Humaera/07120010
UTS ETIKA PROFESI HUKUM
Bagaimana etika dan moralitas hakim yang tidur pada saat sidang berlangsung?
Seharusnya hakim menjunjung tinggi citra, wibawa dan martabat hakim Indonesia. hakim yang tidur saat persidangan berlangsung sama saja tidak menegakkan etika persidangan. Tindakan itu sama dengan penghinaan terhadap lembaga peradilan.
Meski tidak melanggar hukum, tindakan tersebut harus dihindari. Kalau melanggar kode etik, dia harus diperiksa dewan kehormatan di pengadilan tinggi. Dua hakim harus dijatuhi sanksi teguran keras. Sebab, hakim yang biasanya menjatuhkan hukuman kepada terdakwa malah tidak menaati etika. Perbuatan itu, melecehkan dan mencemari kewibawaan hakim.
Penjelasan setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian didalamnya penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan yurisdiksi voluntair. Jadi, bagaimana hakim bisa menegakkan hukum dan keadilan jika hakim sebagai pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili ternyata tidur diruang sidang (tidak mendengarkan penjelasan perkara yang diajukan).
Kalau keadaan fisik Bapak Hakim tidak cukup aman untuk bertahan di dalam ruangan sidang, masih lebih baik bila sidang ditunda saja. Ketidakberesan ini, bisa mengakibatkan wibawanya lenyap dan malah keputusannya tidak tegas.
Mengapa sampai terjadi pelanggaran etika ini, apakah ada motivasi lain yang dengan sengaja tidur diruang sidang selama sedang memeriksa perkara? Adakah kolusi dengan terdakwa atau penasehat hukum, menurut saudara kolusi itu baik atau buruk?
Efek dari pengabaian atau pengingkaran prinsip-prinsip dan etika profesi itu adalah merosotnya kepercayaan publik atas kinerja aparat penegak hukum tersebut.
Jika berbagai perkara dijadikan sarana bagi target pemupukan penghasilan tambahan, para penegak hukum lebih berkepentingan menangani perkara demi mendapatkan uang ketimbang menegakkan hukum. Jadi tak mengejutkan jika muncul istilah ‘bisnis perkara’.
Mereka yang dihadapkan pada sangkaan atau dakwaan pidana serta terlibat sengketa lain berprasangka, aparat penegak hukum bisa disuap. Sebaliknya, mereka juga berprasangka, sebagian penegak hukum—dengan menggunakan wewenangnya—dapat melancarkan aksi pemerasan. Sangkaan mengenai maraknya ‘mafia peradilan’ bertalian dengan ‘bisnis perkara’.
Keadaan seperti yang digambarkan di atas, pada akhirnya mengakibatkan kalangan hakim (pelaku utama fungsi peradilan) tidak lagi menjaga dan menegakkan kehormatan dan kewibawaannya.
Dalam hal kolusi ‘mafia peradilan’ yang bertalian dengan ‘bisnis perkara’ itu sangat buruk. Sebab bila hal tersebut tidak disikapi secara serius dan tidak dipertimbangkan secara matang untuk ditepis dari proses peradilan, maka cepat atau lambat, aparat penegak hukum akan kehilangan kepercayaan publik yang begitu mahal, tetapi begitu mudah diperoleh manakala para penegak keadilan sanggup menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, kejujuran dan kemurnian hati nurani.
Termasuk dalam aliran apakah sikap yang ditunjukkan oleh hakim-hakim tersebut?
hedonisme individualistik/egostik hedonism: yang menilai bahwa jika suatu keputusan baik bagi pribadinya maka disebut baik, sedangkan jika keputusan tersebut tidak baik maka itulah yang buruk;
karena sikap yang ditunjukkan hakim–hakim tersebut. Lebih mementingkan diri sendiri, tanpa peduli dengan tanggapan masyarakat atau etika profesi hakim yang seharusnya menjunjung tinggi wibawanya.
Apa sebenarnya tugas hakim yang benar, bagaimana bila hakim tersebut menjalankan tugasnya dengan tidak benar?
Tugas dan Wewenang Hakim: UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 28 dst ...
tugas utama hakim adalah menyelesaikan sengketa di-antara pihak-pihak, memberi kepuasan hukum kepada pihak yang berperkara.
Bila hakim tersebut menjalankan tugasnya dengan tidak benar: sebagai aparat penegak hukum/ hakim akan kehilangan kepercayaan publik yang begitu mahal, dapat diperiksa, diadili atau di beri sanksi jika terbukti di pengadilan tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar