TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Senin, 01 Maret 2010

Muhammadiyah dan Dinamika Politik Bangsa

BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Perubahan-perubahan sosial-politik dalam kehidupan nasional di era reformasi yang menumbuhkan dinamika tinggi dalam kehidupan umat dan bangsa serta mempengaruhi kehidupan Muhammadiyah, yang memerlukan pedoman bagi warga dan pimpinan Persyarikatan bagaimana menjalani kehidupan di tengah gelombang perubahan itu.
Dalam pandangan Muhammadiyah, sesungguhnya ada hubungan organis antara dakwah dan politik. Dalam banyak hal kelancaran dakwah dan syiar Islam ditentukan oleh paying politik yang ada. Bila paying politik tidak melindungi kelancaran dakwah, organisasi seperti Muhammadiyah dapat merasa kepanasan atau kedinginan.
Kiprah sosial, pendidikan dan dakwah pada umumnya, dapat menjadi bebas dan ceria kalau tidak dirintangi oleh halangan-halangan politik. Sebaliknya kiprah tersebut menjadi ciut dan tidak produktif bila investasi politik terlalu mendalam. Ini berarti bahwa Muhammadiyah harus pandai-pandai memainkan high politics (politik yang luhur, adi luhung dan berdimensi moral etis) agar keputusan-keputusan politik yang bersifat nasional benar-benar bermuatan moral dan etis. Bila keputusan-keputsan politik yang dibuat sampai menggerus kiprah dakwah, pendidikan, sosial dan budaya yang sedang digelar, tentu akibatnya dapat kita bayangkan.
Muhammadiyah tidak gampang retak dan tidak mengalami polarisasi didalam dirinya, dikarenakan politik praktis itu dijauhinya. Namun sekaligus disadari bahwa high politics tetap harus dijalankan sesuai semboyan amar ma’ruf nahi munkar, menyeru kepada kebajikan dan mencegah keburukan dan kejahatan.
b. Rumusan Masalah
Melihat penjelasan dari latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah pada makalah ini meliputi:
1.Bagaimana menjalani kehidupan di tengah gelombang perubahan sosial-politik dalam kehidupan nasional di era reformasi yang menumbuhkan dinamika tinggi dalam kehidupan umat dan bangsa serta mempengaruhi kehidupan Muhammadiyah.
2.Bagaimana pandangan Muhammadiyah, tentang hubungan organis antara dakwah dan politik.
3.Bagaimana agar Muhammadiyah tidak gampang retak dan tidak mengalami polarisasi didalam dirinya, dikarenakan politik praktis itu dijauhinya.





























BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Muhammadiyah dan Politik
Muhammadiyah sebagai gerakan islam yang juga dikenal sebagai organisasi social keagamaan yang non-politik dalam kenyataan sosiologis yang dilaluinya terlibat pula dalam pergumulan politik yang mempengaruhi dinamika gerakan ini dalam kehidupan politik nasional. Persentuhan Muhammadiyah dengan dunia politik itu berkembang baik pada tingkat memainkan fungsi kelompok kepentingan maupun terlibat dalam percaturan politik praktis melalui partai politik dengan corak keterlibatan yang bervariasi.
Dari kenyataan sosiologis yang diuraikan di atas ternyata hubungan Muhammadiyah dan politik tidaklah linier atau tunggal, melainkan menunjukkan pola yang beragam. Pola hubungan antara Muhammadiyah dan politik dapat ditunjukkan dalam tiga varian yaitu pertama, hubungan yang bersifat formal dan langsung; kedua, hubungan yang bersifat personal dan tidaqk langsung; dan ketiga, hubungn yang lebih netral dan murni.
Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik selain mencerminkan tanggapan organisasi ini terhadap perkembangan politik zamannya, juga menunjukkan pasang-surut yang melingkupi keberadaannya di tengah dinamika social-politik nasional. Dalam persentuhan dengan dunia politik itu Muhammadiyah tampaknya tidak terlalu terjebak pada wacana teologis dan ideologis secara mendalam, melainkan lebih menunjukkan sikap pragmatis dalam menghadapi perkembangan politik nasional.
Kenyataan sosiologis yang paling tampak ialah adanya daya akomodasi yang relative lentur dari Muhammadiyah dalam menghadapi perkembangan perkembangan politik pada setiap periode sejarah yang dilaluinya. Hal ini dilakukan tanpa harus mengubah komitmen dan orientasi dirinya sebagai gerakan islam yang non politik lebih-lebih untuk menjadi partai politik.
Meskipun demikian, diakui pula bahwa daya akomodasi yang tinggi itu menimbulkan masalah tertentu dalam perpolitikan Muhammadiyah, sehingga organisasi Islam ini dikesankan lebih mengambil jalan pragmatis dan kurang responsive dalam melakukan pemihakan kepada masyarakat yang dirugikan oleh pemerintah orde baru yang kian otoriter.
Sekalipun demikian, di belakang hari sejak era 1990-an, tumbuh dinamika baru dengan kehadiran generasi Amien Rais yang memberikan nuansa kritis dan radikal dalam politik Muhammadiyah sehingga membawa reformasi di Indonesia.1
B. Peran politik Muhammadiyah
Dalam menghadapi dinamika perkembangan baru kehidupan politik nasional dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada saat ini dan kedepan, Muhammadiyah dengan tetap istiqamah sebagai gerakan islam yang tidak “berpolitik praktis” dan tidak menjadi partai politik seyogianya melakukan peran-peran politik yang signifikan diwilayah fungsi kelompok kepentingan. Sikap konservatif untuk tetap berpijak pada khittah dan kepribadian Muhammadiyah tidak semestinya membuat Muhammadiyah dan segenap warganya menunjukkan perilaku yang ambigu (mendua sikap), alergi, phobia, dan anti terhadap politik. Sikap negative seperti itu selain tidak sejalan dengan pandangan keagamaan dan kepentingan strategi gerakan dakwah Muhammadiyah yang multi-aspek dan bersifat dinamik, bahkan dapat mengingkari keberadaan Muhammadiyah sendiri sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang memiliki tujuan membentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dibumi Nusantara tercinta ini.
Muhammadiyah secara institutional dituntut untuk merevitalisasi peran politik sebagai kelompok kepentingan, kelompok penekan, dan kelompok asosiasi yang memainkan berbagai macam fungsi politik tanpa harus terperangkap pada permainan riel politics atau politik praktis. Sedangkan secara personal peran politik itu dapat dimainkan oleh para kader dan anggota Muhammadiyah yang terlibat dalam partai politik dan lini-lini politik lainnya dalam kehidupan kenegaraan, yang memberi akses positif bagi kepentingan Muhammadiyah dan kehidupan umat serta bangsa. Muhammadiyah danorang-orang Muhammadiyah dituntut memainkan peran-peran politik itu secara efektif dan produktif dan jangan sampai melakukan uzlah politik politik harus dipandang secara positif dan dijadikan media dakwah yang dimainkan secara beradab dan bermoral untuk pencerahan umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan universal.
Kenapa Muhammadiyah mengambil peran yang signifikan dalam kehidupan politik? Terdapat setidak-tidaknya empat alasan untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, mengenai politik dalam konteks ajaran Islam sebagai ajaran yang menyeluruh yang menyangkut aspek aqidah, ibadah, akhlak, dan mu’amalat dunyawiyah. Politik sebagaimana aspek-aspek kehidupan lainnya termasuk ke dalam bagian dari ibadah dalam artian umum atau merupakan wilayah dari mu’amalah, yang harus dijamah dan dikelola oleh Muhammadiyah sebagai bagian tedak terpisahkan dari misi membentuk masyarakat utama dan mengemban pesan rahmatan lil ‘alamin.
Kedua, politik sebagai bagian penting dari kehidupan dan merupakan instrument dakwah. Bahwa politik sebagai bagian dari al-amr ad-dunya (urusan dunia) merupakan komponen kehidupan yang penting dan strategis sebagaimana bidang kehidupan lainnya, yang tidak kotor, hina dan jahat sebagaimana kesan umum dalam pandangan yang negative tentang politik. Politik itu dapat menjadi baik, mulia dan bersih manakala dibingkai oleh moral dan diperankan oleh orang-orang yang juga bermoral sehingga melahirkan politik yang berkeadaban.
Ketiga, masalah implikasi dari sikap negative terhadap politik. Jikalau Muhammadiyah masih cenderung bersikap ambigu, lebih-lebih jika alergi dan anti politik, maka hal itu selain bertentangan dengan pandangan dasar keagamaan Muhammadiyah tentang politik yang berarti menentang hakikat Muhammadiyah sendiri, juga hanya akan mengisolasikan Muhammadiyah dari dunia politik yang pada akhirnya tidak mustahil Muhammadiyah sendiri akan menjadi korban politik kekuatan-kekuatan lain.
Keempat, menyangkut tuntutan dan pertanggungjawaban atas moralitas politik. Bahwa jika kekuatan-kekuatan social-keagamaan yang memiliki misi luhur dan didukung massa yang besar seperti Muhammadiyah tidak mengambil bagian dalam proses politik nasional secara aktif maka dunia politik pada khususnya dan nasib bangsa pada umumnya akan merasa rugi karena tidak memperoleh sentuhan moralitas nilai-nilai keagamaan yang dibawa oleh gerakan-gerakan keagamaan seperti Muhammadiyah.
Peran politik Muhammadiyah yang dapat diambil dan dimainkan tanpa harus terperangkap dalam pergulatan politik praktis, yaitu: Muhammadiyah dapat mengambil posisi dan peran sebagai kekuatan politik atau “kekuatan moral” yang memainkan fungsi selaku kelompok kepentingan atau sebagai kelompok penekan yang efektif. Kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan Negara atau pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan-jabatan politik. Tugas kelompok kepentingan ialah mengakses pada pengambil kebijakan politik utama dalam kehidupan kenagaraan. 2

C.Muhammadiyah Tentang Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Muhammadiyah sebagai gerakan da’wah Islam amar ma’ruf nahi munkar sepanjang sejarahnya senantiasa memiliki komitmen yang istiqamah dalam menggerakkan reformasi masyarakat dan bangsa ke peningkatan kualitas kehidupan sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan yang merupakan implementasi misi rahmatan lil ‘alamin. Muhammmadiyah memandang bahwa reformasi adalah gerakan perubahan total yang membawa nilai-nilai kebenaran, kedamaian, keadilan dan pencerahan secara sistemik. Pandangan Muhammadiyah yang menuntut reformasi total dan tersistem didukung oleh kenyataan sosiologi dan bahwa kekuasaan Orde Baru yang otoriter dan sentralistik selama tiga dasawarsa telah terbukti melahirkan krisis sistem, budaya dan alam pikiran dalam segenap sendi kehidupan bangsa.
Muhammadiyah menyadari sepenuhnya bahwa pemikiran dan pola kehidupan keagamaan perlu dikembangkan sebagai pemandu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik dalam menyelesaikan krisis maupun untuk membangun tatanan baru dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya di tubuh bangsa ini. Karena itu, Muhammadiyah bertekad secara proaktif untuk menggerakkan reformasi di bidang politik, ekonomi, hukum dan sosial budaya.
Masalah Politik dan Keamanan
1. Dalam rangka menghadapi suasana ketidakpastian kehidupan politik dan kemandegan reformasi, para pimpinan bangsa dan elit politik perlu mencari jalan keluar dengan lebih mengedepankan pemikiran yang jernih yang dijiwai oleh semangat persatuan dan rekonsiliasi.
2. Pemerintah dan DPR serta seluruh kekuatan politik secara bersama-sama perlu secara arif menegakkan etika dan moral politik dengan berusaha mengurangi akrobatik politik yang menimbulkan kebingungan dan kegoncangan sosial. Para elit politik dan masyarakat agar dalam memperjuangkan kepentingan mereka, menghindarkan diri dari praktek-praktek politik kekerasan dan kekerasan politik.
3. Pemerintah seyogyanya senantiasa menciptakan iklim yang kondusif serta memusatkan perhatian dan menentukan agenda serta prioritas program yang benar-benar membawa kemakmuran, kesejahteraan dan ketertiban nasional.
4. Untuk mengatasi bahaya disintegrasi bangsa, pemerintah dan seluruh komponen bangsa perlu segera mencari dan menyelesaikan akar masalahya, melakukan pembagian hasil sumber daya alam yang seadil-adilnya, menindak tegas pelanggaran HAM dan berkembangnya gejala separatisme seperti yang terjadi di Aceh, Ambon dan Irian Jaya.
5. Guna memelihara kesatuan dan persatuan bangsa, diharapkan kepada masyarakat untuk dapat menghargai perbedaan pendapat secara wajar dan proporsional, sehingga tidak berkembang menjadi konflik horizontal.
6. Penyelesaian masalah dilakukan dengan mengedepankan pendekatan keadilan dan kesejahteraan sosial, termasuk peningkatan kualitas sumber daya manusia, serta tidak mengulangi lagi pendekatan keamanan dan militer.
7. Memperhatikan berbagai kerusuhan yang terjadi di berbagai daerah di tanah air, diminta kepada Pimpinan TNI untuk mengendalikan personil TNI agar melakukan tugas profesionalnya dengan benar dan tidak memihak, serta menindak tegas personil TNI yang terlibat dalam tindak kekerasan dan kerusuhan tersebut.3

D.Strategi Muhammadiyah
Khittah atau strategi Muhammadiyah sejak 1912 pada hakekatnya belum pernah mengalami perubahan. Bahwa ada perubahan-perubahan nuansa dan gaya perjuangan sesuai dengan konteks situasional yang dihadapi, tentu dapat dimengerti sepenuhnya. Namun pada pokoknya ada beberapa pandangan strategis Muhammadiyah yang bersifat konstan, dan kiranya sampai sekarang tetap relevan.
Adapun pandangan strategis Muhammadiyah yang bersifat konstan salah satunya yaitu tentang politik. Muhammadiyah tidak pernah ingin berpolitik praktis. Para founding fathers Muhammadiyah di samping KHA Dahlan sendiri sudah jauh-jauh hari membaca bahwa keterlibatan politik bagi Muhammadiyah dapat menyerimpung persyarikatan Islam reformis ini ke dalam jebakan-jebakan yang merugikan. Oleh karena itu, ketika presiden Suharto menawarkan pada KHA Badawi yang ketua Muhammadiyah pada masa awal orde baru agar Muhammadiyah menjadi partai politik, Muhammadiyah memilih bertahan pada jati dirinya sendiri, sebagai geakan dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar, gerakan yang menganjurkan berbuat kebajikan dan meninggalkan keburukan ditengah masyarakat luas. Muhammadiyah tidak ingin menjadi partai politik yang mudah terjebak pada konflik kepentingan, dan kalau tidak hati-hati dapat menimbulkan friksi di tubuh bangsa.4

E. Muhammadiyah dan High Politics
Muhammadiyah telah menjadi organisasi besar dengan berbagai kisah sukses yang menyertainya. Muhammadiyah kini telah memiliki ribuan sekolah, ratusan perguruan tinggi, serta rumah sakit ataupun poliklinik yang tidak sedikit jumlahnya. Sementara dibidang kehidupan kemasyarakatan, Muhammadiyah telah dinilai mampu mengantarkan warganya menjadi mulim modernis yang siap mengantisipasi masa depan.
Dibidang social –politik, Muhammadiyah telah mampu menempatkan diri dalam kedudukan sejajar dalam soal tawar-menawar dengan pemerintah. Sehingga, hingga saat ini boleh dibilang bahwa Muhammadiyah cukup aman dari konflik apalagi yang berhadapan langsung dengan pemerintah.
Dalam kehidupan kemasyarakatan, Muhammadiyah sangat teguh dala memperjuangkan etos kerja keras, sikap hidup sederhana, ikhlas dalam perjuangan, teguh dalam pendiriran dan tidak lekas putus asa atau Istiqamah. Yang secara keseluruhan tercermin dalam perilaku hidup yang diajarkan KH. Ahmad Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah itu.
Sedangkan dalam bidang social-politik, Muhammadiyah mengambil sikap moral politik tinggi (high politic) atau politik berdimensi keluhuran budi. Yakni sikap atau moralitas politik yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran, keadilan dan kemanusiaan. Adapun dalam memperjuangkan tersebut digunakan cara-cara dan etika Islam.

F. Persentuhan Muhammadiyah Dan Politik
Masalah politik senantiasa actual dan seringkali krusial ketika dihadapkan pada dinamika organisasi keagamaan yang memiliki basis massa cukup besar, seperti halnya Muhammadiyah. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan tidak berpolitik praktis, artinya terlibat dalam kegiatan politik yang berkaitan dengan proses perjuangan kekuasaan sebagaimana diperankan kekuatan politik formal. Namun dalam momentum-momentum tertentu pada perkembangan sejarah yang dilaluinya, persoalan politik senantiasa masuk kedalam percaturan geral organisasi keagamaan ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Persentuhan Muhammadiyah dengan politik, tampaknya perlu dijelaskan dalam dinamika orientasi gerakan dakwah dalam konteks penggarapan lahan-lahan kehidupan diluar sekadar persoalan pembinaan keagamaan semata. Persentuhan ini seringkali masuk pada percaturan dilematis antara dakwah dan politik. Sedangkan persentuhan kedua dipengaruhi oleh keterlibatan para elit atau anggota persyarikatan ini dalam kegiatan politik, yang memunculkan citra persentuhan kelembagaan Muhammadiyah dengan dunia politik.
Persentuhan Muhammadiyah dengan dunia politik praktis disatu pihak memberi keuntungan tersendiri bagi perkembangan organisasi. Terutama dalam membangun relasi social politik kepusat-pusat pengambilan keputusan (kekuasaan). Tetapi selebihnya tidak jarang membawa ekses negatif yang merugikan gerakan terutama pada konteks jangka panjang.5















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Posisi Muhammadiyah dalam kehidupan nasional, dunia Islam, dan perkembangan global ditandai dengan lima peran yang secara umum menggambarkan misi Persyarikatan. Kelima peran tersebut adalah:
Pertama, Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid terus mendorong tumbuhnya gerakan pemurnian ajaran Islam dalam masalah yang baku (al-tsawabit) dan pengembangan pemikiran dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang menitikberatkan aktivitasnya pada dakwah amar makruf nahi munkar. Muhammadiyah bertanggung jawab atas berkembangnya syiar Islam di Indonesia, dalam bentuk: 1) makin dipahami dan diamalkannya ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, 2) kehidupan umat yang makin bermutu, yaitu umat yang cerdas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Kedua, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dengan semangat tajdid yang dimilikinya terus mendorong tumbuhnya pemikiran Islam secara sehat dalam berbagai bidang kehidupan. Pengembangan pemikiran Islam yang berwatak tajdid tersebut sebagai realisasi dari ikhtiar mewujudkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-alamin yang berguna dan fungsional bagi pemecahan permasalahan umat, bangsa, negara, dan kemanusiaan dalam tataran peradaban global.
Ketiga, sebagai salah satu komponen bangsa, Muhammadiyah bertanggung jawab atas berbagai upaya untuk tercapainya cita-cita bangsa dan Negara Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Konstitusi Negara. Upaya-upaya tersebut melalui: 1) penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih, 2) perluasan kesempatan kerja, hidup sehat dan berpendidikan yang bebas dari kemiskinan, 3) peneguhan etika demokrasi dalam kehidupan ekonomi dan politik, 4) pembebasan kehidupan berbangsa dan bernegara dari praktek kemunkaran dan kemaksiatan;
Keempat, sebagai warga Dunia Islam, Muhammadiyah bertanggung jawab atas terwujudnya kemajuan umat Islam di segala bidang kehidupan, bebas dari ketertinggalan, keterasingan, dan keteraniayaan dalam percaturan dan peradaban global. Dengan peran di dunia Islam yang demikian itu Muhammadiyah berkiprah dalam membangun peradaban dunia Islam yang semakin maju sekaligus dapat mempengaruhi perkembangan dunia yang semakin adil, tercerahkan, dan manusiawi.
Kelima, sebagai warga dunia, Muhammadiyah senantiasa bertanggungjawab atas terciptanya tatanan dunia yang adil, sejahtera, dan berperadaban tinggi sesuai dengan misi membawa pesan Islam sebagai rahmatan lil-alamin. Peran global tersebut merupakan keniscayaan karena di satu pihak Muhammadiyah merupakan bagian dari dunia global, di pihak lain perkembangan dunia di tingkat global tersebut masih ditandai oleh berbagai persoalan dan krisis yang mengancam kelangsungan hidup umat manusia dan peradabannya karena keserakahan negara-negara maju yang melakukan eksploitasi di banyak aspek kehidupan.
Dalam merealisasikan peran-peran tersebut, Muhammadiyah perlu merumuskan strategi gerakannya, yang diwujudkan dalam Program Persyarikatan. Program tersebut bersifat realistis dan antisipatif guna menjawab berbagai persoalan umat Islam, bangsa, dan dunia kemanusiaan, dengan berpijak pada capaian program Muhammadiyah sampai saat ini.6
Di sisi lain, mengingat eksistensi Muhammadiyah sebagai gerakan yang berada langsung dalam puasaran dinamika umat dan masyarakat, maka Program Persyarikatan dirumuskan secara terintegrasi, baik secara vertikal maupun horisontal, serta berkesinambungan dalam perencanaan dan pelaksanaannya di semua tingkatan, organisasi otonom, dan amal usaha Muhammadiyah.
Upaya untuk merealisasikan misi Persyarikatan Muhammadiyah dalam usia yang hampir genap satu abad ini tentu bersinggungan dan memiliki kaitan dengan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat manusia saat ini, baik dalam lingkup global maupun nasional.


TUGAS UAS
(Muhammadiyah dan Dinamika Politik Bangsa)







Oleh :
Humaira ( 07120010 )






UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS AGAMA ISLAM
2009
DAFTAR PUSTAKA

Nashir, Haedar (2006). Dinamika Politik Muhammadiyah. Malang: UMM Press
Rais, Amien (1995). Moralitas Politik Muhammadiyah. Yogyakarta: Dinamika
Nashir, Haedar (2000). Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Bayu Indra Grafika
Nashir, Haedar (2006). Ideologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
http://www.facebook.com/Muhammadiyah2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar