Nama: Humaira
Nim: 07400275
Narkotika Dan Psikotropika
NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, eroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Pengertian narkotika menurut Undang-undang / UU No. 22 tahun 1997 : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Golongan narkotik berdasarkan bahan pembuatannya :
1. Narkotika Alami
Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapa menimbulkan dampak sebagai berikut :
a. Depresan. Membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan. Membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen. Dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran.
3. Narkotika Semi Sintesis / Semi Sintetis
yaitu zat / obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
Penggolongan untuk Narkotika :
- Narkotika gol 1 adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi, mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika gol 2 adalah naekotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhit dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi, mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika gol 3 adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan, mengakibatkan ketergantungan.
Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (Hari Sasangka, 2003: 63).
Sebenarnya Psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni
psikofarmakologi yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah psikotropik mulai banyak dipergunakan pada tahun 1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat tersebut di bawah kontrol internasional. Dalam United Nation conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance disebutkan batasan-batasan zat psikotropik adalah bentuk bahan-bahan yang memiliki kapasitas menyebabkan:
1. Keadaan ketergantungan;
2. Depresi dan stimulan susunan saraf pusat (SSP);
3. Menyebabkan halusinasi;
4. Menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi
Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika, dalam pasal 1 butir 1 disebutkan, bahwa Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. Yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Jenis-jenis Psikotropika
• Menurut Farmakologi
• Ilmu kejahatan tentang penyalahgunaan obat
• Menurut UU nomor 5 tahun 1997
Menurut Farmakologi
• Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu di SSP
- Obat Golongan Neuroptika
- Obat yang tergolong transquillizer
• Obat-obat yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu di SSP
- Obat golongan anti depressiva
- Obat golongan Psikostimulansia
• Obat-obat yang mengacaukan mental tertentu (LSD (Lysergic Acid Dicthylamide).
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
- Psikotropika gol 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 2 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 3 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 4 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakbatkan sindroma ketergantungan.
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika, 1988
Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan peredaran psikotropika (Convention on psychotropic substances) yang diselenggarakan di Vienna dari tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, yang diikuti oleh 71 negara ditambah dengan 4 negara sebagai peninjau.
Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan psikotropika secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988.
Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut :
- Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
- Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara bersama pula.
- Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan trans-nasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Sejarah Narkotika dan Psikotropika di Indonesia
Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.
Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.
Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.
Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus
penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.
Daftar Pustaka
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-narkotika-dan-golongan-jenis-bahan-narkotik-pengetahuan-narkotika-dan-psikotropika-dasar
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:z8ZSNfnTsJkJ:te.effendi.googlepages.com/NarkobaVIdanVII.pdf+definisi+psikotropika&hl=id&gl=id&sig=AHIEtbRTTn_camjlGi2kCW0rmlrWxBlUeA
http://dunia-tanpanarkoba.blogspot.com/2009/08/sejarah-narkoba.html
Nim: 07400275
Narkotika Dan Psikotropika
NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan / psikologi seseorang ( pikiran, perasaan dan perilaku ) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA adalah : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.
Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, eroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Pengertian narkotika menurut Undang-undang / UU No. 22 tahun 1997 : Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilang rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Golongan narkotik berdasarkan bahan pembuatannya :
1. Narkotika Alami
Zat dan obat yang langsung bisa dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2. Narkotika Sintetis / Semi Sintesis
Narkotika jenis ini memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit / analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya.
Narkotika sintetis dapa menimbulkan dampak sebagai berikut :
a. Depresan. Membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan. Membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen. Dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran.
3. Narkotika Semi Sintesis / Semi Sintetis
yaitu zat / obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain.
Penggolongan untuk Narkotika :
- Narkotika gol 1 adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi, mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika gol 2 adalah naekotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhit dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi, mengakibatkan ketergantungan.
- Narkotika gol 3 adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan, mengakibatkan ketergantungan.
Psikotropika
Psikotropika adalah obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (Hari Sasangka, 2003: 63).
Sebenarnya Psikotropika baru diperkenalkan sejak lahirnya suatu cabang ilmu farmakologi yakni
psikofarmakologi yang khusus mempelajari psikofarma atau psikotropik. Istilah psikotropik mulai banyak dipergunakan pada tahun 1971 sejak dikeluarkannya convention on psycotropic substance oleh General Assembly yang menempatkan zat-zat tersebut di bawah kontrol internasional. Dalam United Nation conference for Adoption of Protocol on Psychotropic Substance disebutkan batasan-batasan zat psikotropik adalah bentuk bahan-bahan yang memiliki kapasitas menyebabkan:
1. Keadaan ketergantungan;
2. Depresi dan stimulan susunan saraf pusat (SSP);
3. Menyebabkan halusinasi;
4. Menyebabkan gangguan fungsi motorik atau persepsi
Menurut undang-undang nomor 5 tahun 1997 tentang psikotropika, dalam pasal 1 butir 1 disebutkan, bahwa Psikotropika adalah zat atau obat. baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika. Yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku.
Jenis-jenis Psikotropika
• Menurut Farmakologi
• Ilmu kejahatan tentang penyalahgunaan obat
• Menurut UU nomor 5 tahun 1997
Menurut Farmakologi
• Obat-obat yang menekan fungsi-fungsi psikis tertentu di SSP
- Obat Golongan Neuroptika
- Obat yang tergolong transquillizer
• Obat-obat yang menstimulir (merangsang) fungsi-fungsi tertentu di SSP
- Obat golongan anti depressiva
- Obat golongan Psikostimulansia
• Obat-obat yang mengacaukan mental tertentu (LSD (Lysergic Acid Dicthylamide).
Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan digolongkan menjadi :
- Psikotropika gol 1 adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat kuat, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 2 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 3 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang, mengakibatkan sindroma ketergantungan.
- Psikotropika gol 4 adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakbatkan sindroma ketergantungan.
Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika, 1988
Dewan Perserikatan Bangsa Bangsa telah mengadakan konvensi mengenai pemberantasan peredaran psikotropika (Convention on psychotropic substances) yang diselenggarakan di Vienna dari tanggal 11 Januari sampai 21 Februari 1971, yang diikuti oleh 71 negara ditambah dengan 4 negara sebagai peninjau.
Sebagai reaksi yang didorong oleh rasa keprihatinan yang mendalam atas meningkatnya produksi, permintaan, penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan psikotropika serta kenyataan bahwa anak-anak dan remaja digunakan sebagai pasar pemakai narkotika dan psikotropika secara gelap, serta sebagai sasaran produksi, distribusi, dan perdagangan gelap narkotika dan psikotropika, telah mendorong lahirnya Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988.
Konvensi tersebut secara keseluruhan berisi pokok-pokok pikiran, antara lain, sebagai berikut :
- Masyarakat bangsa-bangsa dan negara-negara di dunia perlu memberikan perhatian dan prioritas utama atas masalah pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
- Pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika merupakan masalah semua negara yang perlu ditangani secara bersama pula.
- Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961, Protokol 1972 Tentang Perubahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961, dan Konvensi Psikotropika 1971, perlu dipertegas dan disempurnakan sebagai sarana hukum untuk mencegah dan memberantas peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Perlunya memperkuat dan meningkatkan sarana hukum yang lebih efektif dalam rangka kerjasama internasional di bidang kriminal untuk memberantas organisasi kejahatan trans-nasional dalam kegiatan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Sejarah Narkotika dan Psikotropika di Indonesia
Penggunaan obat-obatan jenis opium sudah lama dikenal di Indonesia, jauh sebelum pecahnya Perang Dunia ke-2 pada zaman penjajahan Belanda. Pada umumnya para pemakai candu (opium) tersebut adalah orang-orang Cina.
Pemerintah Belanda memberikan izin pada tempat-tempat tertentu untuk menghisap candu dan pengadaan (supply) secara legal dibenarkan berdasarkan undang-undang. Orang-orang Cina pada waktu itu menggunakan candu dengan cara tradisional, yaitu dengan jalan menghisapnya melalui pipa panjang.
Hal ini berlaku sampai tibanya Pemerintah Jepang di Indonesia. Pemerintah pendudukan Jepang menghapuskan Undang-Undang itu dan melarang pemakaian candu (Brisbane Ordinance).
Ganja (Cannabis Sativa) banyak tumbuh di Aceh dan daerah Sumatera lainnya, dan telah sejak lama digunakan oleh penduduk sebagai bahan ramuan makanan sehari-hari. Tanaman Erythroxylon Coca (Cocaine) banyak tumbuh di Jawa Timur dan pada waktu itu hanya diperuntukkan bagi ekspor.
Untuk menghindari pemakaian dan akibat-akibat yang tidak diinginkan, Pemerintah Belanda membuat Undang-undang (Verdovende Middelen Ordonantie) yang mulai diberlakukan pada tahun 1927 (State Gazette No.278 Juncto 536).
Meskipun demikian obat-obatan sintetisnya dan juga beberapa obat lain yang mempunyai efek serupa (menimbulkan kecanduan) tidak dimasukkan dalam perundang-undangan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia membuat perundang-undangan yang menyangkut produksi, penggunaan dan distribusi dari obat-obat berbahaya (Dangerous Drugs Ordinance) dimana wewenang diberikan kepada Menteri Kesehatan untuk pengaturannya (State Gaette No.419, 1949).
Baru pada waktu tahun 1970, masalah obat-obatan berbahaya jenis narkotika menjadi masalah besar dan nasional sifatnya. Pada waktu perang
Menyadari hal tersebut maka Presiden mengeluarkan instruksi No.6 tahun 1971 dengan membentuk badan koordinasi, yang terkenal dengan nama BAKOLAK INPRES 6/71, yaitu sebuah badan yang mengkoordinasikan (antar departemen) semua kegiatan penanggulangan terhadap berbagai bentuk yang dapat mengancam keamanan negara, yaitu pemalsuan uang, penyelundupan, bahaya narkotika, kenakalan remaja, kegiatan subversif dan pengawasan terhadap orang-orang asing.
Kemajuan teknologi dan perubahan-perubahan sosial yang cepat, menyebabkan Undang-Undang narkotika warisan Belanda (tahun 1927) sudah tidak memadai lagi. Maka pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 1976, tentang Narkotika. Undang-Undang tersebut antara lain mengatur berbagai hal khususnya tentang peredaran gelap (illicit traffic). Disamping itu juga diatur tentang terapi dan rehabilitasi korban narkotik (pasal 32), dengan menyebutkan secara khusus peran dari dokter dan rumah sakit terdekat sesuai petunjuk menteri kesehatan.
Dengan semakin merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia, maka UU Anti Narkotika mulai direvisi. Sehingga disusunlah UU Anti Narkotika nomor 22/1997, menyusul dibuatnya UU Psikotropika nomor 5/1997. Dalam Undang-Undang tersebut mulai diatur pasal-pasal ketentuan pidana terhadap pelaku kejahatan narkotika, dengan pemberian sanksi terberat berupa hukuman mati.
Daftar Pustaka
http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-narkotika-dan-golongan-jenis-bahan-narkotik-pengetahuan-narkotika-dan-psikotropika-dasar
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:z8ZSNfnTsJkJ:te.effendi.googlepages.com/NarkobaVIdanVII.pdf+definisi+psikotropika&hl=id&gl=id&sig=AHIEtbRTTn_camjlGi2kCW0rmlrWxBlUeA
http://dunia-tanpanarkoba.blogspot.com/2009/08/sejarah-narkoba.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar