Nama : Humaira
Nim : 07120010
1. a. Menurut H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, sanksi diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka memenuhi (ketentuan) hukum publik, pemberian beban (sanksi) dilakukan pemerintah sebagai reaksi terhadap ketidak patuhan (pelanggaran) kewajiban yang muncul dari norma hukum administrasi.
Contoh: sanksinya jika seorang pejabat terbukti melakukan kesalahan administrasi. RUU itu mengamanatkan sanksi administratif, mulai teguran lisan, tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, pemberhentian dengan tidak hormat, pembayaran ganti rugi, hingga publikasi di media massa (pasal 43 ayat 2).
1b. kewenangan pemerintah untuk menggunakan bestuursdwang merupakan kewenangan yang bersifat bebas (vrijebevoegheid), dalam arti pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi lainnya. Kebebasan pemerintah untuk menggunakan wewenang paksaan pemerintahan ini dibatasi oleh asas-asas umum pemerintahan yang layak, seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, dan sebagainya. Disamping itu, ketika pemerintah menghadapi suatu kasus pelanggaran kaidah hukum administrasi Negara, misalnya pelanggaran ketentuan perizinan, pemerintah harus menggunakan asas kecermatan, asas kepastian hukum, atau asas kebijaksanaan dengan mengkaji secara cermat apakah pelanggaran izin tersebut bersifat substansial atau tidak. Baik pelanggaran yang bersifat substansial maupun yang tidak bersifat substansial, penerapansanksi apalagi berupa paksaan pemerintahan harus memerhatikan ketentuan hukum yang berlaku baik hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas umum pemerintahan yang layak (algemeen beginselen van behoorlijk bestuur).
c. pengaturan sanksi dalam rangka penegakan hukum dalam RUU administrasi Negara terdapat pada pasal 43 ayat (1-9). Dimana Sanksi administratif dikenakan pada semua pejabat dan pegawai Pemerintahan yang melakukan tindakan pelanggaran/ Badan atau Pejabat Pemerintahan yang melakukan pelanggaran ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 24, Pasal 25. adapun sanksi administratif yaitu berupa:
a. Teguran lisan
b. Teguran tertulis
c. Pemberhentian sementara
d. Pemberhentian dengan hormat; atau
e. Pemberhentian tidak dengan hormat
f. Dikurangi dan/atau dicabut hak-hak jabatan dan pension
g. Pembayaran kompensasi dan ganti rugi
h. Publikasi melalui media massa
2. a. Beschikking:
1. Perbuatan hukum publik bersegi satu (perbuatan sepihak dari pemerintah), dan bukan merupakan hasil persetujuan dua belah pihak.
2. Sifat hukum publik diperoleh dari/ berdasarkan wewenang/ kekuasaan istimewa.
3. Dengan maksud terjadinya perubahan dalam lapangan hubungan hukum.
KTUN:
1.Penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan/ pejabat tata usaha Negara
2.Berisi tindakan hukum dalam bidang tata usaha Negara (decision of administration law)
3.Berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku
4.Bersifat konkret, individual, final
5.Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang/ badan hukum perdata
b. “Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang”.
Konsep keputusan Tata Usaha Negara dalam RUU administrasi negara adalah:
a. memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu;
b. memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
3. a. ada dua macam perlindungan hukum bagi rakyat yaitu perlindungan hukum preventif dan represif. perlindungan hukum preventif, rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitife. Artinya perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak, karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.
di Indonesia perlindungan hukum bagi rakyat akibat tindakan hukum pemerintah ada beberapa kemungkinan, tergantung dari instrument hukum yang digunakan pemerintah ketika melakukan tindakan hukum. Telah disebutkan bahwa instrument hukum yang lazim digunakan adalah keputusan dan ketetapan. Keputusan pemerintah yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan itu sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam penjelasan pasal 1 angka 2 no. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.
Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menjamin hak-hak dasar warga negara dan untuk menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara sebagaimana dituntut oleh suatu negara hukum sesuai dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (3), Pasal 28 F, dan Pasal 28 I ayat (2) UUD 1945. Berdasarkan ketentuan pasalpasal tersebut, warga negara tidak menjadi objek, melainkan subjek yang aktif terlibat dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan. Untuk memberikan jaminan perlindungan kepada setiap warga negara, maka Undang-Undang ini memungkinkan warga negara mengajukan keberatan, kepada Badan atau Pejabat Pemerintahan yang bersangkutan atau melalui Komisi Ombudsman Nasional atau melalui lembaga lainnya. Warga negara juga dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan dan tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara.
b. perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap Negara yang mengedepankan diri sebagai Negara hukum. Namun, seperti disebutkan Paulus E. lotulung, masing-masing Negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai seberapa jauh perlindungan hukum itu diberikan.
Adapun model perlindungan hukum yang mengedepankan pelayanan publik, yaitu apabila:
Berorientasi kepada kesejahteraan masyarakat bukan kepada kekuasaan atau kewenangan semata
Dibangun berdasar paradigma hukum yang mengabdi kepada kepentingan masyarakat dan bukan masyarakat yang harus mengabdi kepada hukum
Dibangun berdasarkan kepercayaan (based on trust) dan bukan kecurigaan (based on suspect), serta
Pemahaman hukum sebagai satu kesatuan nilai kemanfatan (utility) dan bukan sekadar norma positif (legality)
Berorientasi kepada hasil (outcome) dan bukan hanya kepada pemenuhan prosedur
Bersifat tidak hanya responsif tapi harus progresif
Membuka lebih besar pintu dan ruang partisipasi masyarakat
Hukum yang mampu mendukung dinamika administrasi negara dan kalau perlu justru menjadi motivator penggerak pengembangan, dan bukan hukum yang menghalangi
Mampu memberikan rasa aman baik kepada masyarakat maupun administratur
Pertanggungjawaban administratur yang jelas
Peradilan yang berwibawa
4. a. ombudsman merupakan keniscayaan dalam sebuah Negara demokratis yang didalamnya menempatkan transparansi publik sebagai faktor penting. pembentukan komisi ombudsman nasional (ombudsman) di Indonesia dilatar belakangi suasana transisi menuju demokrasi. Keputusan Gus Dur membentuk ombudsman sebagai lembaga yang diberi wewenang mengawasi kinerja pemerintahan dan pelayanan umum lembaga peradilan.
Usul pengaturan ombudsman dalam amandemen UUD 1945 oleh komisi konstitusi dimasukkan dalam pasal 24 G ayat (1), berbunyi: ombudsman republik Indonesia adalah ombudsman yang mandiri guna mengawasi penyelenggaraan pelayanan umum pada masyarakat. Dan ayat (2) berbunyi: susunan, kedudukan dan kewenanngan ombudsman Republik Indonesia diatur dengan undang-undang.
b. lembaga ombudsman (komisi ombudsman nasional):
Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional “Ombudsman Nasional adalah lembaga pengawasan masyarakat yang berasaskan Pancasila dan bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintah termasuk lembaga peradilan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat”.
Ombudsman Indonesia telah memperoleh pengakuan internasional dengan menjadi anggota International Ombudsman Institute (IOI) dan anggota Asia Ombudsman Association (AOA). Bahkan pada konperensi internasional Ombudsman (4 tahun sekali) di Quebec pada tanggal 6 - 10 September 2004 yang dihadiri oleh lebih dari 100 negara, Indonesia ditunjuk sebagai Ketua workshop dalam konperensi tersebut.
Sebagai lembaga pengawas eksternal ombudsman memberikan ruang yang memadai bagi keterlibatanpartisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan syarat penting bagi jalannya proses demokratisasi disebuah Negara. Mengenai pentingnya partisipasi masyarakat, secara jelas disebutkan dalam tujuan pembentukan ombudsman sebagaimana diuraikan dalam pasal 3 kepres 44 tahun 2000 bahwa kerja-kerja pegawasan ombudsman dilakukan melalui peran serta masyarakat untuk mengembangkan kondisi yang kondusif. Keberadaan ombudsman di Indonesi sesungguhnya sangat penting untuk mendorong jalannya proses demokratisasi dan transparansi publik.
Pengawasan ombudsman merupakan representasi dari pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat atau kelompok-kelompok civil society. Cara kerja ombudsman juga mirip dengan cara-cara kerja civil society, tidak birokratis, user friendly, tidak dipungut biaya atau gratis, dan berbagai kemudahan lainnya. Selain sangat ditentukan oleh political will penyelenggara Negara dan dukungan politik di parlemen, efektifitas kerja ombudsman juga sangat ditentukan dengan seberapa jauh masyarakat memiliki pemahaman tentang ombudsman, kesadaran perlunya menyuarakan praktek-praktek penyimpangan, dan keberanian masyarakat melaporkan penyimpangan yang dilakukan oleh penyelenggara Negara. Dengan demikian pengawasan yang dilakukan oleh ombudsman pada dasarnya berbasis pada pengawasan masyarakat.
peradilan tata usaha Negara:
Dasar Hukum PTUN
a. UU No. 5 Tahun 1986, tentang Peradilan Tata Usaha Negara
b. PP No. 7 Tahun 1991, tentang penerapan UU No. 5 Tahun 1986, tentang PTUN LN No. 8/1991.
Dasar Konstitusionil Pembentukan PTUN.
a. Pasal 24 UUD 1945
(1). Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan-badan Kehakiman menurut Undang-Undang
(2). Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan Undang-Undang.
b. Pasal 10 ayat 1 UU No. 14 Tahun 1970, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan :
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Muliter
4. Peradilan Tata Usaha Negara
Susunan PTUN
a. Peradilan Tata Usaha Negara merupakan peradilan Tingkat Pertama.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, merupakan peradilan Tingkat Banding
c. Mahkamah agung, merupakan Peradilan Tata Usaha Negara Tertinggi, yang berfungsi sebagai peradilan kasasi.
Kekuasaan dan wewenang PTUN
PTUN bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha Negara.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah :
a. Sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara.
b. Sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha Negara baik di pusat maupun di daerah.
c. Sengketa akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Keputusan Tata Usaha Negara
a. Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha Negara.
b. Yang berisikan tindakan hukum tata usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Yang bersifat konkrit, individual dan final.
d.. Yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang.
Sumber Bacaan:
Hukum administrasi Negara, Ridwan HR
RUU Administrasi Pemerintahan
Buku catatan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar