum mengatakan semoga Allah menghinakan kamu. Maka bersabdalah Rosulullah SAW, jangan kau katakana demikian, jangan kau memberikan pertolongan kepada syetan atas dia”. (HR. Al-Bukhori dan Abu Daud)
Hukum Islam, menetapkan bahwa khamer adalah barang diharamkan. Barang siapa melanggar, berarti ia berbuat melawan hukum. Bagi peminumnya dikenakan hukuman had atau dicambuk (dipukul) sebanyak 40 kali. Berdasarkan hadits ini juga, hukuman had bisa ditingkatkan menjadi 80 kali, apabila hakim memandang perlu. Hal itu dilakukan manakala hakim melihat masalah dalam pemberatan hukuman had tersebut. Seperti apabila peminum sudah berkali-kali dijatuhi hukuman had tetapi tidak juga jera.
Adapaun alat yang dipergunaakn untuk memukul, boleh dengan segala sesuatu yang apabila dipukulkan bisa menimbulkan rasa sakit (bisa membuat si peminum jera), berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhori dan Abu Daud di atas, maka dengan demikian jelaslah bahwa persoalan alat untuk mencambuk atau melaksanakan hukuman had, menjadi kewenangan hakim.
alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5533790738469267106" />



Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa khamer atau miras dalam tinjauan (perspektif) hukum Islam adalah:
1) Hukumnya haram.
2) Peminumnya dikenakan hukuman had (dicambuk 40 kali hingga 80 kali), menurut keputusan hakim.
3) Penentuan alat untuk hukuman had, merupakan wewenang hakim.
Pertimbangan hukum Islam terhadap Narkoba
Pada pasal miras menurut hukum Islam telah dijelaskan bahwa seperti epium dan sebagainya, tidak diberlakukan hukuman had. Karena pada kenyataanya narkoba bukanlah miras. Untuk itu diperlukan qiyas sebagai alat beristidlal. Dengan maksud untuk menentukan hukuman bagi pelaku penyalahgunaan narkoba secara pasti dan adil. Oleh karena itu mekanisme penetapanya diserahkan kepada yang berwewenang atau hakim. Kalau menurut pandangan hakim, penyalahgunaan narkoba itu kadarnya di bawah standar miras, maka hakim menggunakan qiyas adwan. Dan hukuman yang dijatuhkan , potensinya berada di bawah hukuman had. Akan tetapi kalau penyalahgunaan narkoba itu sama kadarnya dengan miras, maka qiyas yang harus dipergunakan adalah qiyas musawi. Dan hukuman yang ditetapkan dipersamakan dengan hukuman had. Bergitu juga apabila penyalahgunaan narkoba itu kadarnya lebih besar dari pada miras, maka yang dipergunakan adalah qiyas aulawi. Dan hukuman yang ditetapkan harus lebih berat dari hukuman miras sesuai dengan muatan kadar narkoba yang dikonsumsi atau disalahgunakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-hal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat – tingkat tertentu:
a. Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien akan mengalami kematian.
b. Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada kekhawatiran matinya si pasien.
c. Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga.
Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adalah haram, karena pada narkoba terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya berbeda. Hal ini selaras dengan pernyataan Ibnu Taimiyah yang berbunyi:
“Berkatalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah r.a. mengkonsumsi ganja hukumnya adalah haram, bahkan termasuk sejelek-jelek perkara, baik sedikit maupun banyak, hanya saja mengkonsumsi secara banyak hukumnya haram berdasarkan kesepakatan umat Islam.”
Sejalan dengan itu Al-Imam Al-Qarafi juga berpendapat:
“Tumbuh-tumbuhan yang terkenal dengan anam ganja yang dikonsumsi oleh orang-orang fasiq, telah disepakati keharamanya oleh para ulama’, yaitu penggunaan dengan kadar banyak sehingga menghilangkan (berpengaruh) pada akal.
Ulama yang lain memberikan ulasan agak luas. Artinya tidak terbatas pada ganja saja. Mereka sudah memasukkan opium , marihuana dan sebagainya. Sebagaimana Syekh Muhammad A’lauddin Al –Hashkafi al-Hanafi, beliau mengatakan :
... ويحرم أكل البنج والحشيشة والأفيوم لأنه مفسد للعقل ويصد عن ذكر الله وعن الصلاة
“ …dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.”
Dari ulasan di atas bisa disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:”Segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik berupa tanaman maupun yang selainya. Selanjutnya istilah narkoba dalam terminology Islam disebut mukhoddirot”.
Hukum keharaman narkoba ditetapkan melalui jalan qiyas yang terdiri dari: qiyas aulawi, qiyas musawi dan qiyas adwan. Adapun sangsi hukumnya, bagi pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat atau toleransi.
C. Penutup
Beberapa hal yang bisa disimpulkan dari tulisan ini, dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal mendefinisikan miras (khamer), sebagai berikut:
a. Imam Abu Hanifah: Menurut al Imam Abu Hanifah, khamer (miras) adalah : “Minuman keras yang memabukkan yang berasal dari perasaan anggur saja”. Sedangkan yang terbuat dari selain anggur, dinamakan nabidz. Oleh karena itu bagi peminumnya (nabidz) tidak dikenakan hukuman had.
b. Jumhur ulama’ (Syafi’i, Maliki, dan Ahmad): Menurut mereka Khamer adalah:”Nama (sebutan) dari setiap minuman yang memabukkan “. Oleh karenanya dari apapun minuman itu dibuat, asalkan memabukkan, maka minuman tersebut layak dinamakan khamer. Bagi peminumnya dikenakan hukuman had.
c. Untuk memperoleh definisi yang kongkrit, dan sesuai dengan pendapat ulama Syafi’iyah sebagai panutan mayoritas masyarakat hukum di Indonesia, diadakan penggabungan kedua definisi di atas. Sehingga khamer didefinisikan sebagai:” Zat cair atau zat padat yang berasal dari zat cair yang disajikan untuk minuman, yang apabila diminum akan memabukkan”.
2. Dari definisi di atas (definisi miras), menunjukkan bahwa menurut pandangan Hukum Islam, narkoba bukanlah miras (khamer). Hanya saja pada narkoba terdapat illat yang sama dengan khamer. Illat tersebut adalah sifat iskar (memabukkan). Oleh karena itu bagi pelaku penyalahgunaan narkoba tidak dikenakan hukuman had, melainkan dikenakan hukuman dengan jalan qiyas terhadap miras. Yaitu:
a. Apabila penyidikannya menunjukkan illat yang lebih rendah (ringan) dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas adwan. Dalam arti derajat hukuman pidananya harus di bawah hukuman had.
b. Apabila penyidikanya menunjukkan illat yang sama dengan khamer, maka yang dipakai adalah qiyas musawi. Dalam arti derajat hukumanya dipersamakan dengan hukuman had. Akan tetapi apabila penyidikanya menunjukkan lebih berat dari pada khamer, maka yang dipakai adalah qiyas aulawi. Artinya , derajat hukumanya lebih berat dari hukuman had. Sedangkan muatan berat-ringanya (berat) hukuman sepenuhnya menjadi wewenang hakim.
D. Daftar Pustaka
Al Ghifari, Abu, (2002), Generasi Narkoba, (Bandung: Al Mujahid).
Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta: Darul Haq).
Aris, Widodo Moch, (1996), Makalah Penyalahgunaan Obat Psikotropika (obat terlarang),Dampaknya pada kesehatan, (t.tp)
Departemen Agama RI, (2001), Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve).
Departemen Agama RI, (1978), Al Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu).
Sanusi, Ahmad Mushofa, (2002), Problem Narkotika Psikotropika dan HIV-AIDS, (Jakarta: Zikrul Hakim).
Sartono, (1999), Racun dan keracunan, (Jakarta: Widya Medika).
Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).
Syarifudin, Amir, (1997), Ushul Fiqh,jilid 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu).


















MAKALAH
FIQH JINAYAH
(HUKUM BAGI PEMINUM
MINUMAN KERAS DAN NARKOBA)





Oleh :
Humaira ( 07120010 )
Rizqi Fauzia
Rachmi Amalia


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH
2010

WANITA MENJADI IMAM SHALAT DIKAITKAN DENGAN KOMPETENSI KEILMUAN DAN INTEGRITAS KEAGAMAAN

WANITA MENJADI IMAM SHALAT DIKAITKAN DENGAN KOMPETENSI KEILMUAN DAN INTEGRITAS KEAGAMAAN

A. Pendahuluan
Sensasi memang membuat orang terkenal dan hanya untuk itu banyak orang mengorbankan kehormatannya. Demikianlah jaringan iblis senantiasa berusaha menjerat anak manusia kepada kesesatan dan penyimpangan dengan melemparkan senjata pamungkasnya yaitu syubhat dan syahwat. Dewasa ini ada sekelompok orang yang mengaku islam bebas menggembar-gemborkan isu kesamaan gender dengan segala cara dan didukung dana besar dari orang kafir. Mereka sengaja ingin mengaburkan dan meliberalisasikan Islam sehingga menjadi agama yang jauh dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dekat dengan tuntunan musuh-musuh Islam.
Di antara program memuluskan konsep persamaan gender ini adalah upaya menyetarakan laki-laki dan perempuan dalam ibadah dan ketentuan Islam yang sudah jelas dibedakan, seperti hak waris, hak kebebasan berapresiasi dan bekerja di lapangan kerja laki-laki dan lainnya.
Pada beberapa waktu lalu juga ada upaya mereka memuluskan konsep ini dengan mengangkat berita wanita yang dipanggil dengan nama Amina Wadud yang mengimami sholat Jumat di sebuah gereja Anglikan the Synod House of Cathedral of St John thi devine di New York yang dipublikasikan di banyak media cetak dengan dibumbui komentar beberapa “intelektual” dan “kiai” yang dikesankan hal itu tidak bertentangan dengan syariat islam. Untuk itulah tampaknya perlu kita komentari komentar mereka tersebut agar masyarakat Islam tidak tertipu dan terperdaya syubhat mereka. Walaupun sebenarnya membutuhkan penjabaran yang panjang, namun dalam kesempatan ini kita coba menyampaikannya dengan ringkas saja.
B. Pembahasan
“Islam tidak membedakan antara lelaki dan perempuan, memperlakukan secara setara, namun kaum lelaki telah membuat hukum untuk menjustifikasi fikih dalam memenjarakan perempuan dan meletakkan sebagai pasangan seksual semata, padahal Allah sendiri tidak bisa disifati sebagai lelaki atau perempuan, karena Allah bukan seperti manusia” Amina Wadood dalam khotbahnya yang dilangsir oleh koran Mesir Al Massa.
Amina Wadood, Aktivis perempuan dan dosen Studi Islam di Universitas Virginia Commonwealth, Amerika Serikat, telah lama mengajukan konsep sholat jum’at dengan imam seorang perempuan untuk dilaksanakan di berbagai masjid, namun selalu ditolak oleh seluruh masjid di New York, bahkan diseluruh wilayah Amerika, akhirnya sholat jum’at tersebut dapat terselenggara tapi disebuah gereja dengan peserta hampir mencapai seratus orang, sedang yang bertindak sebagai khotib dan imam adalah Amina Wadood sendiri, penyelenggaraan sholat jum’at kontroversial tersebut, dengan mengundang stasiun televisi Al Jazeera dan Al Arabiya yang merupakan stasiun televisi terpopuler di dunia Arab dan Islam.
Apa yang di lakukan oleh Amina Wadood tadi tidak sekedar menggegerkan kaum muslimin, namum mencoreng citra Islam, karena melaksanakan ibadah di dalam gereja, sehingga banyak yang menjulukinya sebagai “perempuan gila”, tindakannya sebagai bid’ah (yang menyesatkan), pelanggaran atas syari’at Islam secara jama’i (kolektif), melanggar ijma’ (kesepakatan ulama), dan lain sebagainya.
Untuk mendukung program mereka ini mereka menemukan hadits Ummu Waroqah yang di riwayatkan imam Abu Daud dalam ٍSunannya yang berbunyi:
عَنْ أُمِّ وَرَقَةَ بِنْتِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُورُهَا فِي بَيْتِهَا وَجَعَلَ لَهَا مُؤَذِّنًا يُؤَذِّنُ لَهَا وَأَمَرَهَا أَنْ تَؤُمَّ أَهْلَ دَارِهَا قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ فَأَنَا رَأَيْتُ مُؤَذِّنَهَا شَيْخًا كَبِيرًا
“Dari Ummu Waroqah bintu Abdillah bin Al Haarits, beliau menyatakan bahwa Rasulullah mengunjunginya di rumah dan mengangkat untuknya seorang muazin yang berazan untuknya dan memerintahkannya untuk mengimami keluarganya di rumah. Abdurrahman berkata, saya melihat muazinnya seorang lelaki tua.” (HR. Abu Daud Lihat Sunan Abu Daud Kitab Al Sholat Bab Imamat Al Nisaa’ hadits no. 577 dan 578).
Kata mereka lebih kuat keabsahan sanadnya, tentunya apalagi matannya. Mereka mengesankan bahwa hadits ini adalah hadits yang absah tanpa cacat lalu menjadikannya sebagai senjata menyerang ulama dan menghukum bahwa islam yang kita warisi ini adalah islam politik, dengan terlebih dahulu menyampaikan pendapat imam Abu Tsaur, Al Muzani dan Ibnu Jarir Ath Thabari yang mendukung pendapat mereka. Tentu saja dengan dibumbui komentar untuk menciptakan opini bahwa pendapat mereka ini sejajar dengan pendapat imam mazhab yang empat, dengan menyatakan: “Perlu diingatkan di sini Ibnu Jarir Ath Thobari juga seorang mujtahid besar yang kebesarannya sama dengan mazhab fikih empat lainnya.” Kemudian mereka mencoba membantah pendapat mayoritas ulama Islam yang melarang wanita menjadi imam dalam sholat dengan mengemukakan satu dalil yang lemah yaitu hadits Jabir yang berbunyi:
لَا تَؤُمَّنَّ امْرَأَةٌ رَجُلًا وَلَا يَؤُمَّ أَعْرَابِيٌّ مُهَاجِرًا وَلَا يَؤُمَّ فَاجِرٌ مُؤْمِنًا
“Janganlah sekali-kali perempuan mengimami laki-laki, Arab Badui mengimami Muhajir (mereka yang ikut hijrah bersama nabi ke Madinah) dan pendosa mengimami mukmin yang baik.”
Mereka menyatakan, hadits itulah sering dikemukakan di banyak tempat untuk menopang argumen yang tidak memperbolehkan perempuan mengimami laki-laki dalam sholat. Lalu bagaimana sebenarnya permasalahan ini?
Hadits yang mereka jadikan penopang argumen mereka dalam membolehkan wanita mengimami laki-laki dan menyetujui serta memuji tindakan Amina Wadud di atas, sebenarnya adalah hadits yang masih diperselisihkan keabsahannya, sebab dalam sanadnya ada perawi yang majhul (tidak jelas kredibilitasnya) yaitu Abdurrahman bin Kholaad, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar Al Asqalaani, seorang ulama besar mazhab Syafi’iyah pengarang kitab Fathul Bari yang sangat tersohor yang meninggal tahun 852 H. Demikian juga pada riwayat yang lebih panjang dan lengkap ada dalam sanadnya Abdurrahman ini dan neneknya Al Walid bin Abdullah bin Jumai’ yang bernama Laila bintu Maalik yang juga majhul. Sehingga banyak juga yang mendhoifkannya seperti Syaikh Musthofa Al Adawi dalam Jami’ Ahkam Al Nisa, (1/244). Seandainya pun absah, sebagaimana dinyatakan Syaikh Al Albani bahwa hadits ini Hasan Lighoirihi (hadits lemah yang dikuatkan oleh jalan periwayatan lain), namun matannya pun tidak mendukung pembenaran wanita mengimami sholat Jumat di hadapan laki-laki yang banyak, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya memerintahkannya mengimami sholat di rumahnya untuk keluarga dan orang yang di rumahnya. Itu pun bisa jadi perintah itu khusus untuknya, sebab tidak disyariatkan azan dan iqomat pada wanita selain beliau, sehingga kebolehan mengimami tersebut khusus baginya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan untuknya azan dan iqamat dan tidak untuk wanita lainnya. (Lihat Al Mughni karya Ibnu Qudamah, tahqiq Abdullah bin Abdul Muhsin At-Turki dan Abdul Fatah Al Halwu, cetakan kedua tahun 1412, penerbit Hajar, Kairo, Mesir hal. 3/ 34).
Jadi pernyataan mereka di atas sangat berlebihan, itu semua tidak lain karena hadits ini sesuai dengan hawa nafsu dan keinginan mereka, sehingga mereka katakan, Hadits ini lebih shohih daripada hadits pertama tersebut dari sisi sanad, apalagi matan.
Setelah itu mereka pun mendapatkan adanya ulama yang mendukung pendapat mereka, lalu tentu saja mereka langsung memuji-mujinya dengan berlebihan agar tampak benar dan kuat argumen mereka, sehingga mereka menyatakan bahwa “perlu diingat di sini, Ibnu Jarir At Thobari juga seorang mujtahid besar yang kebesarannya sama dengan madzhab fikih empat lainnya.” Subhanallah, satu pujian yang sangat tinggi, namun tampaknya ada sesuatu di balik pujian yang tinggi ini, yaitu agar pendapat tersebut juga diakui sebagai pendapat yang kuat. Namun sebenarnya pendapat ulama tersebut tertuju pada sholat berjamaah biasa di rumahnya, bukan untuk sholat Jumat yang tentunya berbeda, karena ada khutbah dan bilangan jamaah yang banyak.
Jadi walaupun mereka paksakan juga hal ini tetap tidak pas, apalagi bila melihat kepada pendapat mayoritas ulama yang melarang dan menyatakan tidak sahnya. Namun sayang hawa nafsu dan suguhan program persamaan gender membuat mereka berusaha mengakal-akali semua ini. Di antaranya tidak membawakan semua dalil yang digunakan mayoritas ulama memutuskan larangan tersebut dan hanya membawakan salah satunya saja, itu pun dipilihkan yang lemah, lalu serta merta menuduh para ulama yang tidak cocok dengan mereka telah menerima sedemikian rupa tanpa melakukan analisis kritis terhadap matan atau isi haditsnya. Sebagiannya menuduh dengan menyatakan, “Uniknya, sisi lemah hadits yang menyatakan bahwa perempuan tidak boleh menjadi imam itu pun tidak kita ketahui.” Padahal para ulama sejak dulu telah menjelaskannya, di antaranya Imam Al Baihaqi, Nawawi (lihat Al Majmu’ Syarhu Al Muhadzdzab 4/255) dan Ibnu Hajar (lihat At Talkhish Al Habier 2/22).
Sebenarnya bila mereka ini melakukan penelitian ilmiah tentang masalah ini dengan hati dan pikiran yang jernih, tentulah akan membawakan dalil-dalil yang shohih dan tegas yang digunakan mayoritas ulama dalam memutuskan pelarangan ini, sehingga jelas tentunya akan membuat orang yang membaca atau mendengar akan memilih pendapat yang melarang dan menyelisihi mereka. Ini tidak mereka inginkan. Tampaknya mereka berharap dengan disebutkan dalil yang lemah tersebut (hadits Jabir di atas) akan dapat membuat opini masyarakat tidak menyalahkan mereka bahkan mendukung program mereka merusak ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan agama Islam ini.
Oleh sebab itu, untuk menjelaskan permasalahan ini lebih jelas, maka kami bawakan dalil-dalil wahyu dan dalil akal serta itstimbat (pendalilan) pendapat yang melarang wanita menjadi iman laki-laki dalam sholat. Di antara dalil-dalil pendapat ini adalah:
Pertama, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ زَارَ قَوْمًا فَلَا يَؤُمَّهُمْ وَلْيَؤُمَّهُمْ رَجُلٌ مِنْهُمْ رواه أبو داود و الترمذي و صححه الألباني
“Barang siapa yang mengunjungi satu kaum, maka janganlah ia mengimami mereka sholat dan hendaklah seorang laki-laki dari mereka yang mengimami mereka.” (HR. Abu Daud kitab Sholat Bab Imamat Al Zaa’ir no. 596 dan At Tirmidzi dalam kitab As Sholat bab Ma Ja’a Fiman Zaara Qauman Laa Yusholli Bihim no. 356. hadits ini dishohihkan Al Albani dalam Shohih Al Tirmidzi)
Dalam hadits ini Rasululloh mengkhusukan penyebutan kata ‘Laki-laki’ dan ini menunjukkan bahwa wanita tidak punya hak dalam mengimami kaum laki-laki.
Kedua, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ رواه مسلم
“Hendaklah yang mengimami sholat satu kaum adalah yang paling banyak hafalan Al Qur’annya, jika mereka dalam hafalan sama banyaknya, maka dahulukan orang yang paling tahu sunah Rasulullah. Jika mereka juga sama dalam sunah maka dahulukan yang lebih dahulu berhijrah dan bila sama maka dahulukan yang lebih dahulu masuk islam dan janganlah seorang laki-laki mengimami sholat seorang laki-laki lainnya di tempat kekuasaannya.” (HR. Muslim, Kitab Al Masaajid, Bab Man Ahaqqa Bil Imamah 5/172 dengan Al Minhaj Syarh Sholih Muslim bin Al Hajjaj)
Demikian juga dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan kaum laki-laki ketika berbicara tentang tingkatan hak menjadi imam dalam sholat dan tidak sama sekali memberikan bagian untuk kaum wanita mengimami laki-laki.
Ketiga, sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً رواه البخاري
“Tidaklah beruntung satu kaum yang mengangkat pemimpinnya seorang wanita.” (HR. Al Bukhori, Kitab Al Maghozi, Bab Kitab Al Nabi Ila Kisra wa Qaishar no. 4425)
Bila seorang wanita diangkat menjadi imam sholat, itu sama saja menyerahkan kepemimpinan kepadanya, padahal perkara sholat termasuk perkara agama yang terpenting, kalau tidak yang paling penting setelah syahadatain. Oleh Karena itu Rasulullah sendiri mengambil kepemimpinan sholat karena pentingnya masalah ini, kemudian menunjuk Abu Bakar menggantikannya ketika beliau sakit keras. Dengan demikian tidak boleh seorang wanita menjadi imam sholat jamaah laki-laki Karena keumuman hadits di atas.
Keempat, sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baiknya barisan kaum laki-laki adalah yang terdepan dan yang terjelek adalah yang paling akhir sedangkan sebaik-baiknya shof (baridan) wanita adalah yang paling akhir dan yang terjelek adalah yang terdepan.” (HR. Muslim 326/1 dan Abu Dawud 678 dan at-Turmudzi 437/1 dan Ibnu Majah 319/1 dan An Nasai 93/2 dan Ahmad 485 : 247/2)
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita tempatnya di belakang shof (barisan) laki-laki, sedangkan Imam harus berada di depan semua barisan. Seandainya kita menganggap benarnya pendapat yang mengabsahkan keimaman mereka dalam sholat, tentulah kita harus membaliknya menjadikannya di depan barisan kaum laki-laki dan ini jelas-jelas menyelisihi syariat Islam.
Kelima, Imam Bukhori meriwayatkan bahwa:
وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنْ الْمُصْحَفِ
“Dzakwan pernah mengimami A’isyah dengan membaca mushaf.” (Lihat Syarhu Al Mumti’ ‘Ala Zaad Al Mustaqni’, Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, tahqiq Kholid bin Ali Al Musyaiqih, cetakan kedua tahun 1416 H penerbit Muassasah Aasaan, KSA. Hal. 4/313).
Aisyah jelas lebih utama dan lebih faqih serta lebih hafal Al Quran, namun mendahulukan Dzakwan yang membaca mushhaf ketika menjadi imam. Tentunya hal ini menunjukkan ketidakbolehan wanita menjadi imam kaum laki-laki dalam sholat.
Keenam, wanita tidak berazan untuk laki-laki sehingga juga tidak berhak menjadi imam. (Al Mughni hal. 3/33).
Ketujuh, para wanita yang dibina dan berada dalam naungan Nabi di rumahnya tidak pernah dinukilkan ada yang mengimami laki-laki walaupun untuk para mahramnya.
Kedelapan, tugas imamah dalam sholat termasuk wewenang penting yang tidak boleh dilalaikan karena memiliki hubungan erat sekali dengan keabsahan sholat yang merupakan tanda kebaikan umat dan wanita tentunya tidak memegangnya sebab mereka itu kurang agama dan akalnya, sebagaimana dinyatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesembilan, wanita yang menjadi imam mesti akan bolos tidak sholat setiap bulannya karena haidh atau nifas, sehingga akan menelantarkan jamaah yang ada.
Kesepuluh, kelemahan hadits Ummu Waraqah dan tidak pernah dinukil adanya seorang wanita yang menjadi imam sholat Jumat di zaman terdahulu. Ini menunjukkan bahwa ini perkara baru dalam agama. Padahal kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berhati-hatilah dari perkara baru dalam agama, karena setiap perkara baru adalah bid’ah.”
C. Kesimpulannya
Apa yang dilakukan wanita Amerika tersebut jelas menyelisihi syariat dan upaya JIL (baca= Jaringan Iblis Liberal) mendukung dan mencoba memasyarakatkannya merupakan upaya menghancurkan syariat Islam dan mengaburkannya, oleh sebab itu menjadi kewajiban kita semua untuk menjelaskan kepada masyarakat kesesatan pendapat ini. Demikian sekelumit ulasan tentang masalah ini, mudah-mudahan yang sedikit ini dapat membuka cakrawala berpikir kaum muslimin dan dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien.