TRANSLATE THIS BLOG
Selasa, 18 Januari 2011
SPIRIT NASIONALISME ANCOL
SPIRIT NASIONALISME ANCOL
Nasionalisme adalah rasa kebanggaan pada sejarah, kebudayaan, reputasi dan puncak-puncak prestasi suatu bangsa. Indonesia menyegarkan perjuangannya lewat spirit nasionalisme. Nasionalisme tersebut perlu terus direkonstruksi. Di sinilah peran Taman Impian Jaya Ancol (Ancol) menjadi penting. Taman Impian Jaya Ancol terkenal hingga ke mancanegara. Tentunya kita turut bangga, karena di tengah arus wisata dunia saat ini, negeri kita mempunyai aset pariwisata yang tidak kalah saing.
Apalagi Ancol Taman Impian terkenal karena tidak hanya untuk kelompok masyakat tertentu. Tapi berbagai golongan dan lapisan masyarakat pun bisa berekreasi di kawasan wisata ini. Suasana kedaerahan dan kekeluargaan bisa dirasakan dan kutemukan di Taman Impian Jaya Ancol, dari sini pula akan tercipta rasa nasionalisme bangsa.
Sering orang merasa bangga jika berwisata ke luar negeri. Padahal semua orang Indonesia tetap bisa berbangga karena Indonesia pun memiliki banyak objek wisata yang bagus dan yang bisa dibanggakan. Banyak potensi wisata yang belum diperkenalkan secara optimal dan banyak hal yang bisa dieksplorasi.
Sejak awal berdirinya di tahun 1966, Taman Impian atau biasa disebut Ancol sudah ditujukan sebagai sebuah kawasan wisata terpadu oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Ancol Taman Impian yang luasnya 552 hektar ini menjadi ikon terbesar di Indonesia bahkan di Asia Pasific. Tak heran tempat ini menjadi salah satu tujuan wisata masyarakat Indonesia bahkan wisatawan mancanegara.
Orang umumnya mengenal Ancol Taman Impian dengan tiga theme park yaitu Dunia Fantasi, Gelanggang Samudra, dan Atlantis Water Adventure. Namun sebenarnya tempat ini menawarkan berbagai pilihan rekreasi dan wisata yang terus berkembang dan memunculkan inovasi-inovasi baru.
Ancol menjadi kawasan wisata terpadu yang tidak hanya menawarkan tempat rekreasi dan resort, tapi juga wisata kuliner, seni budaya, dan entertainment outdoor venue. Bahkan Ancol Taman Impian mengusung konsep edutainment alias edukasi sambil rekreasi.
Karena itu, Ancol pun mampu bersaing dengan kawasan-kawasan wisata lainnya yang ada di dunia. Dengan harapan dapat tumbuh rasa kebanggaan bahwa Ancol Taman Impian memiliki peran penting dalam pariwisata Indonesia sekaligus objek wisata terkemuka di dunia.
Senin, 17 Januari 2011
Perbadingan Hukum Waris
Nama:Humaira
Nim:07120010
Tugas UAS
Perbadingan Hukum Waris
1. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam Menurut Prof.Dr.Amir Syarifudin, ada lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas-asas tersebut adalah :
a) Asas Ijbari (memaksa=compulsory) Peralihan harta peninggalan berlaku dengan sendirinya tanpa digantungkan pada kehendak masing-masing pihak.
b) Asas Bilateral Bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan perempuan.
c) Asas Individual Pemilikan harta peninggalan yang diberikan dapat dimiliki secara individu.
d) Asas Keadilan Berimbang Harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dengan keajiban yang harus ditunaikannya.
e) Asas Kematian Peralihan harta seorang kepada orang lain hanya berlaku setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.
Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dan disebut sebagai harta warisan, selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun yang akan dilaksanakan kemudian sesudah kematiannya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum islam. Ini berarti bahwa hukum kewarisan islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan saja yaitu kewarisan sebagai akibat kematian seseorang atau yang disebut dalam hukum kewarisan perdata barat kewarisan ab intestato atau kewarisan karena kematian atau kewarisan menurut undang-undang.
Hukum kewarisan islam, karena itu tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat atau kewarisan karena diangkat atau ditunjuk dengan surat wasiat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu ia masih hidup, yang disebut dalam hukum perdata barat dengan istilah kewarisan secara testamen.
2. Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam buku II, bab I tentang ketentuan umum, dapat disimpulkan bahwa hukum kewarisan Islam memisahkan konsep antara harta peninggalan dan harta warisan. Yang dimaksud harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Sedangkan yang dimaksud mengenai harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Dalam setiap ketentuan positif dalam hukum kewarisan Islam selalu diberi penjelasan bahwa ahli waris baru dapat menerima harta warisan setelah dikurang dengan pembayaran hutang dan wasiat. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa hukum kewarisan Islam menuntut adanya pelunasan segala hutang dan wasiat si pewaris sebelum harta warisan dibagikan. Para ahli waris tidak diwajibkan untuk menutupi kekurangan yang timbul karena tidak mencukupi harta peninggalan bagi pelunasan hutang pewaris dengan kekayaan sejumlah harta peninggalan.
Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Perdata Barat
Menurut hukum kewarisan Islam dan hukum waris adat, apa yang pada hakekatnya beralih dari tangan yang wafat kepada para ahli waris ialah barang-barang tinggalan dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si pewaris.
Mr.Ter Haar mengatakan bahwa hanya harta peninggalan yang tinggal tak terbagi-bagilah yang harus dipergunakan untuk membayar hutang-hutang si pewaris. Titik pangkal ini mengakibatkan perumusan kaedah hukum adat yakni hanya sisa harta peninggalan dapat diwaris. Sebaliknya KUHPerdata memandang selaku hakekat, bahwa yang diwarisi oleh ahli waris itu tidaklah hanya hal-hal yang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga hutang dari si pewaris.
Hakekat dalam KUHPerdata bahwa hutang-hutang si pewaris beralih pula kepada ahli waris juga menentukan bahwa para ahli waris dapat menghindarkan peralihan itu dengan jalan menerima atau menolak warisan atau menerima dengan syarat, yaitu menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang si pewaris yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.
Pengaturan hukum waris dalam BW.
Unsur kebendaan dalam hukum waris dalam kitab undang-undang hukum per data adalah mengatur tentang masalah kebendaan.
Unsur-unsur hukum waris tidak semuanya di atur dalam buku II. Bahkan masalah harta benda warisan tersebut ada yang di atur dalam buku I. pasal 128 buku I misalnya menetapkan bahwa setelah bubarnya persatuan, maka harta bernda kesatuan tersebut di bagi dua antara suami-istri dengan tida mempersoalkan dari pihak mana harta banda trsebut di peroleh. Masalah pengakuan anak yang menyebabkan anak luar kawin dapat mewarisi diatur dalam buku I, teristimewa pasal 272 sampai KUH perdata tetapi di atur dalam stantsblad 1917 nomor 129 yang brlaku khusus untuk WNI golongan timur
dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
1. adanya Pewaris;
2. adanya Harta Waris;
3. adanya ahli Waris; dan
4. Penerusan dan Pengoperan harta waris.
3. PENGHALANG WARISAN
Penghalang warisan atau hijab menurut hukum Barat,
1.mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal
2.mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuaatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
3.mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mecegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya
4.mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal .
Penghalang warisan atau hijab menurut hukum Islam, dibagi menjadi dua golongan (macam), yaitu:
Hijab Nuqshon
ialah penghalang warisan atau hijab yang dapat mengurangi bagian ahli waris yang telah ditentukan. Misalnya:
-Suami kalau tidak ada anak akan mendapatkan ½, tetapi jika ada anak mendapat ¼
-Isteri kalau tidak ada anak akan mendapat ¼, tetapi kalau ada anak ia mendapatkan 1/8
-Ibu mestnya mendapatkan 1/3, tetapi jika ada anak ia mendapatkan 1/6
-Ayah mestinya menjadi waris ashabah, tetapi kalau ada anak laki-laki, kemudian ayah tersebut mengambil furudlnya (bagiannya) sebanyak 1/6.
Hijab Hirman
Hijab Hirman ialah penghalang warisan atau hijab yang menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan. Dengan adanya hijab hirman, maka ahli waris menjadi sama sekali tidak mendapatkan bagian dari harta warisan. Hijab Hirman digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Hijab hirman bil washfi (hijab sebab sifat), yakni menghijab atau menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan karena sifat (sebab) yang ada pada ahli waris. Misal: membunuh pewaris, perbedaan agama.
b.Hijab hirman bisy-syakhshi, yakni menghijab atau menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan karena terdapat ahli waris lain yang lebih berhak. Misal:
-kakek terhijab oleh bapak
-cucu terhijab oleh anak laki-laki
-saudara terhijab oleh anak laki-laki.
4. wasiat dan hibah yang diatur dalam KUH Perdata tidak lepas dari pengaruh hukum Islam. Meskipun atas pengaruh hukum Islam, tetapi berbeda nilai idiilnya dengan hukum islam, karena dalam KUH Perdata hibah dan wasiat digolongkan perjanjian cuma-cuma yang tidak mengandung unsur kasih sayang dan tolong menolong. sedangkan dalam hal islam perbuatan hukumnya dilihat dari kamul khomsah pada assanya sunnah (Al-Baqoroh ayat 177 dan 180). Hibah dalam KUH Perdata merupakan bagian dari hukum perjanjian dan digolongkan perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu diwaktu hidupnya (Subekti,1991,1).
5. Islam bagi yang setuju
3 AP = Asobah 5/12 x 500 jt = 208.333.334
1 AL = Asobah
Suami ¼ 3/12 x 500 jt = 125.000.000
Ibu 1/6 2/12 x 500 jt = 83.333.333.4
Bapak 1/6 2/12 x 500 jt = 83. 333.333.4
Yang tidak setuju terhadap bagian wasiat:
Wasiat 1/3 x 900 jt= 300 jt
1.200 jt – 300 jt = 900 jt – 300 jt = 600 jt
50 jt 3 AP 5/12 x 600 jt = 250.000.000
100 jt 1 AL
Suami ¼ 3/12 x 600 jt = 150.000.000
Ibu 1/6 2/12 x 600 jt = 100.000.000
Bapak 1/6 2/12 x 600 jt = 100.000.000
BW
1.200.000.000 – 300 jt – 400 jt = 500 jt
3 AP = 1/5 3/5 x 500 jt = 300 jt
1 AL = 1/5 1/5 x 500 jt = 100 jt
Suami = 1/5 1/5 x 500 jt = 100 jt
ADAT
HN = 500 jt = AL
6. Harta bersama = 88 jt x ½ = 44 jt
Piutang = 44 jt + 6 jt = 50 jt
Hutang = 50 jt – 10 jt = 40 jt
Wasiat = 40 jt – 12 jt = 28 jt = Harta sisa
Hanafi = KHI
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Kakek = 1/6+ sisa = 1/6 + 1/6 = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Syafi’i = kakek 1/6
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Kakek = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Ibu = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Sdr LK s bpk = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Muqasamah
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Kakek = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34 : 2 = 4.666.666.67
Sdr LK sbpk =
1/3 Sisa
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Kakek = 1/3 sisa (28 jt – 1.866.666,7) = 9.333.333.3
= 9.333.333.3 x 1/3 = 3.111.111,1
2 sdr sbpk LK = 6.222.222,2 : ½ = 3.111.111,1
BW
AP = ½ x 28 jt = 14 jt
Cucu Lk = ½ x 28 jt = 14 jt
Adat (Mayorat pr)
HN = 28.000.000
7. a. Olografis :
Macam-macam Testament di lihat dari segi bentuk: Wasiat Olografis (olographis testament)
Yaitu surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditanda tangani pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadaan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda.
b. Legaat
Suatu testament juga dapat berisikan legaat, yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa:
1) Satu atau beberapa benda tertentu.
2) Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh barang yang bergerak.
3) Hak vruckt- grbruick atas sebagian seluruh harta warisan.
4) Suatu hal lain terhadap boedel, misalnya hak untuk member satu atau beberapa benda tertentu dari boendel.
c. Muderech :
d. Anak zina adalah anak yang yang lahir dari hubungan zina, yaitu hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan diluar akad nikahyang sah.
Anak lian adalah anak yang dilahirkan ibunya dalam keadaan hubungan perkawinan yang sah, tetapi suami tidak mengakui dan menuduh isterinya berbuat zina tampa bukti-bukti yang kuat. Untuk terlepas dari hukuman menuduh zina, suami harus bersumpah lian da isteri akan bebas dari tuduhan zina apabila ia juga menyatakan sumpah lian. Dasar hukum yang melandasi tentang sumpah lian ini adalah Al Qur'an sebagaimana tercantum dalam Surah An Nur ayat 6-9 dan juga Sunnah Nabi saw yang menjelaskan bahwa sumpah lian harus dilakukan dihadapan hakim.
Nim:07120010
Tugas UAS
Perbadingan Hukum Waris
1. Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam Menurut Prof.Dr.Amir Syarifudin, ada lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta kepada ahli waris, cara pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah harta yang diterima dan waktu terjadinya peralihan harta itu. Asas-asas tersebut adalah :
a) Asas Ijbari (memaksa=compulsory) Peralihan harta peninggalan berlaku dengan sendirinya tanpa digantungkan pada kehendak masing-masing pihak.
b) Asas Bilateral Bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak yaitu pihak garis keturunan laki-laki dan pihak garis keturunan perempuan.
c) Asas Individual Pemilikan harta peninggalan yang diberikan dapat dimiliki secara individu.
d) Asas Keadilan Berimbang Harus senantiasa terdapat keseimbangan antara hak yang diperoleh seseorang dengan keajiban yang harus ditunaikannya.
e) Asas Kematian Peralihan harta seorang kepada orang lain hanya berlaku setelah orang yang mempunyai harta meninggal dunia.
Ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dan disebut sebagai harta warisan, selama orang yang mempunyai harta itu masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun yang akan dilaksanakan kemudian sesudah kematiannya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum islam. Ini berarti bahwa hukum kewarisan islam hanya mengenal satu bentuk kewarisan saja yaitu kewarisan sebagai akibat kematian seseorang atau yang disebut dalam hukum kewarisan perdata barat kewarisan ab intestato atau kewarisan karena kematian atau kewarisan menurut undang-undang.
Hukum kewarisan islam, karena itu tidak mengenal kewarisan atas dasar wasiat atau kewarisan karena diangkat atau ditunjuk dengan surat wasiat yang dilakukan oleh seseorang pada waktu ia masih hidup, yang disebut dalam hukum perdata barat dengan istilah kewarisan secara testamen.
2. Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Islam
Dalam Kompilasi Hukum Islam buku II, bab I tentang ketentuan umum, dapat disimpulkan bahwa hukum kewarisan Islam memisahkan konsep antara harta peninggalan dan harta warisan. Yang dimaksud harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Sedangkan yang dimaksud mengenai harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Dalam setiap ketentuan positif dalam hukum kewarisan Islam selalu diberi penjelasan bahwa ahli waris baru dapat menerima harta warisan setelah dikurang dengan pembayaran hutang dan wasiat. Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa hukum kewarisan Islam menuntut adanya pelunasan segala hutang dan wasiat si pewaris sebelum harta warisan dibagikan. Para ahli waris tidak diwajibkan untuk menutupi kekurangan yang timbul karena tidak mencukupi harta peninggalan bagi pelunasan hutang pewaris dengan kekayaan sejumlah harta peninggalan.
Ditinjau Dari Hukum Kewarisan Perdata Barat
Menurut hukum kewarisan Islam dan hukum waris adat, apa yang pada hakekatnya beralih dari tangan yang wafat kepada para ahli waris ialah barang-barang tinggalan dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si pewaris.
Mr.Ter Haar mengatakan bahwa hanya harta peninggalan yang tinggal tak terbagi-bagilah yang harus dipergunakan untuk membayar hutang-hutang si pewaris. Titik pangkal ini mengakibatkan perumusan kaedah hukum adat yakni hanya sisa harta peninggalan dapat diwaris. Sebaliknya KUHPerdata memandang selaku hakekat, bahwa yang diwarisi oleh ahli waris itu tidaklah hanya hal-hal yang bermanfaat saja bagi mereka, melainkan juga hutang dari si pewaris.
Hakekat dalam KUHPerdata bahwa hutang-hutang si pewaris beralih pula kepada ahli waris juga menentukan bahwa para ahli waris dapat menghindarkan peralihan itu dengan jalan menerima atau menolak warisan atau menerima dengan syarat, yaitu menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang si pewaris yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.
Pengaturan hukum waris dalam BW.
Unsur kebendaan dalam hukum waris dalam kitab undang-undang hukum per data adalah mengatur tentang masalah kebendaan.
Unsur-unsur hukum waris tidak semuanya di atur dalam buku II. Bahkan masalah harta benda warisan tersebut ada yang di atur dalam buku I. pasal 128 buku I misalnya menetapkan bahwa setelah bubarnya persatuan, maka harta bernda kesatuan tersebut di bagi dua antara suami-istri dengan tida mempersoalkan dari pihak mana harta banda trsebut di peroleh. Masalah pengakuan anak yang menyebabkan anak luar kawin dapat mewarisi diatur dalam buku I, teristimewa pasal 272 sampai KUH perdata tetapi di atur dalam stantsblad 1917 nomor 129 yang brlaku khusus untuk WNI golongan timur
dalam hukum adat untuk terjadinya pewarisan haruslah memenuhi 4 unsur pokok, yaitu :
1. adanya Pewaris;
2. adanya Harta Waris;
3. adanya ahli Waris; dan
4. Penerusan dan Pengoperan harta waris.
3. PENGHALANG WARISAN
Penghalang warisan atau hijab menurut hukum Barat,
1.mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal
2.mereka yang dengan putusan hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuaatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat
3.mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mecegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya
4.mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal .
Penghalang warisan atau hijab menurut hukum Islam, dibagi menjadi dua golongan (macam), yaitu:
Hijab Nuqshon
ialah penghalang warisan atau hijab yang dapat mengurangi bagian ahli waris yang telah ditentukan. Misalnya:
-Suami kalau tidak ada anak akan mendapatkan ½, tetapi jika ada anak mendapat ¼
-Isteri kalau tidak ada anak akan mendapat ¼, tetapi kalau ada anak ia mendapatkan 1/8
-Ibu mestnya mendapatkan 1/3, tetapi jika ada anak ia mendapatkan 1/6
-Ayah mestinya menjadi waris ashabah, tetapi kalau ada anak laki-laki, kemudian ayah tersebut mengambil furudlnya (bagiannya) sebanyak 1/6.
Hijab Hirman
Hijab Hirman ialah penghalang warisan atau hijab yang menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan. Dengan adanya hijab hirman, maka ahli waris menjadi sama sekali tidak mendapatkan bagian dari harta warisan. Hijab Hirman digolongkan menjadi dua, yaitu:
a. Hijab hirman bil washfi (hijab sebab sifat), yakni menghijab atau menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan karena sifat (sebab) yang ada pada ahli waris. Misal: membunuh pewaris, perbedaan agama.
b.Hijab hirman bisy-syakhshi, yakni menghijab atau menghalang-halangi ahli waris untuk menerima bagian dari harta warisan karena terdapat ahli waris lain yang lebih berhak. Misal:
-kakek terhijab oleh bapak
-cucu terhijab oleh anak laki-laki
-saudara terhijab oleh anak laki-laki.
4. wasiat dan hibah yang diatur dalam KUH Perdata tidak lepas dari pengaruh hukum Islam. Meskipun atas pengaruh hukum Islam, tetapi berbeda nilai idiilnya dengan hukum islam, karena dalam KUH Perdata hibah dan wasiat digolongkan perjanjian cuma-cuma yang tidak mengandung unsur kasih sayang dan tolong menolong. sedangkan dalam hal islam perbuatan hukumnya dilihat dari kamul khomsah pada assanya sunnah (Al-Baqoroh ayat 177 dan 180). Hibah dalam KUH Perdata merupakan bagian dari hukum perjanjian dan digolongkan perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu diwaktu hidupnya (Subekti,1991,1).
5. Islam bagi yang setuju
3 AP = Asobah 5/12 x 500 jt = 208.333.334
1 AL = Asobah
Suami ¼ 3/12 x 500 jt = 125.000.000
Ibu 1/6 2/12 x 500 jt = 83.333.333.4
Bapak 1/6 2/12 x 500 jt = 83. 333.333.4
Yang tidak setuju terhadap bagian wasiat:
Wasiat 1/3 x 900 jt= 300 jt
1.200 jt – 300 jt = 900 jt – 300 jt = 600 jt
50 jt 3 AP 5/12 x 600 jt = 250.000.000
100 jt 1 AL
Suami ¼ 3/12 x 600 jt = 150.000.000
Ibu 1/6 2/12 x 600 jt = 100.000.000
Bapak 1/6 2/12 x 600 jt = 100.000.000
BW
1.200.000.000 – 300 jt – 400 jt = 500 jt
3 AP = 1/5 3/5 x 500 jt = 300 jt
1 AL = 1/5 1/5 x 500 jt = 100 jt
Suami = 1/5 1/5 x 500 jt = 100 jt
ADAT
HN = 500 jt = AL
6. Harta bersama = 88 jt x ½ = 44 jt
Piutang = 44 jt + 6 jt = 50 jt
Hutang = 50 jt – 10 jt = 40 jt
Wasiat = 40 jt – 12 jt = 28 jt = Harta sisa
Hanafi = KHI
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Kakek = 1/6+ sisa = 1/6 + 1/6 = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Syafi’i = kakek 1/6
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Kakek = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Ibu = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Sdr LK s bpk = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Muqasamah
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Kakek = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34 : 2 = 4.666.666.67
Sdr LK sbpk =
1/3 Sisa
AP = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Cucu LK = 2/6 x 28 jt = 9.333.333.34
Ibu = 1/6 = 1/6 x 28 jt = 4.666.666.67
Kakek = 1/3 sisa (28 jt – 1.866.666,7) = 9.333.333.3
= 9.333.333.3 x 1/3 = 3.111.111,1
2 sdr sbpk LK = 6.222.222,2 : ½ = 3.111.111,1
BW
AP = ½ x 28 jt = 14 jt
Cucu Lk = ½ x 28 jt = 14 jt
Adat (Mayorat pr)
HN = 28.000.000
7. a. Olografis :
Macam-macam Testament di lihat dari segi bentuk: Wasiat Olografis (olographis testament)
Yaitu surat wasiat yang seluruhnya ditulis dengan tangan dan ditanda tangani pewaris sendiri. Kemudian surat wasiat tersebut harus diserahkan untuk disimpan pada seorang notaris dan penyerahan kepada notaris ini ada dua cara, yaitu bisa diserahkan dalam keadaan terbuka bisa juga dalam keadaan tertutup. Kedua cara penyerahan dan penyimpanan pada notaris itu mempunyai akibat hukum yang satu sama lain berbeda.
b. Legaat
Suatu testament juga dapat berisikan legaat, yaitu suatu pemberian kepada seseorang. Adapun yang dapat diberikan dalam suatu legaat dapat berupa:
1) Satu atau beberapa benda tertentu.
2) Seluruh benda dari satu macam atau jenis, misalnya seluruh barang yang bergerak.
3) Hak vruckt- grbruick atas sebagian seluruh harta warisan.
4) Suatu hal lain terhadap boedel, misalnya hak untuk member satu atau beberapa benda tertentu dari boendel.
c. Muderech :
d. Anak zina adalah anak yang yang lahir dari hubungan zina, yaitu hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan diluar akad nikahyang sah.
Anak lian adalah anak yang dilahirkan ibunya dalam keadaan hubungan perkawinan yang sah, tetapi suami tidak mengakui dan menuduh isterinya berbuat zina tampa bukti-bukti yang kuat. Untuk terlepas dari hukuman menuduh zina, suami harus bersumpah lian da isteri akan bebas dari tuduhan zina apabila ia juga menyatakan sumpah lian. Dasar hukum yang melandasi tentang sumpah lian ini adalah Al Qur'an sebagaimana tercantum dalam Surah An Nur ayat 6-9 dan juga Sunnah Nabi saw yang menjelaskan bahwa sumpah lian harus dilakukan dihadapan hakim.
Dampak Pengangguran Terhadap Kemiskinan
MAKALAH
Sosiologi
“Dampak Pengangguran Terhadap Kemiskinan”
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas UAS
Sosiologi
Oleh
Humaera : 07400275
JURUSAN SYARI’AH TWINING PROGRAM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN....…………………………………………............………………..1
A. Latar Belakang………………………..................………………………............….1
B. Rumusan Masalah……………………………………….....……………...........…..1
C. Tujuan Penulisan……………………………….……….....………............………..1
BAB II: KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI………….......……………......…..2
BAB III: PEMBAHASAN………………………...……………….....…............……………..4
I.Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran………………………..…………………..4
II. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Dan Kemiskinan…...….5
III. Cara Mengatasi Pengangguran Yang Berdampak Pada Kemiskinan……......……6
BAB IV: PENUTUP……………………………………….....……………….............8
A. Kesimpulan……………………………………….....……………........…..8
B. Saran……………………………………….....…………..................……..8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
Ledakan Pengangguran Akibat krisis finansial yang memporak-porandakan perkonomian nasional, banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang ke rekan bisnis. Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan besarnya cost yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat.
Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga antri menanti tenaganya dimanfaatkan. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia lambat-laun akan menimbulkan banyak masalah sosial yang nantinya akan menjadi suatu krisis sosial, karena banyak orang yang frustasi menghadapi nasibnya.
Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa sebab-sebab terjadinya pengangguran?
2. Apakah dampak pengangguran terhadap perekonomian dan kemiskinan?
3. Bagaimana cara mengatasi pengangguran yang berdampak pada kemiskinan?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui jenis-jenis pengangguran.
2. Mengetahui penyebab terjadinya pengangguran.
3. Mengetahui dampak pengangguran terhadap perekonomian dan kemiskinan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Maka perlu adanya kebijakan sosial sebagaimana Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.
Pengangguran menjadi masalah sosial dari jenis faktor ekonomi. Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1.Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.2
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a.Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b.Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah
c.Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d.Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e.Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f.Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).3
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial Jika masalah pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut maka sangat besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial. Suatu krisis sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, tingginya angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman, dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang senantiasa menghantui masyarakat kita. Bagi banyak orang, mendapatkan sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga diri.Kehilangan pekerjaan bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun bukan pilihan semua orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat dianggap sebagai nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena perusahaannya bangkrut.
I.Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
1.Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2.Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3.Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5.Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.4
II. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Dan Kemiskinan
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu:
a.Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b.Dampak pengangguran terhadap Kemiskinan
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.5
III. Cara Mengatasi Pengangguran Yang Berdampak Pada Kemiskinan
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1.Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2.Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3.Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
4.Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.6
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1.Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
2.Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3.Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4.Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
5.Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.7
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1.Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain
2.Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1.Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2.Meningkatkan daya beli Masyarakat.8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita.9 Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.
B. Saran
Rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang, jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Association of Social Worker. Encyclopedia Of Social Work, Vol II. National Association of Social Worker. Inc. USA : 1971.
2. James Midgley, etc. The Handbook of Social Policy.
3. Bruce.S Jansson. Social Policy, from theory to policy practice, second edition. Brooks / Cole Publishing Company. California : 1994.
4. Robert Morris. Social Policy of The American Welfare State. Harper & Row Publisher. USA : 1979.
5. Oxford English Dictionary, compact edition. New York : Oxford University Press. 1971.
6. Isbandi Rukminto Adi. Phd, “ Kemiskinan Multidimensional “ pada acara yang diselenggarakan BEM-J PMI dengan tema ‘Mencari Paradigma Baru Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial’. Gd. Teater Fakultas Dakwah & Komunikasi. UIN Jakarta, 28 Desember 2005.
7. Edi Suharto. Phd. Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya. http://www.policy.hu/suharto/makIndo13.html
8. Edi Suharto, Phd. Materi Latihan: Analisis Kebijakan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/makIndo21.html.
9. Edi Suharto, Phd . Pendekatan Pekerja Sosial dalam Menangani Kemiskinan di Tanah Air. http://www.policy.hu/suharto/makIndo27.html.
Sosiologi
“Dampak Pengangguran Terhadap Kemiskinan”
Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas UAS
Sosiologi
Oleh
Humaera : 07400275
JURUSAN SYARI’AH TWINING PROGRAM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2011
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN....…………………………………………............………………..1
A. Latar Belakang………………………..................………………………............….1
B. Rumusan Masalah……………………………………….....……………...........…..1
C. Tujuan Penulisan……………………………….……….....………............………..1
BAB II: KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI………….......……………......…..2
BAB III: PEMBAHASAN………………………...……………….....…............……………..4
I.Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran………………………..…………………..4
II. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Dan Kemiskinan…...….5
III. Cara Mengatasi Pengangguran Yang Berdampak Pada Kemiskinan……......……6
BAB IV: PENUTUP……………………………………….....……………….............8
A. Kesimpulan……………………………………….....……………........…..8
B. Saran……………………………………….....…………..................……..8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengangguran adalah seseorang yang tergolong angkatan kerja dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Masalah pengangguran yang menyebabkan tingkat pendapatan nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal yaitu masalah pokok makro ekonomi yang paling utama.
Ledakan Pengangguran Akibat krisis finansial yang memporak-porandakan perkonomian nasional, banyak para pengusaha yang bangkrut karena dililit hutang bank atau hutang ke rekan bisnis. Begitu banyak pekerja atau buruh pabrik yang terpaksa di-PHK oleh perusahaan di mana tempat ia bekerja dalam rangka pengurangan besarnya cost yang dipakai untuk membayar gaji para pekerjanya. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya ledakan pengangguran yakni pelonjakan angka pengangguran dalam waktu yang relatif singkat.
Padahal di masyarakat, jutaan penganggur juga antri menanti tenaganya dimanfaatkan. Besarnya jumlah pengangguran di Indonesia lambat-laun akan menimbulkan banyak masalah sosial yang nantinya akan menjadi suatu krisis sosial, karena banyak orang yang frustasi menghadapi nasibnya.
Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia.1
B. Rumusan Masalah
1. Apa sebab-sebab terjadinya pengangguran?
2. Apakah dampak pengangguran terhadap perekonomian dan kemiskinan?
3. Bagaimana cara mengatasi pengangguran yang berdampak pada kemiskinan?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui jenis-jenis pengangguran.
2. Mengetahui penyebab terjadinya pengangguran.
3. Mengetahui dampak pengangguran terhadap perekonomian dan kemiskinan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Maka perlu adanya kebijakan sosial sebagaimana Schorr dan Baumheir, menggunakan definisi kebijakan sosial yaitu suatu prinsip dan cara melakukan suatu tindakan kesepakatan di suatu tataran dengan individu dan juga menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini menjadikan suatu pemikiran dalam melakukan intervensi (keterlibatan) dari peraturan yang berbeda dengan sistem sosial. Menetapkan suatu kebijakan sosial haruslah menunjukkan tata cara bagaimana proses penerapannya dalam menghadapi suatu fenomena sosial, hubungan sosial pemerintah dalam mendistribusikan penghasilan dalam suatu masyarakat.
Pengangguran menjadi masalah sosial dari jenis faktor ekonomi. Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
1.Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2.Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3.Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.2
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a.Pengangguran konjungtural (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
b.Pengangguran struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktuiral bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
Akibat kebijakan pemerintah
c.Pengangguran friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d.Pengangguran musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e.Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f.Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand).3
BAB III
PEMBAHASAN
Masalah Pengangguran dan Krisis Sosial Jika masalah pengangguran yang demikian pelik dibiarkan berlarut-larut maka sangat besar kemungkinannya untuk mendorong suatu krisis sosial. Suatu krisis sosial ditandai dengan meningkatnya angka kriminalitas, tingginya angka kenakalan remaja, melonjaknya jumlah anak jalanan atau preman, dan besarnya kemungkinan untuk terjadi berbagai kekerasan sosial yang senantiasa menghantui masyarakat kita. Bagi banyak orang, mendapatkan sebuah pekerjaan seperti mendapatkan harga diri.Kehilangan pekerjaan bisa dianggap kehilangan harga diri. Walaupun bukan pilihan semua orang, di zaman serba susah begini pengangguran dapat dianggap sebagai nasib. Seseorang bisa saja diputus hubungan kerja karena perusahaannya bangkrut.
I.Sebab-Sebab Terjadinya Pengangguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
1.Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2.Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3.Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4.Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja Indonesia
5.Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.4
II. Dampak-Dampak Pengangguran Terhadap Perekonomian Dan Kemiskinan
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap per-ekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran terhadap dua aspek ekonomi, yaitu:
a.Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
b.Dampak pengangguran terhadap Kemiskinan
Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah serta tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada di bawah garis kemiskinan (poverty line) merupakan dua masalah besar di banyak negara-negara berkembang (LDCs), tidak terkecuali di Indonesia.
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolut
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap masyarakat pada umumnya:
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social politik.5
III. Cara Mengatasi Pengangguran Yang Berdampak Pada Kemiskinan
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sbb :
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1.Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2.Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3.Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan
4.Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.6
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1.Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya
2.Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3.Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4.Menggalakkan program transmigrasi untuk me-nyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
5.Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.7
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1.Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain
2.Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1.Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2.Meningkatkan daya beli Masyarakat.8
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya lapangan pekerjaan. Ada berbagai macam tipe pengangguran, misalnya pengangguran teknologis, pengangguran friksional dan pengangguran struktural. Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita.9 Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.
B. Saran
Rendahnya taraf hidup di negara-negara berkembang, jika dibandingkan dengan negara-negara maju, pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang relatif lebih rendah daripada yang dilakukan di negara-negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak. Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan pekerjaan sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA
1. National Association of Social Worker. Encyclopedia Of Social Work, Vol II. National Association of Social Worker. Inc. USA : 1971.
2. James Midgley, etc. The Handbook of Social Policy.
3. Bruce.S Jansson. Social Policy, from theory to policy practice, second edition. Brooks / Cole Publishing Company. California : 1994.
4. Robert Morris. Social Policy of The American Welfare State. Harper & Row Publisher. USA : 1979.
5. Oxford English Dictionary, compact edition. New York : Oxford University Press. 1971.
6. Isbandi Rukminto Adi. Phd, “ Kemiskinan Multidimensional “ pada acara yang diselenggarakan BEM-J PMI dengan tema ‘Mencari Paradigma Baru Kebijakan Pengentasan Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial’. Gd. Teater Fakultas Dakwah & Komunikasi. UIN Jakarta, 28 Desember 2005.
7. Edi Suharto. Phd. Konsep Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya. http://www.policy.hu/suharto/makIndo13.html
8. Edi Suharto, Phd. Materi Latihan: Analisis Kebijakan Sosial. http://www.policy.hu/suharto/makIndo21.html.
9. Edi Suharto, Phd . Pendekatan Pekerja Sosial dalam Menangani Kemiskinan di Tanah Air. http://www.policy.hu/suharto/makIndo27.html.
Masalah-Masalah Sosial
Nama : Humaira
Nim : 07400275
“Masalah-Masalah Sosial”
Kesimpulan
Metode pemecahan terhadap masalah sosial yang menyangkut nilai-nilai dan perasaan-perasaan masyarakat. Dapat menggunakan metode preventif dan represif untuk meniadakan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat.metode preventif harus didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya problema-problema sosial. Metode represif lebih banyak dipergunakan; artinya setelah suatu gejal dapat dipastikan sebagai masalah sosial maka baru diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Dalam mengatasi masalah-masalah social perlu adanya perencanaan sosial (sosial planning). Menurut Ogburn dan Nimkoff, prasyarat suatu perencanaan sosial yang efektif adalah:
1.adanya unsure modern dalam masyarakat yang mencakup suatu system ekonomi dimana telah dipergunakan uang, urbanisasi yang teratur, inteligensia dibidang teknik dan ilmu pengetahuan, dan suatu system administrasi yang baik.
2.adanya system pengumpulan keterangan dan analisa yang baik.
3.terdapatnya sikap publik yang baik terhadap usaha-usaha perencanaan sosial tersebut.
4.adanya pimpinan ekonomis dan politik yang progresif.
Suatu kebudayaan mungkin berubah sedemikian rupa sehingga anggota-anggota masyarakat merasa bahwa kebutuhan-kebutuhannya tak dapat terpenuhi oleh kebudayaannya tadi. Untuk merumuskan apa yang dinamakan dengan problema sosial tidak begitu sukar, dari pada usaha-usaha untuk membuat suatu indeks yang memberi petunjuk akan adanya problema-problema sosial tersebut. Para sosiolog telah banyak mengusahakan adanya indeks-indeks tersebut misalnya angka laju dari gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, misalnya angka perceraian. Sering juga diusahakan gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya.
Setiap masyarakat mempunyai norma-norma yang bersangkut-paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta penyesuaian diri orang perorangan atau kelompok manusia. Penyimpangan-penyimpangn terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala yang abnormal yang merupakan problema-problema sosial yang dapat diklasifikasikan dalam empat kategori:
1.Faktor Ekonomis: Timbul persoalan seperti; kemiskinan, pengangguran dan sebagainya
2.Faktor Biologis: Timbul persoalan seperti; penyakit
3.Faktor Psikologis: Timbul persoalan seperti; penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri, disorganisasi jiwa dan seterusnya.
4.Faktor Kebudayaan: Timbul persoalan seperti; perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan kegamaan
Didalam menentukan suatu masalah merupakan problema sosial atau tidak, sosiologi mempergunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran, yaitu:
1.kriteria utama dari suatu problema sosial, yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial.
2.sumber-sumber sosial problema sosial, yaitu bahwa akibat dari gejala-gejala sosial, maupun gejala bukan sosial dan yang menyebabkan problema-problema sosial.
3.pihak-pihak yang menetapkan apakah suatu kepincangan merupakan problema sosial atau tidak, hal ini bersifat relatif sekali. Yaitu, sikap masyarakat itu sendirilah yang menentukan apakah suatu gejala merupakan suatu problema sosial atau tidak.
4.”manifest social problems” dari ”latent social problems”. manifest social problems merupakan problema-problema sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat oleh karena tidak sesuainya tindakan-tindakan dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan menyimpang tadi. latent social problems juga menyangkut hal-hal yang berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat akan tetapi tidak diakui bahwa demikian halnya. Sosiologi tidaklah bertujuan untuk membentuk manusia-manusia yang bijaksana dan selalu baik dalam tindakan-tindakannya, akan tetapi untuk membuka mata mereka sehingga memperhitungkan akibat dari tindakan-tindakannya itu.
5.perhatian masyarakat dan problema-problema sosial. Seorang sosiolog harus dapat berfikir senetral mungkin, oleh karena apabila dia terlampau terpaut paa perhatian masyarakat, maka hasil penelitiannya akan meleset pula.
Nim : 07400275
“Masalah-Masalah Sosial”
Kesimpulan
Metode pemecahan terhadap masalah sosial yang menyangkut nilai-nilai dan perasaan-perasaan masyarakat. Dapat menggunakan metode preventif dan represif untuk meniadakan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat.metode preventif harus didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap sebab-sebab terjadinya problema-problema sosial. Metode represif lebih banyak dipergunakan; artinya setelah suatu gejal dapat dipastikan sebagai masalah sosial maka baru diambil tindakan-tindakan untuk mengatasinya.
Dalam mengatasi masalah-masalah social perlu adanya perencanaan sosial (sosial planning). Menurut Ogburn dan Nimkoff, prasyarat suatu perencanaan sosial yang efektif adalah:
1.adanya unsure modern dalam masyarakat yang mencakup suatu system ekonomi dimana telah dipergunakan uang, urbanisasi yang teratur, inteligensia dibidang teknik dan ilmu pengetahuan, dan suatu system administrasi yang baik.
2.adanya system pengumpulan keterangan dan analisa yang baik.
3.terdapatnya sikap publik yang baik terhadap usaha-usaha perencanaan sosial tersebut.
4.adanya pimpinan ekonomis dan politik yang progresif.
Suatu kebudayaan mungkin berubah sedemikian rupa sehingga anggota-anggota masyarakat merasa bahwa kebutuhan-kebutuhannya tak dapat terpenuhi oleh kebudayaannya tadi. Untuk merumuskan apa yang dinamakan dengan problema sosial tidak begitu sukar, dari pada usaha-usaha untuk membuat suatu indeks yang memberi petunjuk akan adanya problema-problema sosial tersebut. Para sosiolog telah banyak mengusahakan adanya indeks-indeks tersebut misalnya angka laju dari gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, misalnya angka perceraian. Sering juga diusahakan gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya.
Setiap masyarakat mempunyai norma-norma yang bersangkut-paut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta penyesuaian diri orang perorangan atau kelompok manusia. Penyimpangan-penyimpangn terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala yang abnormal yang merupakan problema-problema sosial yang dapat diklasifikasikan dalam empat kategori:
1.Faktor Ekonomis: Timbul persoalan seperti; kemiskinan, pengangguran dan sebagainya
2.Faktor Biologis: Timbul persoalan seperti; penyakit
3.Faktor Psikologis: Timbul persoalan seperti; penyakit syaraf (neurosis), bunuh diri, disorganisasi jiwa dan seterusnya.
4.Faktor Kebudayaan: Timbul persoalan seperti; perceraian, kejahatan, kenakalan anak-anak, konflik rasial dan kegamaan
Didalam menentukan suatu masalah merupakan problema sosial atau tidak, sosiologi mempergunakan beberapa pokok persoalan sebagai ukuran, yaitu:
1.kriteria utama dari suatu problema sosial, yaitu tidak adanya persesuaian antara ukuran-ukuran dan nilai-nilai sosial dengan kenyataan-kenyataan serta tindakan-tindakan sosial.
2.sumber-sumber sosial problema sosial, yaitu bahwa akibat dari gejala-gejala sosial, maupun gejala bukan sosial dan yang menyebabkan problema-problema sosial.
3.pihak-pihak yang menetapkan apakah suatu kepincangan merupakan problema sosial atau tidak, hal ini bersifat relatif sekali. Yaitu, sikap masyarakat itu sendirilah yang menentukan apakah suatu gejala merupakan suatu problema sosial atau tidak.
4.”manifest social problems” dari ”latent social problems”. manifest social problems merupakan problema-problema sosial yang timbul sebagai akibat terjadinya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat oleh karena tidak sesuainya tindakan-tindakan dengan norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakat. Masyarakat pada umumnya tidak menyukai tindakan-tindakan menyimpang tadi. latent social problems juga menyangkut hal-hal yang berlawanan dengan nilai-nilai masyarakat akan tetapi tidak diakui bahwa demikian halnya. Sosiologi tidaklah bertujuan untuk membentuk manusia-manusia yang bijaksana dan selalu baik dalam tindakan-tindakannya, akan tetapi untuk membuka mata mereka sehingga memperhitungkan akibat dari tindakan-tindakannya itu.
5.perhatian masyarakat dan problema-problema sosial. Seorang sosiolog harus dapat berfikir senetral mungkin, oleh karena apabila dia terlampau terpaut paa perhatian masyarakat, maka hasil penelitiannya akan meleset pula.
EUTANASIA, TRANSPLANTASI, BAYI TABUNG, ABORSI, DAN KEPEMIMPINAN WANITA MENURUT HUKUM ISLAM
MAKALAH FIQH MUASIROH
{EUTANASIA, TRANSPLANTASI, BAYI TABUNG, ABORSI, DAN KEPEMIMPINAN WANITA
MENURUT HUKUM ISLAM}
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Untuk Menyelesaikan
Tugas UAS Perkuliahan Fiqh Muasiroh
Disusun Oleh :
Humaira: 07120010
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH TWINNING PROGRAM
2011
TRANSPLANTASI
A. PERMASALAHAN
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql). Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).
Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ dilakukan sebagaimana berikut ini:
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Didalam syariat Islam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
C. KOMENTAR
Allah SWT telah membolehkan orang yang terpaksa “yang telah kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian“ untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah “seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain“ hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. (QS. Al Baqarah : 173).
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. (QS. An Nisaa: 29)
Menurut saya, dalil diatas dapat diqiyaskan dengan transplantasi. Karena melindungi jiwa (hifdz al-nafas) atau setiap orang berhak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, bila hal tersebut tidak menimbulkan mudharat (kerugian) terhadap orang lain.
ABORSI
A. PERMASALAHAN
Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”
Berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
C. KOMENTAR
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman saya, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
EUTANASIA
A. PERMASALAHAN
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
C. KOMENTAR
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien “setelah matinya/rusaknya organ otak ”hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
BAYI TABUNG
A. PERMASALAHAN
Dalam kehidupan modern dewasa ini ada kemungkinan seorang istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan bisa menghamilkan suatu benih bukan melalui jalur biasa yaitu hubungan kelamin, melainkan melalui cara suntikan atau operasi, sehingga benih tersebut di masukkan kedalam rahim istri (wanita) itu sampai mengandung, karena benih tersebut di ambil dari zakar laki-laki da disimpan lebih dulu dalam suatu tabung. Maka kehamilan seperti inilah yang disebut dengan kehamilan bayi tabung.
Bayi tabung ( test tube baby) yang kita kenal dengan bayi tabung yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Adapun alasan lain yaitu sesuai dengan hadist Abu Hurairah yang berbunyi:
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh Saw telah bersabda: apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari sagala amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.
C. KOMENTAR
Penulis berpendapat adalah usaha untuk memperoleh anak adalah naluriah setiap manusia dan usaha yang dianjurkan oleh agama. Karenanya jika dengan cara biasa tidak dapat memperoleh anak, maka hendaklah dapat mengusahakan melalui bayi tabung, termasuk hal yang dianjurkan, namun harus memperhatikan norma- norma agama. Karena bayi tabung lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses memperoleh keturunan. Jika ini sudah dipegang maka suami istri boleh saja menempuh cara yang tidak lazim ( bayi tabung) kalau memang cara alamiah tidak menghasilkan anak. Karena ini termasuk kebutuhan yang daruriyat, selam tidak berbenturan dengan nash yang qat’I bayi tabung dengan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, maka hukumnya boleh.
WANITA SEBAGAI PEMIMPIN
A. PERMASALAHAN
Aturan perempuan dalam ranah politik di perspektif islam telah menjadi polemik. Hal ini menjadi sesuatu yang krusial untuk didiskusikan antara individu yang membuatnya menjadi isu yang marginal dan individual yang mana melegalkannya.
Demikianlah, menolak hak wanita dalam ranah politik sebagai pemimpin berdasarkan perspektif islam tidak didefinisikan secara terinci.
B. PEMBAHASAN
Didalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.
Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
1. Tidak ada Nabi dan Rasul wanita (Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya). (Qs.al-An’aam 6:9), (Qs. Yusuf 12:109), (Qs. Al-Anbiyaa’ 21:7)
2. Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’I, Hambali dan Ja’fari/ Imammiah)
3. Laki-laki sudah ditetapkan sebagai pemimpin wanita. (Qs. An-Nisaa’ 4:34)
Berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dgn anak wanita” (Qs. Ali Imron 3:36)
4. Hadist :
“Diriwayatkan dari Abu Bakar, katanya : Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persi mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi dan an-Nasa’i)
Hadist diatas memang diucapkan oleh Rasul ketika menanggapi kabar dipilihnya seorang wanita, puteri Anusyirwan dari Persi, menjadi pemimpin. Akan tetapi coba perhatikan konteks sabda tsb tidak menyebut bahwa ucapan tsb hanya berlaku bagi kerajaan Persi, namun suatu gambaran umum tentang tidak layaknya wanita dijadikan pemimpin dalam suatu bangsa.
Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat diberbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya. (Qs. Al-Baqarah 2:228)
“Bagi para wanita, mereka punya hak yg seimbang dgn kewajibannya menurut cara yg benar. Tapi para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari istrinya.” “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dlm keluarganya, dan dia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab thd kepemimpinannya.” (Hadist Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi Saw mengikut sertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau.
Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu As-syifa’ al-Ansyoriah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah (kalau sekarang ini mungkin bisa disetarakan dengan kedudukan menteri ekonomi).
Patut dicatat bahwa tugas seorang menteri tidak seberat dan sebesar tanggung jawab tugas kepala negara. Disisi lain, menteri tetap harus bertanggung jawab kepada pemimpinnya, yaitu presiden (dlm istilah agamanya, isteri memiliki tanggung jawab atas kepemimpinannya dalam rumah tangga suaminya). Itulah contoh dan bentuk emansipasi wanita didalam Islam.
C. KOMENTAR
Menurut saya, dalam hal wanita sebagai pemimpin negara (presiden) masih terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagai mana hadist yang menyatakan bahwa ”kamu lebih tau urusan duniamu”. Saya pikir Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya. Kepemimpinan suatu negara adalah urusan kehidupan dunia, jadi bila memang benar ada wanita yang mampu memimpin suatu negara dengan segala tanggung jawabnya, kenapa tidak boleh?.TRANSPLANTASI
A. PERMASALAHAN
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql). Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).
Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ dilakukan sebagaimana berikut ini:
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Didalam syariat Islam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
C. KOMENTAR
Allah SWT telah membolehkan orang yang terpaksa “yang telah kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian“ untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah “seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain“ hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. (QS. Al Baqarah : 173).
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. (QS. An Nisaa: 29)
Menurut saya, dalil diatas dapat diqiyaskan dengan transplantasi. Karena melindungi jiwa (hifdz al-nafas) atau setiap orang berhak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, bila hal tersebut tidak menimbulkan mudharat (kerugian) terhadap orang lain.
ABORSI
A. PERMASALAHAN
Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”
Berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
C. KOMENTAR
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman saya, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
EUTANASIA
A. PERMASALAHAN
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
C. KOMENTAR
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien “setelah matinya/rusaknya organ otak ”hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
BAYI TABUNG
A. PERMASALAHAN
Dalam kehidupan modern dewasa ini ada kemungkinan seorang istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan bisa menghamilkan suatu benih bukan melalui jalur biasa yaitu hubungan kelamin, melainkan melalui cara suntikan atau operasi, sehingga benih tersebut di masukkan kedalam rahim istri (wanita) itu sampai mengandung, karena benih tersebut di ambil dari zakar laki-laki da disimpan lebih dulu dalam suatu tabung. Maka kehamilan seperti inilah yang disebut dengan kehamilan bayi tabung.
Bayi tabung ( test tube baby) yang kita kenal dengan bayi tabung yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Adapun alasan lain yaitu sesuai dengan hadist Abu Hurairah yang berbunyi:
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh Saw telah bersabda: apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari sagala amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.
C. KOMENTAR
Penulis berpendapat adalah usaha untuk memperoleh anak adalah naluriah setiap manusia dan usaha yang dianjurkan oleh agama. Karenanya jika dengan cara biasa tidak dapat memperoleh anak, maka hendaklah dapat mengusahakan melalui bayi tabung, termasuk hal yang dianjurkan, namun harus memperhatikan norma- norma agama. Karena bayi tabung lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses memperoleh keturunan. Jika ini sudah dipegang maka suami istri boleh saja menempuh cara yang tidak lazim ( bayi tabung) kalau memang cara alamiah tidak menghasilkan anak. Karena ini termasuk kebutuhan yang daruriyat, selam tidak berbenturan dengan nash yang qat’I bayi tabung dengan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, maka hukumnya boleh.
WANITA SEBAGAI PEMIMPIN
A. PERMASALAHAN
Aturan perempuan dalam ranah politik di perspektif islam telah menjadi polemik. Hal ini menjadi sesuatu yang krusial untuk didiskusikan antara individu yang membuatnya menjadi isu yang marginal dan individual yang mana melegalkannya.
Demikianlah, menolak hak wanita dalam ranah politik sebagai pemimpin berdasarkan perspektif islam tidak didefinisikan secara terinci.
B. PEMBAHASAN
Didalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.
Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
1. Tidak ada Nabi dan Rasul wanita (Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya). (Qs.al-An’aam 6:9), (Qs. Yusuf 12:109), (Qs. Al-Anbiyaa’ 21:7)
2. Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’I, Hambali dan Ja’fari/ Imammiah)
3. Laki-laki sudah ditetapkan sebagai pemimpin wanita. (Qs. An-Nisaa’ 4:34)
Berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dgn anak wanita” (Qs. Ali Imron 3:36)
4. Hadist :
“Diriwayatkan dari Abu Bakar, katanya : Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persi mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi dan an-Nasa’i)
Hadist diatas memang diucapkan oleh Rasul ketika menanggapi kabar dipilihnya seorang wanita, puteri Anusyirwan dari Persi, menjadi pemimpin. Akan tetapi coba perhatikan konteks sabda tsb tidak menyebut bahwa ucapan tsb hanya berlaku bagi kerajaan Persi, namun suatu gambaran umum tentang tidak layaknya wanita dijadikan pemimpin dalam suatu bangsa.
Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat diberbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya. (Qs. Al-Baqarah 2:228)
“Bagi para wanita, mereka punya hak yg seimbang dgn kewajibannya menurut cara yg benar. Tapi para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari istrinya.” “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dlm keluarganya, dan dia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab thd kepemimpinannya.” (Hadist Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi Saw mengikut sertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau.
Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu As-syifa’ al-Ansyoriah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah (kalau sekarang ini mungkin bisa disetarakan dengan kedudukan menteri ekonomi).
Patut dicatat bahwa tugas seorang menteri tidak seberat dan sebesar tanggung jawab tugas kepala negara. Disisi lain, menteri tetap harus bertanggung jawab kepada pemimpinnya, yaitu presiden (dlm istilah agamanya, isteri memiliki tanggung jawab atas kepemimpinannya dalam rumah tangga suaminya). Itulah contoh dan bentuk emansipasi wanita didalam Islam.
C. KOMENTAR
Menurut saya, dalam hal wanita sebagai pemimpin negara (presiden) masih terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagai mana hadist yang menyatakan bahwa ”kamu lebih tau urusan duniamu”. Saya pikir Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya. Kepemimpinan suatu negara adalah urusan kehidupan dunia, jadi bila memang benar ada wanita yang mampu memimpin suatu negara dengan segala tanggung jawabnya, kenapa tidak boleh?.
{EUTANASIA, TRANSPLANTASI, BAYI TABUNG, ABORSI, DAN KEPEMIMPINAN WANITA
MENURUT HUKUM ISLAM}
Disusun Dalam Rangka Memenuhi Persyaratan
Untuk Menyelesaikan
Tugas UAS Perkuliahan Fiqh Muasiroh
Disusun Oleh :
Humaira: 07120010
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
JURUSAN SYARI’AH TWINNING PROGRAM
2011
TRANSPLANTASI
A. PERMASALAHAN
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql). Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).
Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ dilakukan sebagaimana berikut ini:
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Didalam syariat Islam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
C. KOMENTAR
Allah SWT telah membolehkan orang yang terpaksa “yang telah kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian“ untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah “seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain“ hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. (QS. Al Baqarah : 173).
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. (QS. An Nisaa: 29)
Menurut saya, dalil diatas dapat diqiyaskan dengan transplantasi. Karena melindungi jiwa (hifdz al-nafas) atau setiap orang berhak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, bila hal tersebut tidak menimbulkan mudharat (kerugian) terhadap orang lain.
ABORSI
A. PERMASALAHAN
Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”
Berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
C. KOMENTAR
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman saya, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
EUTANASIA
A. PERMASALAHAN
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
C. KOMENTAR
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien “setelah matinya/rusaknya organ otak ”hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
BAYI TABUNG
A. PERMASALAHAN
Dalam kehidupan modern dewasa ini ada kemungkinan seorang istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan bisa menghamilkan suatu benih bukan melalui jalur biasa yaitu hubungan kelamin, melainkan melalui cara suntikan atau operasi, sehingga benih tersebut di masukkan kedalam rahim istri (wanita) itu sampai mengandung, karena benih tersebut di ambil dari zakar laki-laki da disimpan lebih dulu dalam suatu tabung. Maka kehamilan seperti inilah yang disebut dengan kehamilan bayi tabung.
Bayi tabung ( test tube baby) yang kita kenal dengan bayi tabung yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Adapun alasan lain yaitu sesuai dengan hadist Abu Hurairah yang berbunyi:
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh Saw telah bersabda: apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari sagala amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.
C. KOMENTAR
Penulis berpendapat adalah usaha untuk memperoleh anak adalah naluriah setiap manusia dan usaha yang dianjurkan oleh agama. Karenanya jika dengan cara biasa tidak dapat memperoleh anak, maka hendaklah dapat mengusahakan melalui bayi tabung, termasuk hal yang dianjurkan, namun harus memperhatikan norma- norma agama. Karena bayi tabung lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses memperoleh keturunan. Jika ini sudah dipegang maka suami istri boleh saja menempuh cara yang tidak lazim ( bayi tabung) kalau memang cara alamiah tidak menghasilkan anak. Karena ini termasuk kebutuhan yang daruriyat, selam tidak berbenturan dengan nash yang qat’I bayi tabung dengan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, maka hukumnya boleh.
WANITA SEBAGAI PEMIMPIN
A. PERMASALAHAN
Aturan perempuan dalam ranah politik di perspektif islam telah menjadi polemik. Hal ini menjadi sesuatu yang krusial untuk didiskusikan antara individu yang membuatnya menjadi isu yang marginal dan individual yang mana melegalkannya.
Demikianlah, menolak hak wanita dalam ranah politik sebagai pemimpin berdasarkan perspektif islam tidak didefinisikan secara terinci.
B. PEMBAHASAN
Didalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.
Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
1. Tidak ada Nabi dan Rasul wanita (Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya). (Qs.al-An’aam 6:9), (Qs. Yusuf 12:109), (Qs. Al-Anbiyaa’ 21:7)
2. Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’I, Hambali dan Ja’fari/ Imammiah)
3. Laki-laki sudah ditetapkan sebagai pemimpin wanita. (Qs. An-Nisaa’ 4:34)
Berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dgn anak wanita” (Qs. Ali Imron 3:36)
4. Hadist :
“Diriwayatkan dari Abu Bakar, katanya : Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persi mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi dan an-Nasa’i)
Hadist diatas memang diucapkan oleh Rasul ketika menanggapi kabar dipilihnya seorang wanita, puteri Anusyirwan dari Persi, menjadi pemimpin. Akan tetapi coba perhatikan konteks sabda tsb tidak menyebut bahwa ucapan tsb hanya berlaku bagi kerajaan Persi, namun suatu gambaran umum tentang tidak layaknya wanita dijadikan pemimpin dalam suatu bangsa.
Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat diberbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya. (Qs. Al-Baqarah 2:228)
“Bagi para wanita, mereka punya hak yg seimbang dgn kewajibannya menurut cara yg benar. Tapi para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari istrinya.” “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dlm keluarganya, dan dia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab thd kepemimpinannya.” (Hadist Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi Saw mengikut sertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau.
Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu As-syifa’ al-Ansyoriah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah (kalau sekarang ini mungkin bisa disetarakan dengan kedudukan menteri ekonomi).
Patut dicatat bahwa tugas seorang menteri tidak seberat dan sebesar tanggung jawab tugas kepala negara. Disisi lain, menteri tetap harus bertanggung jawab kepada pemimpinnya, yaitu presiden (dlm istilah agamanya, isteri memiliki tanggung jawab atas kepemimpinannya dalam rumah tangga suaminya). Itulah contoh dan bentuk emansipasi wanita didalam Islam.
C. KOMENTAR
Menurut saya, dalam hal wanita sebagai pemimpin negara (presiden) masih terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagai mana hadist yang menyatakan bahwa ”kamu lebih tau urusan duniamu”. Saya pikir Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya. Kepemimpinan suatu negara adalah urusan kehidupan dunia, jadi bila memang benar ada wanita yang mampu memimpin suatu negara dengan segala tanggung jawabnya, kenapa tidak boleh?.TRANSPLANTASI
A. PERMASALAHAN
Dalam kitab-kitab fiqh klasik tidak terlalu membahas secara detail karena pada masa itu transplantasi belum riil. Jangkauan bahasannya hanya dalam bentuk hipotesis (andaikan). Itu pun terbatas pada transplantasi (tepatnya: penyambungan) tulang daging dan kornea mata manusia.
Paradigma pemikiran yang dibangun adalah:
Pertama, organ manusia itu terhormat, baik manusia itu masih hidup maupun sudah meninggal.
Kedua, kehormatan manusia itu diklasifikasi ideologi warga negara yang dianut saat itu. Misalnya, warna negara muslim, warga negara dzimmi, warna negara harbi, dan warga negara murtad. Paradigma itu memengaruhi keputusan hukum transplantasi.
Tujuan ideal ini, mengacu pada lima kebutuhan pokok manusia yang sangat mendesak (al-dhoruriyat al-khoms), yaitu :
1) Proteksi pada agama (hifdz al-din) maksudnya dalam konteks modern menjadi hak untuk beragama dan menganut suatu sistem kepercayaan (haqq al-tadayyun)
2) Proteksi untuk melindungi jiwa (hifdz al-nafas) maksudnya dikembangkan menjadi hak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, maupun kehidupan dalam pengertian ekonomi (haqq al-hayah)
3) Proteksi melindungi harta (hifdz al-mal)
4) Proteksi untuk melindungi kecerdasan dan rasionalitas (hifdz al-’aql). Dalam konteks modern menjadi perlindungan hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan kebebasan mengeluarkan pendapat (haqq al-tarbiyah wa ibda’ al-ra’yi)
5) Proteksi terhadap kesucian keturunan (hifdz al-nasab). Dalam konteks modern, menjadi hak untuk menjaga kesehatan reproduksi (haqq shihhah wasail al-nasl).
Berdasarkan asumsi inilah pembahasan hukum transplantasi organ dilakukan sebagaimana berikut ini:
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Didalam syariat Islam hukum mengenai transplantasi organ dan donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor tersebut, yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Dalam syara seseorang diperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya atau lebih kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka hukumnya tidak diperbolehkan, berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an surat Al – Baqorah ayat 195 dan An – Nisa ayat 29
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum kita mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, kita harus mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si penyumbang ingin menyumbangkan organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si penyumbang organ belum memberikan persetujuan terlebih dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga penyumbang terdekat yang dalam posisi dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara prosedur medis bahwa si penyumbang organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin hakim.
C. KOMENTAR
Allah SWT telah membolehkan orang yang terpaksa “yang telah kehabisan bekal makanan, dan kehidupannya terancam kematian“ untuk memakan apa saja yang didapatinya dari makanan yang diharamkan Allah “seperti bangkai, darah, daging babi, dan lain-lain“ hingga dia dapat mempertahankan hidupnya. (QS. Al Baqarah : 173).
Maka orang yang terpaksa tersebut boleh memakan makanan haram apa saja yang didapatinya, sehingga dia dapat memenuhi kebutuhannya dan mempertahankan hidupnya. Kalau dia tidak mau memakan makanan tersebut lalu mati, berarti dia telah berdosa dan membunuh dirinya sendiri. (QS. An Nisaa: 29)
Menurut saya, dalil diatas dapat diqiyaskan dengan transplantasi. Karena melindungi jiwa (hifdz al-nafas) atau setiap orang berhak untuk bisa menyambung kehidupan, baik dengan tindakan medis, seperti tranplantasi, bila hal tersebut tidak menimbulkan mudharat (kerugian) terhadap orang lain.
ABORSI
A. PERMASALAHAN
Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.”
Berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:
“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32)
Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat.
C. KOMENTAR
Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman saya, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa.
EUTANASIA
A. PERMASALAHAN
Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. (QS Al-An’aam : 151), (QS An-Nisaa` : 92), (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), (QS Al-Baqarah : 178).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
C. KOMENTAR
Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien “setelah matinya/rusaknya organ otak ”hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter.
BAYI TABUNG
A. PERMASALAHAN
Dalam kehidupan modern dewasa ini ada kemungkinan seorang istri yang sulit untuk mendapatkan keturunan bisa menghamilkan suatu benih bukan melalui jalur biasa yaitu hubungan kelamin, melainkan melalui cara suntikan atau operasi, sehingga benih tersebut di masukkan kedalam rahim istri (wanita) itu sampai mengandung, karena benih tersebut di ambil dari zakar laki-laki da disimpan lebih dulu dalam suatu tabung. Maka kehamilan seperti inilah yang disebut dengan kehamilan bayi tabung.
Bayi tabung ( test tube baby) yang kita kenal dengan bayi tabung yang didapatkan melalui proses pembuahan yang dilakukan diluar rahim sehingga terjadi embrio tidak secara alamiah, melainkan dengan bantuan ilmu kedokteran.
B. PEMBAHASAN SINGKAT
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya di ntara pancamaslahat yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam) adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah ajaran-Nya.
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
syarat kehalalan inseminasi buatan bagi manusia harus berasal dari sperma dan ovum pasangan yang sah menurut syariah adalah kaidah hukum fiqih yang mengatakan “dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah” (menghindari mafsadah atau mudharat) harus didahulukan daripada mencari atau menarik maslahah/kebaikan.
Dasar hukum pembolehan inseminasi buatan ialah:
Pertama; Qiyas (analogi) dengan kasus penyerbukan kurma. Setelah Nabi Saw hijrah ke Madinah, beliau melihat penduduk Madinah melakukan pembuahan buatan (penyilangan/perkawinan) pada pohon kurma. Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukan itu. kemudian ternyata buahnya banyak yang rusak. Setelah hal itu dilaporkan pada Nabi, beliau berpesan : “lakukanlah pembuahan buatan, kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian.” Oleh karena itu, kalau inseminasi buatan pada tumbuh-tumbuhan diperbolehkan, kiranya inseminasi buatan pada hewan juga dibenarkan, karena keduanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia. (QS. Qaaf:9-11 dan An-Nahl:5-8).
Kedua; kaidah hukum fiqih Islam “al-ashlu fil asya’ al-ibahah hatta yadulla dalil ‘ala tahrimihi” (pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sampai ada dalil yang jelas melarangnya). Karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang secara eksplisit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah.
Adapun alasan lain yaitu sesuai dengan hadist Abu Hurairah yang berbunyi:
Artinya : Dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh Saw telah bersabda: apabila seseorang telah mati, maka putuslah dari sagala amalnya, kecuali dari tiga hal yaitu shadaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholeh yang mendoakannya.
C. KOMENTAR
Penulis berpendapat adalah usaha untuk memperoleh anak adalah naluriah setiap manusia dan usaha yang dianjurkan oleh agama. Karenanya jika dengan cara biasa tidak dapat memperoleh anak, maka hendaklah dapat mengusahakan melalui bayi tabung, termasuk hal yang dianjurkan, namun harus memperhatikan norma- norma agama. Karena bayi tabung lebih banyak berhubungan dengan masalah teknis atau proses memperoleh keturunan. Jika ini sudah dipegang maka suami istri boleh saja menempuh cara yang tidak lazim ( bayi tabung) kalau memang cara alamiah tidak menghasilkan anak. Karena ini termasuk kebutuhan yang daruriyat, selam tidak berbenturan dengan nash yang qat’I bayi tabung dengan sperma yang berasal dari suami istri yang sah, maka hukumnya boleh.
WANITA SEBAGAI PEMIMPIN
A. PERMASALAHAN
Aturan perempuan dalam ranah politik di perspektif islam telah menjadi polemik. Hal ini menjadi sesuatu yang krusial untuk didiskusikan antara individu yang membuatnya menjadi isu yang marginal dan individual yang mana melegalkannya.
Demikianlah, menolak hak wanita dalam ranah politik sebagai pemimpin berdasarkan perspektif islam tidak didefinisikan secara terinci.
B. PEMBAHASAN
Didalam Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan negara, agama dan politik atau agama dan kepemimpinan, semuanya satu kesatuan. Karena hidup kita ini diatur oleh agama dari hal yang paling kecil sampai pada hal yang terbesar. Hidup adalah tingkah laku, dan tingkah laku dibatasi oleh norma agama termasuk tingkah laku dalam berpolitik.
Seputar Ketentuan Pemimpin wanita :
1. Tidak ada Nabi dan Rasul wanita (Nabi dan Rasul adalah refleksi dari pemimpin, baik dalam skala besar maupun dalam skala kecil, dan suka atau tidak suka, mereka adalah contoh, pedoman atau acuan bagi manusia lainnya). (Qs.al-An’aam 6:9), (Qs. Yusuf 12:109), (Qs. Al-Anbiyaa’ 21:7)
2. Imam dalam sholat tidak boleh wanita, kecuali makmumnya juga wanita (berdasarkan Imam Hanafi, Syafi’I, Hambali dan Ja’fari/ Imammiah)
3. Laki-laki sudah ditetapkan sebagai pemimpin wanita. (Qs. An-Nisaa’ 4:34)
Berbicara seputar rumah tangga, akan tetapi secara logikanya, seorang kepala rumah tangga saja haruslah laki-laki, apalagi seorang kepala negara yang notabene sebagai kepala atau pemimpin dari banyak kepala keluarga lain, maka tidak bisa lain, dia haruslah laki-laki.
“Dan anak laki-laki tidaklah sama dgn anak wanita” (Qs. Ali Imron 3:36)
4. Hadist :
“Diriwayatkan dari Abu Bakar, katanya : Tatkala sampai berita kepada Rasulullah bahwa orang-orang Persi mengangkat raja puteri Kaisar, Beliau bersabda: Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang perempuan.” Diriwayatkan oleh Bukhari, Turmudzi dan an-Nasa’i)
Hadist diatas memang diucapkan oleh Rasul ketika menanggapi kabar dipilihnya seorang wanita, puteri Anusyirwan dari Persi, menjadi pemimpin. Akan tetapi coba perhatikan konteks sabda tsb tidak menyebut bahwa ucapan tsb hanya berlaku bagi kerajaan Persi, namun suatu gambaran umum tentang tidak layaknya wanita dijadikan pemimpin dalam suatu bangsa.
Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya bahkan terkadang harus rela disibukkan oleh aktifitasnya, menghadiri rapat diberbagai kesempatan, melakukan perjalanan dinas dan seterusnya yang tentu saja sulit dilakukan oleh seorang wanita, karena ia juga harus melayani suami dan anak-anak sebagai tugas utamanya. (Qs. Al-Baqarah 2:228)
“Bagi para wanita, mereka punya hak yg seimbang dgn kewajibannya menurut cara yg benar. Tapi para suami memiliki satu tingkat kelebihan dari istrinya.” “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu bertanggung jawab atas kepemimpinanmu. Laki-laki adalah pemimpin dlm keluarganya, dan dia harus mempertanggung jawabkan kepemimpinannya itu. Perempuan adalah pemimpin dlm rumah suaminya dan diapun bertanggung jawab thd kepemimpinannya.” (Hadist Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi dari Ibnu Umar)
Dalam sejarah, Nabi Saw mengikut sertakan wanita dalam medan perang, namun mereka bukan dijadikan umpan peluru, tetapi sebagai prajurit yang bertugas memberikan pertolongan bagi mereka yg terluka seperti dicontohkan oleh Fatimah az-Zahrah puteri Beliau sendiri, kemudian wanita juga mempersiapkan konsumsi seperti dilakukan oleh ‘Aisyah, istri Beliau.
Bahkan Khadijah istri Nabi yang pertama adalah seorang saudagar (pengusaha).
Sesudah Nabi wafat, Khalifah Umar, sahabatnya, mengangkat Ummu As-syifa’ al-Ansyoriah sebagai pengawas dan pengontrol pasar Madinah (kalau sekarang ini mungkin bisa disetarakan dengan kedudukan menteri ekonomi).
Patut dicatat bahwa tugas seorang menteri tidak seberat dan sebesar tanggung jawab tugas kepala negara. Disisi lain, menteri tetap harus bertanggung jawab kepada pemimpinnya, yaitu presiden (dlm istilah agamanya, isteri memiliki tanggung jawab atas kepemimpinannya dalam rumah tangga suaminya). Itulah contoh dan bentuk emansipasi wanita didalam Islam.
C. KOMENTAR
Menurut saya, dalam hal wanita sebagai pemimpin negara (presiden) masih terjadi perbedaan pendapat dalam hal ini. Sebagai mana hadist yang menyatakan bahwa ”kamu lebih tau urusan duniamu”. Saya pikir Islam tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan, Untuk memimpin suatu negara, orang harus benar-benar total, baik dalam waktu, pikiran maupun resiko dan tanggung jawabnya. Kepemimpinan suatu negara adalah urusan kehidupan dunia, jadi bila memang benar ada wanita yang mampu memimpin suatu negara dengan segala tanggung jawabnya, kenapa tidak boleh?.
PIDANA KHUSUS, HAM, NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, MONEY LAUNDRING,
HAM
Normatif (Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia)
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
B. Fakta (Realita yang Ada Tentang HAM di Indonesia)
Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelanggaran HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta Swasono, seperti yang dikutip dari http// : www.kapan lagi. com, mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka, tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan menyesuaikan perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.
Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah sangat melampui batas.
Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-1998, seperti yang dikutip dari http//:www.sekitarkita.com, adalah sebagai berikut :
1991 :
1. Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang meninggal
1992 :
1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto
2. Penangkapan Xanana Gusmao
1993 :
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993.
1996 :
1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya. (26 Desember 1996)
2. Kasus tanah Balongan
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Mucura Enim mengenai pencemaran lingkungan
4. Sengketa tanah Manis Mata
5. Kasus Waduk Nipoh di Madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat. Ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka
6. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja di bakar
7. Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996)
1997 :
1. Kasus tanah Kemayoran
2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-Tim
1998 :
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14 November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi, dan lain-lain.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya ditulis disini.
C. Analisis
Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperiatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia
2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.
D. Kementar
Melihat seluruh kenyataan yang ada penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan dan masih sangat minim penegakannya. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, hal itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang telah diuraikan di atas. Maka untuk dapat menegakkan HAM di Indonesia perlu :
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang
3. Sanksi yangtegas bagi para pelanggara HAM
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat
Dan hal-hal yang bersifat positif lainnya. Demikian makalah yang penulis buat tentang Hak Asasi Manusia, semoga bermanfaat. Saran dan kritik selalu penulis tunggu perbaikan dimasa yang akan datang.
Nurlan HN, penasihat hukum terdakwa kasus terorisme dari Tim Pengacara Muslim (TPM), meminta majelis hakim membatalkan dakwaan terhadap Aris Ma`ruf karena jaksa penuntut umum tidak menguraikan unsur perbuatan terorisme yang dimaksud.
"Dalam surat dakwaan JPU tidak ditemukan adanya uraian perbuatan unsur melakukan tindakan pidana terorisme sehingga secara yuridis dakwaan pertama tidak lengkap," kata Nurlan pada sidang lanjutan kasus teroris di Pengadilan Negeri Temanggung, Rabu.
Penasehat hukum terdakwa pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tatik Hadiyanti tersebut menyatakan, surat dakwaan yang disampaikan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf b KUHAP untuk itu batal demi hukum.
Ia mengatakan, indikasi uraian tidak cermat dalam dakwaan JPU secara tersurat akan mengandung bahwa PN Temanggung memeriksa, mengadili, dan pemufakatan jahat percobaan melawan hukum dan seterusnya.
Nurlan dalam kesimpulannya meminta putusan sela majelis hakim agar menerima eksepsi penasihat hukum seluruhnya dan setidak-tidaknya menetapkan surat dakwaan JPU adalah batal demi hukum.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa mengatakan, keterkaitan terdakwa dalam konteks melakukan tindak pidana seakan-akan terdakwa hanya digiring, padahal dia hanya membantu dan terjebak dalam jaringan itu.
"Namun, di mana dia melakukan tindakan terorisme. Berbeda dengan Jabir dan Mustaghfirin yang dibantunya benar-benar terlibat terorisme," katanya.
Ia mengatakan, dalam teori hukum eksepsi jika satu unsur dakwaan tidak memenuhi maka tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam sidang sebelumya, JPU mendakwa Aris telah melakukan pemufakatan jahat, menyembunyikan bahan peledak dan menyembunyikan Mustaghfirin dan Jabir yang terlibat kasus bom Bali II.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 junto Pasal 9 Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang .
Sidang kasus teroris tersebut dilanjutkan pada Kamis (1/4) dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum. (*)
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS SABU-SABU (STUDI KASUS PERKARA PIDANA NO.23/Pid.B/2010/PN. PASAMAN BARAT)
Pembimbing I : DARLISMA. SH.MH, Pembimbing II : HARDIMEN. SH. M.Si
Tujuan penelitian skripsi ini adalah (1) untuk mengetahui cara pembuktian Penuntut Umum agar dapat membuktikan kepemilikan Narkotika jenis Sabu-sabu terhadap terdakwa berdasarkan fakta peristiwa terhadap perkara No.23/2010/PN.PSB. (2) untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara No.23/2010/PN.Pasaman Barat.Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting hukum acara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Proses pembuktian hakikatnya memang lebih dominan pada sidang pengadilan, guna menemukan kebenaran materil akan peristiwa yang terjadi dan memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Upaya pembuktian dalam kasus ini ialah menimbang dari rumusan pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukan bahwa alat bukti yang sah dan yang dipakai dalam hukum acara pidana serta Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilanggar terdakwa apakah semua unsur-unsur tindak pidananya telah terbukti.
Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang menimbulkan disparitas pemidanaan dalam kasus psikotropika ?. Penelitian ini termasuk tipologi penelitian hukum yuridis normatif yang ditunjang oleh pendekatan yuridis sosiologis. Data penelitian dikumpulkan dengan cara studi pustaka/literatur, studi dokumen dan wawancara dengan nara sumber yaitu hakim PN Sleman yang pernah memutus perkara psikotropika. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu data tersebut digambarkan dan ditata secara sistematis dalam wujud uraian kalimat yang diambil maknanya sebagai pernyataan atau kesimpulan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa memang telah terjadi disparitas pemidanaan pada 9 putusan Psikotropika di PN Sleman, dimana dari 9 putusan tersebut terdapat disparitas pemidanaan yang bermasalah karena bertentangan dengan nilai-nilai keadilan. Selain itu dari hasil studi ini juga diperoleh fakta terjadinya kecenderungan yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan utama oleh hakim dalam menjatuhkan putusan adalah banyak sedikitnya psikotropika yang dimiliki oleh pelaku. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya pedoman pemberian pidana yang memberikan kemungkinan bagi hakim untuk memperhitungkan seluruh fakta dari kejadian-kejadian, yaitu dengan berat ringannya delik dan cara delik itu dilakukan, dengan pribadi si pembuatnya, tingkat kecerdasannya dan keadaan serta suasana waktu perbuatan pidana itu dilakukan.
Wakil Ketua Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bang Century T. Gayus Lumbuun mengakui, dalam konsultasi dengan Pansus, pimpinan KPK mengakui baru menemukan dugaan tindak pidana perbankan terkait perkara Bank Century (Kompas, 6 Februari 2010 hal. 1).
apakah ratio legis
pembentuk UUTPPU menentukan sanksi pidana yang sama bagi pelaku pembantu dan pelaku utama,
sebagair,,ra dimaksud Pasal 3 ayat (2) UUTPPU; kedua: bagaimanakah penerapan pertanggungjawaban
pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU dibandingkan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku
pembantu dalam Money Laundering Act di negara-negara lain? ketiga: bagaimanakah penerapan konsepkonsep
teoritis yuridis kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari pelaku pembantu eks Pasal 56 dan 57
KUHP dalam UUTPPU pads kasus-kasus pencucian uang?; Penelitian yang menggunakan metode kualitatif
yang bersifat deskriptif-analitis ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama; bahwa badan legislatif
menganggap UUTPPU adalah undang-undang pidana khusus yang mcngatur dan menentukan pidana secara
khusus, dimana perbuatan pelaku pembantu dianggap sama akibatnyanya dengan perbuatan pelaku utama,
yaitu dapat membahayakan perekonomian negara dan masyarakat, sehingga secara yuridis sanksi pidananya
ditentukan same. Selain itu, Indonesia harus mengikuti model hukum pidana pencucian uang yang diberikan
oleh FATF, dimana FATF berpedoman pada konvensi-konvensi internasional yang tidak mengenal
pengurangan pidana terhadap pembantuan; Kedua; Baik dalam UUTPPU maupun dalam Money Laundering
Act di negara-negara lain, pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu same dengan pertanggungjawaban
pidana pelaku utama, kecuali penerapan ancaman pidananya yang jauh lebih tinggi di Indonesia. Ketiga;
tanggungjawab pembantuan (penyertaan) yang dalam KUHP termasuk sebagai dasar perluasan
pertanggungjawaban pidana (strafausdehnungsgrund), dalam UUTPPU, tanggungjawab pembantuan
termasuk dasar perluasan tindak pidana (tatbestandaushdehnungsgrund); selain itu, penerapan kesalahan
pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman pada teori ilmu hukum Pasal 56 KUHP, sedangkan
penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman dan berdasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUTPPU. Berdasarkan analisis terhadap beberapa putusan kasus pencucian uang,
Penulis menyarankan supaya kemampuan teoritis dan praktis para penegak hukum terutama jaksa dan hakirn
perlu ditingkatkan, sehingga dengan kemampuan yang memadai, dalam membuat dakwaan dan putusan
dapat menjamin kepastian hukum.
Normatif (Pengertian dan Hakikat Hak Asasi Manusia)
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi. Sedangkan hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
a. HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
b. HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
c. HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
B. Fakta (Realita yang Ada Tentang HAM di Indonesia)
Jika melihat hakikat HAM yang sebenarnya, tentu akan sangatlah indah dibayangkan apabila HAM yang terjadi di Indonesia benar-benar seperti itu. Akan tetapi realitas yang ada tidak seperti itu, bahkan bertolak belakang. HAM yang katanya sangat dilindungi dan dihormati di injak-injak begitu saja oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Pelanggaran HAM sering terjadi pada semua aspek kehidupan, sebut saja salah satu contoh kekerasan terhadap perempuan. Hal ini bukanlah satu hal yang asing dikalangan rakyat Indonesia.
Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dr. Meutia Hatta Swasono, seperti yang dikutip dari http// : www.kapan lagi. com, mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih terus berlangsung dalam bentuk yang bervariasi bahkan menimbulkan dampak yang cukup kompleks. “Yang merasakan kekerasan itu bukan hanya isteri atau perempuan yang terluka, tetapi juga anak-anak yang hidup dan menyaksikan kekerasan dilingkungannya”. Ia juga menambahkan, anak dimungkinkan meniru terhadap apa yang mereka lihat, sehingga menganggapnya bahkan menyesuaikan perbedaan. Karena itu, kekerasan terhadap perempuan baik yang bersifat publik maupun domestik harus secepatnya dicegah.
Selain pelenggaran HAM yang berupa kekerasan terhadap perempuan ada juga pelanggaran HAM yang berkaitan dengan persoalan-persoalan politik di Indonesia dan beberapa sebab yang lain yang sebenarnya sudah sangat melampui batas.
Berikut ini akan ditampilkan beberapa contoh pelanggaran HAM di Indonesia selama Orde Baru sepanjang tahun 1990-1998, seperti yang dikutip dari http//:www.sekitarkita.com, adalah sebagai berikut :
1991 :
1. Pembantaian dipemakaman santa Cruz, Dili terjadi oleh ABRI terhadap pemuda. Pemuda Timor yang mengikuti prosesi pemakaman rekannya 200 orang meninggal
1992 :
1. Keluar Kepres tentang Monopoli perdagangan oleh perusahaan Tommy Suharto
2. Penangkapan Xanana Gusmao
1993 :
1. Pembunuhan terhadap seorang aktifis buruh perempuan, Marsinah. Tanggal 8 Mei 1993.
1996 :
1. Kerusuhan anti Kristen di Tasikmalaya. Peristiwa ini dikenal dengan kerusuhan Tasikmalaya. (26 Desember 1996)
2. Kasus tanah Balongan
3. Sengketa antara penduduk setempat dengan pabrik kertas Mucura Enim mengenai pencemaran lingkungan
4. Sengketa tanah Manis Mata
5. Kasus Waduk Nipoh di Madura, dimana korban jatuh karena ditembak aparat. Ketika mereka memprotes penggusuran tanah mereka
6. Kerusuhan Situbondo, puluhan Gereja di bakar
7. Kerusuhan Sambas Sangvaledo. (30 Desember 1996)
1997 :
1. Kasus tanah Kemayoran
2. Kasus pembantaian mereka yang di duga pelaku dukun santet di Ja-Tim
1998 :
1. Kerusuhan Mei di beberapa kota meletus. Aparat keamanan bersikap pasif dan membiarkan. Ribuan jiwa meninggal, puluhan perempuan di perkosa dan harta benda hilang. Tanggal 13-15 Mei 1998
2. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa Trisakti di Jakarta, dua hari sebelum kerusuhan Mei
3. Pembunuhan terhadap beberapa mahasiswa dalam demontrasi menentang Sidang Istimewa 1998. Peristiwa ini terjadi pada 13-14 November 1998 dan dikenal dengan Tragedi Semanggi, dan lain-lain.
Contoh-contoh di atas hanyalah sebagian kecil pelanggaran HAM yang ada di Indonesia, masih banyak contoh-contoh lain yang tidak dapat semuanya ditulis disini.
C. Analisis
Dari fakta dan paparan contoh-contoh pelanggaran HAM di atas dapat diketahui hahwa HAM di Indonesia masih sangat memperiatinkan. HAM yang diseru-serukan sebagai Hak Asasi Manusia yang paling mendasarpun hanya menjadi sebuah wacana dalam suatu teks dan implementasinya pun (pengamalannya) tidak ada. banyak HAM yang secara terang-terangan dilanggar seakan-akan hal tersebut adalah sesuatu yang legal.
Sangat minimnya penegakan HAM di Indonesia bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Telah terjadi krisis moral di Indonesia
2. Aparat hukum yang berlaku sewenang-wenang
3. Kurang adanya penegakan hukum yang benar.
Dan masih banyak sebab-sebab yang lain.
D. Kementar
Melihat seluruh kenyataan yang ada penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa HAM di Indonesia sangat memprihatinkan dan masih sangat minim penegakannya. Banyaknya pelanggaran HAM yang terjadi, hal itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti yang telah diuraikan di atas. Maka untuk dapat menegakkan HAM di Indonesia perlu :
1. Kesadaran rasa kemanusiaan yang tinggi
2. Aparat hukum yang bersih, dan tidak sewenang-wenang
3. Sanksi yangtegas bagi para pelanggara HAM
4. Penanaman nilai-ilai keagamaan pada masyarakat
Dan hal-hal yang bersifat positif lainnya. Demikian makalah yang penulis buat tentang Hak Asasi Manusia, semoga bermanfaat. Saran dan kritik selalu penulis tunggu perbaikan dimasa yang akan datang.
Nurlan HN, penasihat hukum terdakwa kasus terorisme dari Tim Pengacara Muslim (TPM), meminta majelis hakim membatalkan dakwaan terhadap Aris Ma`ruf karena jaksa penuntut umum tidak menguraikan unsur perbuatan terorisme yang dimaksud.
"Dalam surat dakwaan JPU tidak ditemukan adanya uraian perbuatan unsur melakukan tindakan pidana terorisme sehingga secara yuridis dakwaan pertama tidak lengkap," kata Nurlan pada sidang lanjutan kasus teroris di Pengadilan Negeri Temanggung, Rabu.
Penasehat hukum terdakwa pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tatik Hadiyanti tersebut menyatakan, surat dakwaan yang disampaikan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 140 ayat 2 huruf b KUHAP untuk itu batal demi hukum.
Ia mengatakan, indikasi uraian tidak cermat dalam dakwaan JPU secara tersurat akan mengandung bahwa PN Temanggung memeriksa, mengadili, dan pemufakatan jahat percobaan melawan hukum dan seterusnya.
Nurlan dalam kesimpulannya meminta putusan sela majelis hakim agar menerima eksepsi penasihat hukum seluruhnya dan setidak-tidaknya menetapkan surat dakwaan JPU adalah batal demi hukum.
Usai sidang, penasihat hukum terdakwa mengatakan, keterkaitan terdakwa dalam konteks melakukan tindak pidana seakan-akan terdakwa hanya digiring, padahal dia hanya membantu dan terjebak dalam jaringan itu.
"Namun, di mana dia melakukan tindakan terorisme. Berbeda dengan Jabir dan Mustaghfirin yang dibantunya benar-benar terlibat terorisme," katanya.
Ia mengatakan, dalam teori hukum eksepsi jika satu unsur dakwaan tidak memenuhi maka tidak perlu dibuktikan lagi.
Dalam sidang sebelumya, JPU mendakwa Aris telah melakukan pemufakatan jahat, menyembunyikan bahan peledak dan menyembunyikan Mustaghfirin dan Jabir yang terlibat kasus bom Bali II.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 15 junto Pasal 9 Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang .
Sidang kasus teroris tersebut dilanjutkan pada Kamis (1/4) dengan agenda tanggapan JPU atas eksepsi penasihat hukum. (*)
TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA JENIS SABU-SABU (STUDI KASUS PERKARA PIDANA NO.23/Pid.B/2010/PN. PASAMAN BARAT)
Pembimbing I : DARLISMA. SH.MH, Pembimbing II : HARDIMEN. SH. M.Si
Tujuan penelitian skripsi ini adalah (1) untuk mengetahui cara pembuktian Penuntut Umum agar dapat membuktikan kepemilikan Narkotika jenis Sabu-sabu terhadap terdakwa berdasarkan fakta peristiwa terhadap perkara No.23/2010/PN.PSB. (2) untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap perkara No.23/2010/PN.Pasaman Barat.Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting hukum acara pidana. Dalam hal ini pun hak asasi manusia dipertaruhkan. Proses pembuktian hakikatnya memang lebih dominan pada sidang pengadilan, guna menemukan kebenaran materil akan peristiwa yang terjadi dan memberi keyakinan kepada hakim tentang kejadian tersebut sehingga hakim dapat memberikan putusan seadil mungkin. Upaya pembuktian dalam kasus ini ialah menimbang dari rumusan pasal 184 ayat (1) KUHAP ditentukan bahwa alat bukti yang sah dan yang dipakai dalam hukum acara pidana serta Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang dilanggar terdakwa apakah semua unsur-unsur tindak pidananya telah terbukti.
Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana yang menimbulkan disparitas pemidanaan dalam kasus psikotropika ?. Penelitian ini termasuk tipologi penelitian hukum yuridis normatif yang ditunjang oleh pendekatan yuridis sosiologis. Data penelitian dikumpulkan dengan cara studi pustaka/literatur, studi dokumen dan wawancara dengan nara sumber yaitu hakim PN Sleman yang pernah memutus perkara psikotropika. Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu data tersebut digambarkan dan ditata secara sistematis dalam wujud uraian kalimat yang diambil maknanya sebagai pernyataan atau kesimpulan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa memang telah terjadi disparitas pemidanaan pada 9 putusan Psikotropika di PN Sleman, dimana dari 9 putusan tersebut terdapat disparitas pemidanaan yang bermasalah karena bertentangan dengan nilai-nilai keadilan. Selain itu dari hasil studi ini juga diperoleh fakta terjadinya kecenderungan yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan utama oleh hakim dalam menjatuhkan putusan adalah banyak sedikitnya psikotropika yang dimiliki oleh pelaku. Penelitian ini merekomendasikan perlu adanya pedoman pemberian pidana yang memberikan kemungkinan bagi hakim untuk memperhitungkan seluruh fakta dari kejadian-kejadian, yaitu dengan berat ringannya delik dan cara delik itu dilakukan, dengan pribadi si pembuatnya, tingkat kecerdasannya dan keadaan serta suasana waktu perbuatan pidana itu dilakukan.
Wakil Ketua Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bang Century T. Gayus Lumbuun mengakui, dalam konsultasi dengan Pansus, pimpinan KPK mengakui baru menemukan dugaan tindak pidana perbankan terkait perkara Bank Century (Kompas, 6 Februari 2010 hal. 1).
apakah ratio legis
pembentuk UUTPPU menentukan sanksi pidana yang sama bagi pelaku pembantu dan pelaku utama,
sebagair,,ra dimaksud Pasal 3 ayat (2) UUTPPU; kedua: bagaimanakah penerapan pertanggungjawaban
pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU dibandingkan dengan pertanggungjawaban pidana pelaku
pembantu dalam Money Laundering Act di negara-negara lain? ketiga: bagaimanakah penerapan konsepkonsep
teoritis yuridis kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dari pelaku pembantu eks Pasal 56 dan 57
KUHP dalam UUTPPU pads kasus-kasus pencucian uang?; Penelitian yang menggunakan metode kualitatif
yang bersifat deskriptif-analitis ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama; bahwa badan legislatif
menganggap UUTPPU adalah undang-undang pidana khusus yang mcngatur dan menentukan pidana secara
khusus, dimana perbuatan pelaku pembantu dianggap sama akibatnyanya dengan perbuatan pelaku utama,
yaitu dapat membahayakan perekonomian negara dan masyarakat, sehingga secara yuridis sanksi pidananya
ditentukan same. Selain itu, Indonesia harus mengikuti model hukum pidana pencucian uang yang diberikan
oleh FATF, dimana FATF berpedoman pada konvensi-konvensi internasional yang tidak mengenal
pengurangan pidana terhadap pembantuan; Kedua; Baik dalam UUTPPU maupun dalam Money Laundering
Act di negara-negara lain, pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu same dengan pertanggungjawaban
pidana pelaku utama, kecuali penerapan ancaman pidananya yang jauh lebih tinggi di Indonesia. Ketiga;
tanggungjawab pembantuan (penyertaan) yang dalam KUHP termasuk sebagai dasar perluasan
pertanggungjawaban pidana (strafausdehnungsgrund), dalam UUTPPU, tanggungjawab pembantuan
termasuk dasar perluasan tindak pidana (tatbestandaushdehnungsgrund); selain itu, penerapan kesalahan
pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman pada teori ilmu hukum Pasal 56 KUHP, sedangkan
penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pembantu dalam UUTPPU berpedoman dan berdasarkan
ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUTPPU. Berdasarkan analisis terhadap beberapa putusan kasus pencucian uang,
Penulis menyarankan supaya kemampuan teoritis dan praktis para penegak hukum terutama jaksa dan hakirn
perlu ditingkatkan, sehingga dengan kemampuan yang memadai, dalam membuat dakwaan dan putusan
dapat menjamin kepastian hukum.
Label:
analisa kasus,
HAM,
MONEY LAUNDRING,
NARKOTIKA,
PIDANA KHUSUS,
PSIKOTROPIKA
Langganan:
Postingan (Atom)