TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Minggu, 02 Januari 2011

PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK CIPTA TERHADAP PEMBAJAKAN CD/VCD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam upaya untuk melindungi Hak atas Kekayaan Intelektual, Pemerintah Indonesia sejak tahun 1982 telah mengeluarkan Undang-Undang tentang hak cipta yaitu Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 yang telah mengalami dua kali revisi melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, kesemuanya ini adalah untuk melindungi karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra (scientific, literary and artistic works).
Meskipun telah mempunyai Undang-undang UU No.19/2002 tentang Hak Cipta (berapa kali direvisi) dan pemberlakuannya tentang hak cipta pun telah diberlakukan efektif sejak 29 Juli 2003, semestinya mampu membuat para pembajak jera, namun pada kenyataannya pelanggaran terhadap HAKI masih saja terjadi bahkan cenderung ke arah yang semakin memprihatinkan. Salah satu dari bentuk pelanggaran itu adalah pembajakan VCD. Banyak VCD palsu yang ada di kalangan masyarakat justru filmnya belum diputar di studio secara resmi. Begitu tingginya peredaran VCD bajakan, bahkan telah sampai ke pelosok pedesaan. Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat bangsa Indonesia adalah salah satu penandatanganan perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights) yaitu perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO) yang harus tunduk pada perjanjian internasional itu. Kendala utama yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan Hak akan Kekayaan Intelektual ini adalah masalah penegakan hukum, di samping masalah-masalah lain seperti kesadaran masyarakat terhadap HAKI itu sendiri dan keadaan ekonomi bangsa yang secara tidak langsung turut menyumbang bagi terjadinya pelanggaran itu. Akibat dari maraknya pembajakan VCD ini, Indonesia dihadapkan pada berbagai masalah, baik dari dunia Internasional maupun pada masyarakat Indonesia sendiri. Pengenaan sanksi oleh masyarakat Internasional merupakan suatu kemungkinan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sementara pengaruh dari VCD bajakan terhadap masyarakat juga sangat luas, seperti rusaknya moral masyarakat sebagai akibat dari tidak adanya sensor bagi VCD bajakan itu serta menurunnya kreativitas dari para pelaku di bidang musik dan film nasional.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka kami munculkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peraturan perundang-undangan mengenai hak cipta di Indonesia?
2. Bagaimana dampaknya dari pembajakan VCD tersebut? Bagaimana mengenai penegakan hukum-nya?
3. Apa factor penyebab maraknya pembajakan VCD dan bagaimana pemerintah menanggulanginya?


















BAB II
PEMBAHASAN

A. Peraturan Perundang-undangan Mengenai Hak Cipta Di Indonesia
HKI merupakan bagian hukum yang berkaitan dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), HKI ini meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten, merek, desin industri, perlindungan integrated circuits, rahasia dagang dan indikasigeografis asal barang).
Diantara hak-hak tersebut, hak cipta yang semula bernama hak pengarang (author rights) terbilang tua usianya. Pada pokoknya hak cipta bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software). Pengaturan hak cipta di Indonesia berpedoman pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Ha Cipta yang kemudian direvisi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1982 tentang Hak Cipta .
Mengingat Indonesia telah menjadi anggota WTO, Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Oleh karena itu, UU No. 7 Tahun 1987 dan UU No. 12 Tahun 1997 kemudian diganti dengan Undang-undang yang baru Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Sedangkan peraturan pemerintah yang mengatur hak cipta adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta. Dewan Hak Cipta seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi profesi dan anggota masyarakat yang berkompetensi di bidang hak cipta berperan dalam memberikan penyuluhan dan pembimbing serta pembinaan hak cipta.


B. Dampak Dari Pembajakan VCD
Indonesia dicap sebagai sorganya bagi para pembajak. Sebagaimana Business Software Alliance (BSA) mengungkapkan dalam survainya, untuk urusan bajak-membajak, bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga, di bawah Cina dan Vietnam. Citra bangsa ini di mata internasional selalu mendapat stempel negatif. Tidak hanya permasalahan HAM dan lingkungan hidup.
Yang dimaksudkan barang bajakan di sini adalah kaset, buku, CD, VCD, DVD, hingga piranti lunak. Barang-barang tersebut marak beredar di pasaran. Masyarakat pun dengan mudah mendapatkan. Dari sebatas lapak, hingga di mall barang bajakan berjejeran dengan harga lebih murah dari barang orisinal.
Pelanggaran Hak Cipta dalam bentuk pembajakan VCD di Indonesia sudah pada kondisi yang sangat parah, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sering ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) mengeluh akan banyaknya kaset bajakan yang berisi lagu-lagu yang sedang menjadi hits di Indonesia maupun dunia beredar dengan luasnya, tanpa adanya pembayaran royalty.
Bahkan menurut Arnel Affandi, GM ASIRI mengemukakan data-data hasil survei yang dilakukan oleh pihaknya, menunjukkan enam tahun yang lalu pada tahun 2000 kalangan industri musik mengalami kerugian Rp. 5,96 triliun, sedangkan pemerintah mengalami kerugian sebesar Rp. 545, 5 milyar. Pada tahun 2000 saja jumlah kaset Indonesia bajakan sekitar 200 juta copy dan untuk kaset asing mencapai 500 juta copy. Sedangkan CD/VCD lagu Indonesia bajakan besarnya mencapai 3 juta copy dan CD/VCD lagu asing beredar mencapai 120 juta copy.
Dampak langsung yang akan dirasakan bila masalah pembajakan VCD ini tetap saja berlangsung sementara penanganan hukum dari pemerintah tidak dilakukan secara serius, tidak mustahil bangsa Indonesia akan rugi dikenakan berbagai sanksi oleh masyarakat internasional.
Secara internasional, jika keadaan seperti ini terus berlanjut, bangsa Indonesia sendiri pun akan mendapat kerugian. Demikian pula secara nasional, dalam hitungan jangka pendek, adanya VCD bajakan dengan harga murah memang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan. Namun untuk jangka panjang akan timbul berbagai kerugian. Dengan VCD bajakan yang demikian mudah diperoleh diperkirakan akan menurunkan moral karena banyaknya adegan panas yang tidak disensor, terlebih saat ini VCD porno sudah begitu bebas diperdagangkan di pinggir jalan. Kerugian lainnya adalah pada perkebangan industri musik dan film nasional. Kalangan artis, sutradara, produser dan pihak lain yang terkait dalam industri ini akan enggan untuk berkarya secara optimal karena pembajakan karya mereka telah mengurangi nilai pembayaran yang seharusnya mereka peroleh. Akibatnya para insan musik dan film dalam berkarya tidak menghasilkan karya-karya yang baik dan terkesan asal jadi saja, sehingga dunia film dan musik di tanah airakan semakin terpuruk.

C. Penegakan Hukum HKI Di Indonesia
Dengan banyaknya hasil karya yang dibajak dan besarnya kerugian yang telah diderita baik oleh pencipta, industri (pengusaha) maupun pemerintah, kita melihat ada sesuatu yang tidak berjalan dalam system perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual kita. Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena :
Pertama, penegakan hukum sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan VCD adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak akan Kekayaan Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI. Selama ini penegakan hukum atas pembajakan VCD yang terjadi hanyalah upon request dan Cuma sporadic saja. Hal ini menunjukkan tidak adanya goodwill pemerintah.
Begitu maraknya penjualan VCD bajakan, bahkan terkadang dilakukan di depan hidung aparat, tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif. Pelanggaran HKI ini merupakan delik biasa, namun saat ini jelas ada sikap permisif atau bahkan imunity kalangan penegak hukum atas pelaku pelanggaran HKI. Sikap yang paling berkompeten di bidang penegakan hukum atas HKI di Indonesia sampai saat ini masih sering terjadi saling lempar tanggung jawab. Polisi misalnya sering dihadapkan pada kondisi dimana si pelaku pelanggaran HKI justru memiliki izin untuk menjalankan usaha menggandakan VCD. Namun karena order sangat kurang, mereka menggandakan juga VCD secara illegal.
Untuk itu polisi meminta Depperindag melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang telah dikeluarkan, sementara Depperindag sendiri tidak bisa memenuhi permintaan polisi karena tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atau penyelidikan.
Penyebab lainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di bidang HKI masih belum memadai. Masih sedikit anggota Polri yang memiliki pengetahuan dan memahami tentang HKI dan dengan keterbatasan itu memungkinkan terjadinya “main mata” antara penegak hukum dan pelanggar HKI. Penegakan hukum di bidang HKI tidak dapat hanya tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di bidang HKI ini menjadi efektif.
Kedua, kesadaran masyarakat - Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak akan Kekayaan Intelektual masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem HKI berjalan. Sebagai contoh misalnya dalam prosedur pendaftaran, prinsip pendaftaran suatu karya intelektual adalah first to file (siapa yang mengajukan pertama kali dialah mendapatkan perlindungan), masyarakat belum mengetahui benar mengenai hal ini. Di samping itu juga bahwa hasil karya intelektual harus didaftarkan untuk kemudian diumumkan, sehingga orang lain akan mengetahuinya. Tidak jarang pemohon suatu karya intelektual ditolak karena karya tersebut tidak memiliki nilai orsinil, dan tidak jarang pencipta kehilangan haknya karena terlambat mendaftarkan hasil karyanya itu. Oleh karenanya masyarakat harus diberikan pemahaman sedemikian rupa agar menyadari hak dan kewajibannya. Pemahaman di sini termasuk didalamnya penegakan hukumdan perlindungan hukum yang menjadi satu kesatuan yang utuh. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang HAKI, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
Ketiga, keadaan ekonomi - Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari VCD itu.
Aparat penegak hukum sering kali dihadapi pada keadaan dimana tindakan pelaku pelanggaran Hak Cipta dilakukan semata-mata hanya untuk menghidupi keluarganya. Hal semacam ini membuat ragu bagi para aparat untuk melakukan tindakan yang tegas. Situasi ekonomi seperti ini juga menyebabkan timbulnya “dilema pasar”, dimana secara ekonomis, konsumen akan selalu mencuri barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan..

D. Faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran hak cipta dan Penanggulangannya
Sebelum berbicara mengenai penanggulangannya tindak pidana hak cipta
pada pemebajakan CD/VCD faktor-faktor penyebab tindak pidana hak cipta pada pembajakan CD/VCD perlu diketahui masyarakat untuk lebih mengefektifkan upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta dibidang pembajakan CD/VCD Hal tersebut sebagaimana kekemukakan Bonger, seperti dikuti oleh Andi Hamzah, bahwa untuk memberantas kejahatan harus dicari sebab nya dan menghapuskannya Dengan demikian, kejahatan seperti pembajakan CD/VCD tidak akan terberantas kecuali kalau sebab-sebab terjadinya tindak pidana hak cipta pada pembajakan CD/VCD dapat ditemukan kemudian sebab-sebab tersebut dihapuskan. Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana hak cipta pada pembajakan CD/VCD adalah:
a) Faktor ekonomi
Mahalnya harga CD/VCD original membuat masyarakat Indonesia lebih memilih untuk membeli CD/VCD bajakan yang harganya jauh lebih murah
b) Penegakan hukum tidak konsisten
Aparat pengakan Hukum kurang tegas dan kurang serius dalam menindak para pelaku pembajakan terhadap barang bajakan Indonesia merupakan Negara yang memiliki kedaulatan Hukum, namun dalam menegakkan Hukum harus mendapat control dan tekanan dari Negara asing. Tidak mengherankan apabila pengakan Hukum di negeri ini tidak dapat diketahui secara konsisten
Pemberian sanksi yang tinggi terhadap pelanggaran hak cipta diharapkan dapat mendorong kreativitas. Dalam rangka memberantas pembajakan departemen kehakiman mengadakan kerjasama kira-kira dengan 18 assosiasi dibidang hak cipta yang bertujuan agar dapat mendorong kreativitas dengan menghormati karya orang lain serta untuk meningkatkan system usaha di bidang hak cipta. Pentingnya perlindungan hak cipta adalah kepastian hukum pada masyarakat pencipta sehingga akan mengundang investor untuk investasi dananya di Indonesia. Hambatan dalam bidang hak cipta ada pada sifat perlindungan hak cipta adalah otomatis. Bagi pencipta tidak diwajibkan untuk malekukan pendaftaran, pendaftaran dapat mendukung adanya kepastian hukum bagi para pencipta.
Saat ini sedang marak-maraknya masalah pembajakan, oleh karena itu pemerintah mengambil langkah untuk menyelesaikan masalah ini adalalah:
a. Mencoba menjalin kerjasama dengan 18 assosiasi dan mengkampanyekan agar di mal-mal sudah tidak ada lagi VCD bajakan. Memang dalam jangka waktu 3 bulan berhasil tidak ada lagi pembajakan terhadap VCD, tapi setelah 3 bulan timbul kembali VCD-VCD bajakan.
b. Pemberian Somasi
c. Mengadakan pelatihan bagi penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di seluruh Indonesia untuk dapat membedakan barang bajakan dengan barang asli.
d. Mengirimkan surat himbauan ke seluruh perusahaan international yang ada di Indonesia untuk menggunakan software original.
e. Membentuk sebuah tim yang dinamakan tim koordinasi nasional penanggulangan pelanggaran Haki yang terdiri dari jaksa, hakim, polisi, bea cukai, Deplu dan ditjen Hakim yang dipimpin oleh ketua ditjen Haki dan kapolri.
Usaha terbaik yang dapat dilakukan adalah sikap tegas dan keseriusan dari pemerintah dan khususnya aparat penegak hukum yang harus ditingkatkan untuk mengakhiri praktek pembajakan tergadap produk rekaman konsistensi menegakkan hukum tanpa pandang bulu adalah cara paling baik untuk memberantas pembajakan. Adanya korelasi pelanggaran hak cipta dengan ancaman pidanan diharapkan mampu mendorong upaya penanggulangan tindak pidana pada pembajakan CD/VCD.













BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
HKI merupakan bagian hukum yang berkaitan dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif.
Pelanggaran Hak Cipta dalam bentuk pembajakan VCD di Indonesia sudah pada kondisi yang sangat parah, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sering ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) mengeluh akan banyaknya kaset bajakan yang berisi lagu-lagu yang sedang menjadi hits di Indonesia maupun dunia beredar dengan luasnya, tanpa adanya pembayaran royalty.
Secara internasional, jika keadaan seperti ini terus berlanjut, bangsa Indonesia sendiri pun akan mendapat kerugian. Demikian pula secara nasional, dalam hitungan jangka pendek, adanya VCD bajakan dengan harga murah memang menguntungkan bagi masyarakat kebanyakan. Namun untuk jangka panjang akan timbul berbagai kerugian.
Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Usaha terbaik yang dapat dilakukan adalah sikap tegas dan keseriusan dari pemerintah dan khususnya aparat penegak hukum yang harus ditingkatkan untuk mengakhiri praktek pembajakan terhadap produk rekaman konsistensi menegakkan hukum tanpa pandang bulu adalah cara paling baik untuk memberantas pembajakan. Adanya korelasi pelanggaran hak cipta dengan ancaman pidanan diharapkan mampu mendorong upaya penanggulangan tindak pidana pada pembajakan CD/VCD.


DAFTAR PUSTAKA
Achmad Fauzan, S.H.,LLM. 2000. Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Himpunan undang-undang lengkap dibidang Hak (atas) Kekayaan intelektual). Bandung: C.V. Yrama Widya

Achmad Zen Umar Purba, prof. S.H. LLM. 2005. Hak Kekayaan intelektual Pasca TRIPs (Edisi Pertama Cetakan Ke-1). Bandung : PT. Alumni

Adi Sumarto, Harsono. Hak Milik Intelektual Khususnya Hak Cipta. Penerbit Akademika Pressindo. 1990

Affandi. SH. Hak Cipta Penerapannya Di Indonesia. Pelatihan Hakim –Hakim di
Pengadilan Niaga Dalam Bidang Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta 22 April 2003

Arikunto, Suharsimi.1998.”Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi
Revisi IV)”, Jakarta : Rineka Cipta

Ashofa, Burhan. 2001. “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta : Rineka Cipta. ASIRI (Asosiasi Industry Rekaman Indonesia). 2000. Pedoman perjanjian-
perjanjian pembuatan karya rekaman.

Badrulzaman, Mariam Darus, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional. BPHN.
Alumni. Bandung 1983

Bari Azed, Abdul. 2003. “Sosialisasi Penyusunan dan Pengundangan Hak Cipta Sebagai Antisipasi Globalisasi:, disajikan pada Diskusi Publik Persepsi dan Reaksi Masyarakat Terhadap Sosialisasi Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, BEM FH Universitas Diponegoro bekerja sama dengan Klinik HKI, Semarang.

Bintang, Sanusi. 1988. Hukum Hak Cipta. Bandung : Citra Aditya Bakti. Budi Maulana Insane. Pelangi Hak Dan Anti Monopoli. Penerbit Pusat Studi Hukum (PSII) Fak. Hukum UII. Yogyakarta 2000

MAKALAH HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK CIPTA
TERHADAP PEMBAJAKAN CD/VCD




Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Untuk Menyelesaikan
Tugas Perkuliahan HKI







Disusun Oleh :
Siti Naf’iah
Humaira
Hoiriyah
Adam Yanuar
M. Zuniadin Ghozali
Ulil Amri
Ari Ferdinansyah



UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN SYARI’AH TWINNING PROGRAM
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar