TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Rabu, 28 April 2010

KASUS PERKERETAAPIAN

2001
25 Desember 2001, sekitar jam 04.33, Kereta api 146 Empu Jaya menabrak Kereta api 153 Gaya Baru Malam Selatan yang sedang menunggu bersilangan di sepur 3 emplasemen stasiun Ketanggungan Barat, Brebes. Tabrakan tersebut terjadi dikarenakan KA 146 melanggar sinyal masuk stasiun Ketanggungan Barat yang beraspek merah (tanda bahwa kereta harus berhenti). Peristiwa ini mengakibatkan 31 orang tewas dan 53 lainnya luka berat termasuk masinis dari KA 146.
2002
10 Juni 2002, jam ± 11:45 WIB, rangkaian langsiran lokomotif BB.306.15 yang membawa 7 rangkaian gerbong semen (KKW) bertabrakan dengan rangkaian KA batu bara nomor KA-2807 lokomotif BB.204.10 yang membawa 8 gerbong batubara (KKBW) dan lokomotif pendorong BB.306.14. Tabrakan terjadi di perlintasan Koto Luar di kilometer 11+450 petak jalan Pauhlima – Indarung.
2003
3 Januari 2003, 04:45, kereta api 73 Bima jurusan Surabaya - Gambir anjlok di Km 312+8/9 Emplasmen Stasiun Bumiayu, Wesel no. 13A Petak jalan antara Stasiun Kretek – Linggapura Lintas Kroya - Cirebon. Tidak ada korban jiwa.
21 April 2003, 14:25, rangkaian kereta api barang batubara rangkaian panjang (Babaranjang) anjlok di Km 8 + 470/ petak jalan antara Stasiun Tanjung Karang – Tarahan Desa Sumur Putri, Kecamatan Garuntang, Bandar Lampung. Tidak ada korban jiwa.
14 Mei 2003, 12:40, rangkaian KA 107 jurusan Surabaya – Yogyakarta Tugu anjlok di km 204. Tidak ada korban jiwa.
30 Mei 2003, 09:27, kereta api 122 Fajar Utama Semarang anjlok di Km 156 + 0/3 emplasemen Stasiun Kadokangabus petak jalan antara Stasiun Cilegeh – Kadokangabus, Kabupaten Indramayu. Tidak ada korban jiwa.
30 Juli 2003, 00:35, rangkaian KA 1404 yang membawa bahan bakar minyak (BBM) Pertamina dengan total l berat rangkaian 855 ton anjlok dan beberapa gerbong terguling. Tidak ada korban jiwa.
1 Agustus2003, 09:40, kereta api 84 Kamandanu rute Jakarta Gambir - Semarang Tawang anjlok di Km 52+600 s/d 53+100 petak jalan antara Stasiun Lemahabang - Kedunggedeh Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi. Sebanyak 6 penumpang luka berat dan 12 penumpang luka ringan.
27 Oktober 2003, 12:05, kereta api Argo Bromo Anggrek rute Surabaya Pasar Turi – Jakarta Gambir anjlok di Km 38 + 420 petak jalan antara Stasiun Karangjati – Gubug, Kabupaten Grobogan.
2006
Kereta api Serayu anjlok pada 21 April 2007 mengakibatkan 46 korban luka
13 Desember 2006, kereta eksekutif Sawunggalih, rute Kutoarjo-Jakarta, anjlok di Karangsari, Cilongok, Banyumas. Tidak ada korban.
11 Desember 2006, kereta Mutiara Timur, rute Surabaya-Banyuwangi, anjlok di desa Randu Agung, Klakah, Lumajang. Tidak ada korban.
1 November 2006, kereta eksekutif Parahiyangan, rute Bandung Jakarta, anjlok di Kampung Babakan, Tanjung Pura, Karawang. Tidak ada korban.
14 April 2006, Sebuah kereta api bermuatan CPO atau minyak sawit mentah yang sedang berjalan pelan ditabrak dari belakang oleh kereta api serupa di desa Fortuna Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Dua orang penumpang tewas dalam kejadian ini.
16 April 2006, Grobogan, 02.15 dini hari. Kereta api Kertajaya dengan masinis Nurhadi bertabrakan dengan kereta api Sembrani dengan masinis Muhadi. Sebanyak 14 orang tewas. Bermula dari KA Kertajaya yang masuk ke Stasiun Gubug dari arah Jakarta. Saat itu, Kertajaya masuk di Jalur 1. KA Gumarang kemudian masuk ke Stasiun Gubug di jalur 2. Setelah Gumarang melintas, seperti tidak sabar, KA Kertajaya nyelonong keluar stasiun dan masuk ke jalur 2. Padahal, saat itu KA Kertajaya belum diberi aba-aba untuk jalan. Ketika KA Kertajaya masuk ke jalur 2 tiba-tiba KA Sembrani dengan masinis Muhadi datang dari arah Jakarta dengan kecepatan tinggi, dan tabrakan hebat pun tak dapat dihindari.
18 April 2006, kereta rel listrik Pakuan jurusan Jakarta-Bogor menabrak Metromini S-64 jurusan Pasar Minggu-Cililitan. Lima orang meninggal di tempat, seorang meninggal di rumah sakit, sedangkan satu orang lainnya masih dalam kondisi kritis. Peristiwa itu terjadi saat Metromini hendak melewati perlintasan kereta api Duren Kalibata, Jakarta Selatan, di bawah fly over Kalibata sekitar pukul 3 sore. Menurut seorang saksi mata, kecelakaan itu terjadi sebab laju Metromini tertahan karena tepat di depannya ada angkutan lain yang sedang berhenti. Meski sopir sudah membunyikan klakson berkali-kali supaya angkutan lain maju, tapi tidak dihiraukan.
2007
KA Gumarang yang anjlok pada 12 Agustus 2007. Kecelakaan terjadi karena rel kereta digergaji yang diduga oleh aksi sabotase
2 Januari 2007, kereta komuter 241 rute Jakarta-Bojong Gede anjlok di jalur 10 Stasiun Jakarta Kota, Jakarta Barat. Tidak ada korban.
16 Januari 2007, subuh, rangkaian kereta api Bengawan jurusan Solo-Tanahabang terputus di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Lima orang penumpang dilaporkan tewas, ratusan lainnya luka-luka akibat insiden ini. Dari jumlah korban tewas sebanyak 5 orang, tiga di antaranya berhasil diidentifikasi. KA Bengawan membawa 12 gerbong, gerbong 4 jatuh ke sungai, sedangkan gerbong 5 sampai dengan 12 miring di atas rel. [1]
24 Januari 2007, 16:00 WIB, kereta api diesel jurusan Jakarta Kota-Rangkasbitung membawa 7 gerbong penumpang anjlok di stasiun Palmerah. Tidak ada korban.
29 Januari 2007, kereta ekonomi Bengawan, rute Solo-Jakarta, anjlok di Stasiun Bangodua, Klangenan, Cirebon. Tidak ada korban.
31 Januari 2007, kereta bisnis Sancaka, rute Surabaya-Yogyakarta, anjlok di Nganjuk, Jawa Timur. Tidak ada korban.
2 Februari 2007, 08:20 WIB, kereta api penumpang Sri Bilah (masinis M. Amin, 45 tahun) bertabrakan dengan kereta api barang lokomotif BB 30334 (masinis Asmawan, 40 tahun), di pintu lintasan keluar Stasiun Rantau Prapat, Sumatera Utara. Dugaan awal, penyebab terjadinya tabrakan karena petugas lalai memindahkan jalur rel keluar masuk kereta api. Tabrakan ini mengakibatkan 9 orang luka berat dan 26 luka ringan. [2]
25 Maret 2007, 10:00 WIB, Kereta api Rapih Dhoho jurusan Blitar-Surabaya menabrak truk gandeng bermuatan pupuk di desa Sumbergarum, kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, 1,5 km dari stasiun Garum. Di lokasi kecelakaan diketahui tidak memiliki pintu perlintasan kereta api. Tidak ada korban jiwa akibat kecelakaan ini tetapi mengakibatkan lumpuhnya lalu lintas kereta api di jalur setempat.[3]
26 Maret 2007, 15:27 WIB, Kereta Api Mutiara Timur dari Banyuwangi dengan tujuan Surabaya, menabrak tiga buah mobil dan satu sepeda motor. Pintu kereta api tidak tertutup dan sirene tidak berbunyi. Akibatnya tiga orang meningal dunia dan lima orang lainnya luka-luka.Surya Online
7 April 2007, pk. 03.10, Kereta api Tawang Jaya jurusan Jakarta-Semarang anjlok di Surodadi, Kabupaten Tegal menyebabkan tewasnya seorang bayi 8 bulan, sementara 14 penumpang lainnya cedera.Surya Online
21 April 2007, 03.35, Kereta api Serayu jurusan Senen-Kroya anjlok di Cilengkrang, Cibatu, Garut, Jawa Barat. Sebanyak tiga gerbong jatuh ke jurang sedalam 30 meter yang ada di pinggiran rel kereta. 40 orang terluka serta 6 orang lainnya luka berat.[4]
21 April 2007, 12.15, Kereta api Argo Lawu jurusan Solo-Gambir anjlok di daerah Purwokerto. Tak ada korban yang jatuh.[5]
5 Agustus 2007, sebanyak 14 dari 20 gerbong kereta api bermuatan semen jurusan Indarung-Teluk Bayur terguling di kawasan Kampung Juar, Padang, Sumatra Barat. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa yang belum diketahui penyebabnya itu.
12 Agustus 2007, kereta api Gumarang jurusan Surabaya-Jakarta di dusun Kramat, desa Mangunsari kecamatan Tegowanu kabupaten Grobogan. Belasan orang mengalami luka-luka. Kecelakaan diduga disebabkan oleh aksi sabotase yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Dugaan ini dikuatkan dengan adanya salah satu ruas rel yang dipotong dengan gergaji sepanjang lima meter dan baut penguncinya dilepas. Namun rel tersebut tidak diambil. Dibiarkan di tempatnya.
17 Agustus 2007, 16:05; sebuah kereta barang membawa 20 gerbang peti kemas dari Surabaya menuju Jakarta anjlok di stasiun pelabuhan, Batang, Jawa Tengah. [6]
Statistik
Dalam kurun Januari hingga April 2006 telah terjadi 6 kecelakaan kereta api di Indonesia. Menurut anggota komisi V DPR, Aboe Bakar Al-Habsy, dalam kurun waktu 4 bulan dari Januari hingga April 2006, telah terjadi enam kecelakaan kereta api. Sedangkan selama periode September 2001 sampai April 2006 telah terjadi 85 kecelakaan. [7]
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_kecelakaan_kereta_api_di_Indonesia"

Kecelakaan Kereta Api
Murni Kecelakaan atau Sabotase Kelompok Tertentu?

Semarang - Dalam 10 bulan terakhir tahun 2007 ini, sejak Januari hingga Oktober, ada 101 kecelakaan kereta api di Jawa Tengah, kata Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Tengah Komisaris Besar Gatta Chaeruddin di Semarang, Jumat (26/10). Kasus terakhir adalah anjloknya satu gerbong kereta barang di Batang, sekitar 100 kilometer di sisi barat Semarang, minggu lalu.
“Kasus terparah adalah tergulingnya KA Gumarang di Tegowanu, Grobogan akibat pemotongan rel. Memang ada indikasi sabotase pada kasus itu. Lainnya adalah kecelakaan murni seperti kereta anjlok ada 13 kali, gerbong lepas satu kali, menabrak sepeda motor 11 kali, menabrak mobil tujuh kali, pelemparan batu, dan beberapa macam kecelakaan lainnya,” ujar Gatta.
Pada kasus tergulingnya KA Gumarang jurusan Surabaya–Jakarta pada 13 Agustus, Direktur Reserse dan Kriminal Polda Jawa Tengah Komisaris Mashjudi menjelaskan bahwa polisi terus menyelidiki kasus itu. “Kami telah menangkap satu orang yang diduga kuat pelaku penggergajian rel berinisial J. Kami juga menangkap satu penadah barang curian itu,” tuturnya.
Di sisi lain, polisi juga terkejut ketika berhasil menangkap dua pelaku pencurian alat-alat rel di Gondangrejo, Kabupaten Karanyar. Dua pelaku adalah remaja belasan tahun yang rumahnya berada di dekat jalur kereta api. Sementara di Blora, polisi menemukan alat-alat rel yang dicuri ternyata akan dijadikan kapak pembelah kayu. “Empat pencuri di Blora itu adalah buruh tani. Mereka mengambil baut rel yang kendor. Kemudian mereka akan membuat kapak pembelah kayu dari baut tersebut,” ujar Mashjudi. Dengan berbagai kejadian itu maka rekor kereta api sebagai sarana transportasi yang paling aman di negeri ini menjadi ternoda. Bila semula kejahatan yang ada di kereta api adalah pencopetan, kemudian meningkat menjadi pelemparan batu – telah melukai belasan penumpang - kini merambah ke pencurian peralatan kereta api hingga pemotongan rel.
Risikonya, kereta bisa terguling. Nyawa taruhannya. Kecelakaan jenis ini telah direncanakan. Baik itu tidak sengaja – seperti pengakuan para pencuri peralatan rel – maupun yang disengaja. Sejauh ini belum ada konfirmasi yang jelas, adakah dalang penyebab kecelakaan kereta api yang bermotif sabotase itu? Pada zaman Orde Lama dan Orde Baru hal itu nyaris tidak terdengar. Namun kini justru marak.
Apakah pencurian peralatan kereta api itu karena motif ekonomi? Dari keterangan para pencuri mereka menjual besi curian itu seharga Rp 2.300–3.000 per kilogram. Harga sangat murah dibandingkan risiko kecelakaan kereta api yang bisa timbul. “Kami telah menangkap 20 pencuri itu. Dari hasil penyelidikan polisi, motif mereka karena kebutuhan ekonomi,” kata Mashjudi.
Para pencuri itu beraksi di delapan daerah. Mereka melakukan tindak kriminal itu sendiri-sendiri dan tidak berkaitan satu dengan yang lainnya. “Mereka bukan jaringan sindikat dan tidak saling mengenal,” jelasnya.
Para pelaku pencurian itu dua orang dari Karanganyar, tiga orang dari Surakarta, empat orang dari Blora, tiga orang dari Tegal, satu orang dari Gubug Grobogan, dua orang dari Semarang, dua orang dari Brebes, dan tiga lainnya dari Banyumas. Mereka akan dijerat pasal 363 KUHP tentang pencurian. Untuk menanggulangi pencurian peralatan kereta api itu, polisi akan menandatangani kerja sama dengan beberapa pihak agar kasus itu bisa diperkecil.
30 Kali Kasus pencurian peralatan kereta api seperti penambat rel, baut rel, bahkan rel itu sendiri, terjadi sekitar 30 kali dalam tahun 2007 ini. Kasus itu saja hanya yang terjadi di jalur utara mulai dari Tegal hingga Bojonegoro, kata Humas PT Kereta Api Daerah Operasi IV Semarang Warsono.
“Kami telah mengambil langkah antisipasi pencurian peralatan kereta api itu. Jadwal pengecekan rel kereta api kami tambah. Biasanya satu hari hanya satu atau dua kali, kini kami tambah menjadi tiga sampai empat kali. Pencurian penambat dan baut rel itu sangat membahayakan keselamatan penumpang kereta api,” ujar Warsono.
Upaya pengecekan rel secara elektrik sudah dilakukan untuk jalur Semarang–Jakarta sehingga jalur itu cukup aman. Bila ada sesuatu yang tidak beres di jalur itu, alarm akan berbunyi sehingga kasus yang terjadi bisa segera diketahui.
Namun, pada jalur lainnya dari Semarang ke timur hingga Bojonegoro dan Surabaya masih menggunakan mesin mekanik. Oleh karena itu, bila ada ketidakberesan di rel tidak segera diketahui. Akibatnya pencurian peralatan rel di jalur timur sering terlambat diketahui.n

Pelemparan Batu Pada Kereta Api
Seringnya pelemparan batu pada kereta api adalah akibat perbuatan iseng tangan jahil yang kebanyakan dilakukan oleh anak-anak usia sekolah. Tanpa disadari oleh mereka bahwa akibat perbuatannya tersebut membuat kerugian materil / harta dan korban orang terluka yang tidak sedikit, bahkan dapat menghambat perjalanan kereta api.
Catatan di wilayah DAOP 3 Cirebon pada tahun 2008 diperoleh data bahwa kerugian materil akibat pelemparan batu sebanyak 497 kaca pecah dan membutuhkan biaya sebesar 278 juta rupiah untuk penggantian kaca, belum termasuk 3 penumpang dan 1 orang masinis luka-luka. Penumpang dan petugas yang terluka tersebut harus dirawat di rumah sakit dan menambah kelambatan kereta api Cirebon Ekspres hingga 30 menit untuk menunggu masinis pengganti.
Dalam tahun 2008, DAOP 3 Cirebon telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat di daerah rawan pelemparan batu melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan memberikan sumbangan berupa peralatan olah raga dan bantuan renovasi tempat ibadah. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan resiko-resiko akibat pelemparan batu dan mengharapkan agar masyarakat ikut peduli membantu pengawasan terhadap tangan-tangan jahil yang melakukan pelemparan batu. Hasilnya adalah di wilayah DAOP 3 Cirebon kasus pelemparan batu menurun dari 18 kasus tahun 2007 menjadi 8 kasus pada tahun 2008.
Sayangnya keberhasilan untuk menurunkan kasus pelemparan batu di wilayah DAOP 3 Cirebon tidak dibarengi dengan keberhasilan di wilayah DAOP lainnya (khususnya DAOP 1 Jakarta). Seperti diketahui bahwa KA Argo Jati dan KA Cireks dengan trayek Cirebon – Gambir PP sebanyak 14 perjalanan per hari, pemeliharaannya menjadi tanggung jawab DAOP 3 Cirebon. Hasil evaluasi membuktikan turunnya kasus pelamparan batu di wilayah DAOP 3 Cirebon ternyata tidak menurunkan jumlah kaca pecah akibat pelemparan bahkan terjadi peningkatan dari tahun 2007 sebanyak 413 kaca pecah menjadi 497 kaca pecah pada tahun 2008 yang kebanyakan terjadi di wilayah DAOP lain.
Kaca kereta terdiri dari 13 macam ukuran dengan ketebalan yang sangat jarang terdapat di pasaran maka sangat sulit melakukan pengadaan kaca jendela / pintu kereta serta membutuhkan waktu cukup lama untuk pemesanan. Salah satu cara untuk menekan kasus pelemparan batu adalah melakukan sosialisasi dengan melibatkan pihak Pemerintah Daerah, Kepolisian, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga pendidikan / sekolah dan masyarakat sekitar jalan rel. Sosialisasi semacam ini dinilai cukup efektif walaupun untuk kurun waktu tertentu kemudian marak kembali, namun setidak-tidaknya dapat mengurangi dampak kerugian materil / harta dan penumpang terluka.
Lokasi-lokasi kasus pelemparan batu biasanya dapat dikenali dan diidentifikasi oleh penumpang yang setia menggunakan kereta api bahkan sudah hafal lokasi-lokasi tersebut dibuktikan dengan mereka akan menutup gorden jendela jika melewati daerah tertentu dan membuka kembali jika sudah melewati daerah tersebut. Jika pihak PT KA (Persero) berkata belum atau tidak mengetahuinya maka disimpulkan bahwa perusahaan tidak peduli terhadap keamanan penumpang.
Masalah kasus pelemparan batu yang merugikan perusahaan tersebut tidak hanya menjadi permasalahan DAOP 3 Cirebon saja tetapi hampir semua DAOP memiliki permasalahan tersebut. Data kerugian materil / harta akibat pelemparan batu tahun 2008 untuk seluruh lintas di Jawa kurang lebih mencapai 4 milyar rupiah belum termasuk biaya perawatan / kompensasi penumpang luka-luka walaupun ditanggung oleh pihak PT  Jasa Raharja.
Masyarakat tidak akan mengetahui kerugian tersebut tanpa adanya sosialisasi dari pihak PT KA (Persero) dan hanya akan menganggap bahwa kasus tersebut adalah peristiwa insidentil saja, padahal sesungguhnya kasus pelemparan batu semakin lama menjadi semakin kronis dan terbiasa dilakukan. Peran serta masyarakat akan terjalin jika ada informasi dan komunikasi antara masyarakat dan perusahaan selain adanya saling pengertian kedua pihak untuk saling menguntungkan dan memperhatikan kepentingan masing-masing.
Program CSR adalah cara yang paling efektif saat ini asalkan dilakukan secara berkesinambungan dan bukan cara yang sekali jalan terus ditinggalkan. Permasalahan kasus pelemparan batu harus dilakukan secara intensif dan serius serta melibatkan struktur penegak hukum / unsur pemerintah daerah.
Salah satu cara yang lain adalah menambah KA-KA kelas ekonomi lokal yang berhenti hampir di semua stasiun besar dan kecil agar pelayanan jasa transportasi kereta api dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan. Dengan kemudahan menikmati layanan jasa transportasi kereta api maka rasa kecintaan dan rasa ikut memiliki kereta api akan dirasakan oleh semua lapisan sehingga tanggung jawab moral terhadap keselamatan, keamanan dan ketertiban perjalana kereta api akan menjadi tanggung jawab bersama.
Hilangnya KA-KA ekonomi lokal seiring dengan adanya perubahan status perusahaan dari Perjan menjadi Perum dan kemudian menjadi Perseroan membawa efek perubahan pola pelayanan dari “public service” menjadi “profit-oriented”. Dampaknya adalah perusahaan hanya menjalankan KA-KA kelas eksekutif dan bisnis yang dianggap “profit” dan tidak berhenti di stasiun-stasiun kecil, berakibat masyarakat pedesaan yang notabene golongan “ekonomi lemah” tidak dapat menikmati layanan jasa transportasi kereta api yang semakin “eksklusif”. Wajar jika mereka merasa tidak ikut bertanggung jawab terhadap keselamatan, keamanan dan ketertiban perjalanan kereta api.
Permasalahan mengoperasikan KA-KA ekonomi lokal bukan hanya tanggung jawab PT KA (Persero) tetapi pemerintah juga memegang andil yang sangat besar melalui Direktorat Jendral Perkeretaapian karena jelas bahwa menjalankan KA-KA ekonomi lokal akan mengakibatkan “kerugian” pada perusahaan. Untuk mencapai hasil “balance” antara pemerintah dan perusahaan maka regulasi dan implementasi pembayaran PSO (Pre Sevice Obligation) KA-KA ekonomi harus dilaksanakan secara konsisten oleh pemerintah sebagai salah satu “subsidi” pemerintah kepada masyarakat bawah.
Kesimpulannya adalah jika pemerintah dan perusahaan dapat bekerja sama dengan baik, khususnya dalam mengatasi permasalahan pelemparan batu yang mengakibatkan kerugian materil / harta dan korban manusia akan dapat diminimalisir.
Selanjutnya kita hanya menunggu niat baik pemerintah (cq. DITJENKA) dan PT KA (Persero) untuk memberikan rasa aman, nyaman dan pelayanan yang lebih baik kepada pengguna jasa transportasi kereta api untuk semua lapisan masyarakat yaitu kalangan atas, menengah dan bawah serta menjadikan transportasi kereta api menjadi tulang punggung transportasi darat secara massal sehingga dapat lebih menumbuh-kembangkan perekonomian nasional sesuai amanat dalam UU 23 tahun 2007.
Kompas, Senin, 18 September 2000
Kecelakaan KA Akibat Lalaikan Prosedur
Dalam dunia perkeretaapian, kecelakaan yang dianggap paling konyol adalah tabrakan antara dua lokomotif berhadapan (head to head). Asumsinya, masing-masing masinis berada di posisi paling depan dan paling tahu keadaan serta bisa segera bertindak jika ada hal-hal yang membahayakan, misalnya, ada kereta lain di depan.
Kecelakaan jenis lain, misalnya, terguling akibat rel bergeser, atau bahkan menabrak KA dari belakang, dianggap masih lebih rendah derajatnya daripada head to head. Memang bisa saja terjadi head to head akibat kesalahan arah karena "salah wesel", artinya perangkat wesel memindahkan arah ke rel yang ada keretanya. Tetapi, itu jarang terjadi, sebab umumnya kereta api mengurangi kecepatannya kalau masuk stasiun, terutama kalau ada tanda masuk rel belok.
Kecelakaan di Plabuan, Jawa Tengah, menggugah kembali rasa prihatin masyarakat akan memburuknya pelayanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) akhir-akhir ini. Dengan kondisi yang relatif sama, baik sarana dan prasarana, dibanding sekitar 10 tahun lalu keadaan perkereta apian kita kini sungguh memprihatinkan.
Kereta api berubah menjadi monster menakutkan karena kecelakaan beruntun yang membawa korban jiwa seolah tidak bisa dihentikan oleh manajemennya. Bahkan ada kesan, semua kesalahan ditimpakan pada pihak lain, baik itu peralatan atau-paling sering-manusianya. Teori memang menyebutkan, dari setiap kecelakaan, 80 persen penyebabnya adalah faktor manusia, sementara peran cuaca, perangkat teknik dan sebagainya tidak terlalu besar.
Dari penelusuran awal, boleh dikatakan kecelakaan di Plabuan itu akibat kesalahan masinis KA 162 Tawangjaya, kereta api kelas ekonomi Pasarsenen (Jakarta)-Poncol (Semarang). Ia, tanpa seizin PPKA (pemimpin perjalanan KA) Stasiun Plabuan, menjalankan keretanya dan melanggar rambu lampu merah sinyal keluar stasiun Plabuan. Padahal di arah lawan sedang berhenti KA 179 Parcel Surabaya-Pasarsenen di depan sinyal masuk. Akibatnya terjadi tubrukan di tikungan sekitar dua kilometer sebelah timur Stasiun Plabuan, atau sekitar 53 kilometer dari Semarang.
Masinis KA Tawangjaya, Abdulkamid, belum bisa ditanyai karena masih dirawat di rumah sakit akibat luka serius di kepalanya. Tetapi saksi-saksi, terutama setting sinyal keluar yang mengisyaratkan tidak aman untuk KA Tawangjaya dan keterangan Kepala Stasiun Plabuan, Ahmad Jahid, menjuruskan tuduhan bahwa masinis menjalankan KA tanpa izin. Tindakan masinis menjalankan KA Tawangjaya ini semula dikira cuma mem-prepal-kan (mengingsutkan KA sampai batas berhenti di ujung peron), bukan langsung menuju stasiun berikut, Krengseng.
KA Tawangjaya berhenti di Stasiun Plabuan secara BLB (berhenti luar biasa) hanya untuk menurunkan pegawai KA yang harus bertugas di sekitar stasiun yang sangat terpencil itu, lalu meneruskan perjalanan lagi. Masinis sudah diberi tahu akan adanya persilangan dengan KA Parcel di Plabuan oleh PPKA Stasiun Kuripan, ketika singgah pukul 06.07. Jadi menurut prosedur yang sudah dijalankan sejak Kuripan, Tawangjaya memang seharusnya berhenti di Plabuan.
PPKA Plabuan bukannya diam saja ketika melihat Tawangjaya menerobos sinyal. Ia melakukan kontak radio, tetapi ternyata radio lokomotif Tawangjaya tidak menyahut, mungkin rusak atau dimatikan.
***
OPERASIONAL KA, di mana pun, harus melalui rentetan prosedur keselamatan standar yang tumpang-tindih, saling mem-back up, sehingga kalau satu gagal, prosedur berikut masih bisa difungsikan. Saat ini disiplin mematuhi prosedur di PT KAI sudah menurun drastis, banyak prosedur yang dipotong dengan alasan terlalu bertele-tele, tidak praktis dan tidak efisien.
Tingkat toleransi terhadap pelanggaran tata prosedur terjadi di semua level di perusahaan itu, tidak cuma di kalangan staf kantoran, tetapi lebih menonjol di lapangan. Karenanya tidak heran jika kemudian penyederhanaan ini malah berakibat kecelakaan.
Seorang PPKA harus menggunakan eblek hijau untuk memberi tanda KA boleh meneruskan perjalanannya, tetapi tidak sedikit PPKA yang hanya melambaikan topi merahnya untuk memberi isyarat aman. Atau sekip, tanda berwarna merah yang dipasang di kereta paling belakang, kini tidak berbentuk oval lagi, tetapi sudah beragam, tergantung siapa yang bikin, padahal itu diatur jelas dalam reglement KA.
Atau ada petugas pintu perlintasan KA dengan jalan raya yang dilayani oleh seorang anak kecil, sementara petugas aslinya entah ke mana. Ketika seorang pimpinan PT KAI dilapori hal itu, enteng saja ia menjawab, "Mungkin si petugas sedang ke belakang, dan nyatanya juga ndak apa-apa, tuh".
Kasus di Cangkring, atau Serpong, atau Plabuan, mencerminkan buruknya pengelolaan sumber daya manusia PT KAI oleh manajemennya. Prosedur keselamatan oleh pimpinan yang selalu keliling dan bertemu karyawan, diucapkan dalam bahasa "tinggi", bahasa yang kurang dipahami karyawan kelas bawah seperti masinis atau juru api. Apalagi kata kunci "keselamatan" tidak disertai dengan petunjuk pelaksanaan berupa penekanan ketaatan pada prosedur.
Masinis memang selalu jadi kambing hitam paling empuk. Sudah kena CO (commissie van onderzoek - pemeriksaan internal), juga bisa kena pidana kalau menyangkut nyawa manusia. Dan secara kasat mata, mereka memang salah, menjalankan KA tanpa taat prosedur.
Misalnya, kecelakaan di Ciganea, Cangkring, atau Kosambi dinihari 18 April 2000, masinisnya mengaku tertidur karena habis minum obat antiflu. Beberapa kasus memang memberi alasan demikian, apalagi peristiwanya sering terjadi pada dinihari atau pagi hari, saat orang normal tidak bisa menahan kantuk.
Dalam peristiwa Plabuan, masinis Abdulkamid naik di Cirebon menggantikan masinis KA Tawangjaya dari Jakarta, sekitar pukul 01.00. Tetapi catatan di Griyakarya, penginapan untuk masinis di Cirebon, tak ada nama Abdulkamid, sehingga ia diperkirakan baru saja turun dari KA yang datang dari Semarang, langsung memegang akselerator di KA Tawangjaya ke Semarang.
Menurut perkiraan pejabat PT KAI di Cirebon, Abdulkamid ke Cirebon dalam status LD (luar dinas), menumpang kereta api kelas ekonomi dari Semarang. LD ini tidak diperhitungkan sebagai jam dinas, meskipun nyatanya juga menurunkan stamina, karena perjalanan antara dua kota itu dengan KA kelas ekonomi rata-rata enam jam. Bisa diperkirakan, Abdulkamid mulai kerja dengan kondisi tidak segar karena kecapaian setelah menempuh perjalanan dari Semarang.
Perkembangan selanjutnya, bisa saja Abdulkamid beranggapan bahwa karena BLB di Plabuan, ia tidak perlu mendapat semboyan aman dari PPKA Plabuan, sementara lampu merah pada sinyal bisa jadi rusak seperti biasanya. Apalagi di Kuripan ia hanya diberi tahu lisan, tidak mendapat surat PTP (pemberitahuan pemindahan tempat persilangan) yang biasanya diberikan petugas stasiun kepada masinis jika terjadi perubahan tempat persilangan.
***
PERPENDEKAN atau penyederhanaan prosedur yang dilakukan baik oleh masinis atau petugas depo lokomotif, sangat potensial untuk menyebabkan kecelakaan fatal. Di dalam lokomotif ada perangkat keamanan yang namanya deadman pedal. Pedal ini harus diinjak dan dilepas tiap beberapa menit, karena kalau terlambat melepas atau menginjak, alarm akan berbunyi dan kalau dibiarkan saja, rem akan otomatis bekerja, kereta berhenti tiba-tiba.
Pedal ini dibuat sebenarnya sebagai no go item dalam dunia penerbangan, tak boleh diberangkatkan kalau item ini tidak ada atau tidak bekerja baik. dengan dead man pedal, rem KA diprogram bekerja begitu sistem memperkirakan masinis tertidur akibat tidak mampu lagi "memainkan" pedal.
Banyak lokomotif dioperasikan dengan pedal tidak bekerja lagi, entah karena rusak atau sengaja dirusak, sebab dirasa merepotkan awak lokomotif. Akibatnya, kalau masinis tertidur, sistem pengaman yang rusak ini tidak bisa lagi menghentikan kereta api. Beberapa kasus tabrakan mengindikasikan masinis tertidur dan KA jalan sendiri, sementara penumpang tidak sadar akan bencana di depan.
Masinis seperti Abdulkamid yang kena dinas kelas ekonomi tidak jarang frustrasi, sebab kereta yang ditariknya lebih banyak singgah di stasiun-stasiun sepanjang perjalanan akibat harus memberi laluan kepada kereta api yang kelasnya lebih tinggi.
Sepanjang perjalanan Cirebon-Plabuan saja, tak ada stasiun atau halte yang tidak disinggahi dan masuk ke rel belok, karena ada KA lain yang harus diberi jalan baik dari arah depan maupun yang menyusul. Untuk jarak antara Cirebon-Semarang, KA kelas Argo menempuhnya hanya dalam waktu kurang dari tiga jam, sementara Tawangjaya ketika itu saja sudah berjalan sekitar lima jam, masih lebih satu jam lagi untuk sampai ke Stasiun Poncol di Semarang.
Jam kerja masinis seharusnya dibedakan dengan karyawan staf yang bisa bekerja terus selama delapan jam dikurangi jam istirahat. Melihat tanggung jawabnya yang besar, di beberapa negara maju masinis tidak boleh bekerja terus-menerus selama lebih dari empat jam. Pertimbangannya, daya tahan dan reaksi refleks, serta daya nalar mereka yang bekerja penuh konsentrasi akan menurun drastis selewat empat jam tadi, sehingga harus istirahat.
Masinis memang selalu disalahkan, tetapi perhatian untuk mereka juga sangat minim, meski tanggung jawabnya besar. Seperti Abdulkamid tadi, sesuai golongannya, ia tidak berhak naik kereta eksekutif saat LD atau menuju ke lokasi dinas. Paling tinggi ia bisa naik kelas bisnis dengan KAD (kartu angkutan dinas).
Bahkan masinis KA Argo Bromo Anggrek yang mewah dan selalu stres sewaktu menarik KA itu, kalau kembali ke tempatnya (base) tidak boleh naik kereta yang tadi ia tarik. Ia harus menunggu kereta berikut yang kelasnya jauh lebih rendah, tidak Argo Bromo, tidak Sembrani atau Bima, paling Jayabaya.
Gaji yang relatif kecil, sekitar Rp 500.000-Rp 700.000 membuat masinis berpenampilan dekil. Bukan cuma itu, umumnya mereka tinggal jauh dari stasiun yang terletak di luar kota sehingga perlu waktu dan biaya untuk menuju ke lokasi pekerjaan . Dan tidak sedikit yang punya kerja sampingan, misalnya, jadi tukang ojek atau jualan di teras rumahnya, untuk menutupi biaya hidupnya.
Akan tetapi, ngobyek di luar jam dinas masih bisa diterima aturan, meski dengan syarat tidak mempengaruhi kesiapan fisiknya dalam bertugas, tidak mengawali tugas dengan badan sudah capai. Banyak awak KA yang lebih suka ngobyek di tempat tugasnya, misalnya, masinis membiarkan orang naik lokomotif dengan membayar sejumlah kecil uang.
Kesejahteraan masinis, atau awak kereta api lain yang justru jadi ujung tombak perusahaan memang memprihatinkan. Tingkat hidup mereka sangat jauh berbeda dengan pimpinannya, bahkan dengan kepala-kepala seksi di daerah operasi, meski secara slip gaji, selisihnya tidak terlalu besar amat.
Kalau sudah demikian perlakuan pimpinan PT KAI kepada masinisnya, mestinya masyarakat juga bisa mempertanyakan, seperti canda versi Gus Dur (Abdurrahman Wahid-Red). "Bayarnya murah kok mau selamat...." (Moch S Hendrowijono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar