TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Sabtu, 26 Desember 2009

MEMBAHAS TENTANG SURAT KUASA

MEMBAHAS TENTANG

SURAT KUASA


Apabila seseorang tidak dapat menjalankan suatu urusan, maka alternatifnya adalah menunda urusan tersebut sampai ia mampu melakukannya sendiri atau mewakilkan kepada orang lain untuk melakukannya. Mewakilkan kepada orang lain untuk menjalankan suatu urusan itulah yang dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan pemberian kuasa.

Terdapat beberapa pengertian tentang surat kuasa dan masalah-masalah yang perlu dibahas dalam surat kuasa yang ada hubungannya dengan kegiatan kita sehari-hari baik secara yuridis maupun dalam kenyataan dilapangan. Berikut ini penulis sengaja menyajikan pembahasan tentang pemberian kuasa (surat kuasa) dalam bentuk tanya jawab guna lebih mempermudah para pembaca untuk memahaminya:


pengertian dari Pemberian Kuasa/Surat Kuasa

a. Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka) pengertian dari: SURAT adalah kertas dsb yang tertulis (berbagai-bagai isi maksudnya) KUASA terdapat dua pengertian yaitu:

1) Kuasa adalah kewenangan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu); kekuatan.

2) Kuasa adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintahkan, mewakili, mngurus, dlsb) sesuatu. SURAT KUASA adalah surat yang berisi
tentang pemberian kuasa kepada seseorang untuk mengurus sesuatu.

b. Sesuai Kamus Hukum – Prof R. Soebekti, SH & Tjitrosoedibio): KUASA adalah Wenang PEMBERIAN KUASA (lastgeving, Bld) adalah pemberian
kewenangan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas nama
si pemberi kuasa.

c. Sesuai Kamus Perbankan – Institus Bankir Indonesia: KUASA (Authority, Ingg)
adalah wewenang untuk melakukan sesuatu.

d. Sesuai Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1792 memberikan
pengertian tentang pemberian kuasa yaitu:“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seseorang lain yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.

e. Kesimpulan penulis: pemberian kuasa pada intinya adalah seseorang (pemberi kuasa) melimpahkan kewenangannya kepada orang lain (penerima kuasa) untuk melakukan perbuatan-perbuatan (suatu urusan) yang mengatas-namakan pemberi kuasa.

Yang perlu dicermati dan digarisbawahi dalam pengertian diatas adalah definisi menurut KUH Perdata, dimana disitu terdapat kata-kata “menyelenggarakan suatu urusan” dan kata-kata “untuk atas namanya” ditinjau dari sisi yuridis kata-kata “menyelenggarakan suatu urusan” berarti bahwa disitu terdapat suatu perbuatan hukum yang akan mengakibatkan akibat hukum tertentu sedangkan kata-kata “untuk atas namanya” berarti adanya sesrorang yang mewakilkan kepada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

Sehingga dapat diartikan bahwa orang yang menerima kuasa dalam melakukan urusan tersebut adalah mewakili dan dalam hal ini berarti sipenerima kuasa berbuat untuk dan atas nama si pemberi kuasa, serta akan menimbulkan hak dan kewajiban baik dari si pemberi kuasa maupun penerima kuasa tersebut.


bentuk dan isi dari Pemberian Kuasa

a. Bentuk surat kuasa

Bentuk dari surat kuasa menurut pasal 1793 KUH Perdata adalah:

1) Bahwa kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat ataupun dengan lisan.
Akta umum adalah akta yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum yang diberikan wewenang oleh Undang-undang.

Tulisan dibawah tangan adalah akta yang dibuat hanya oleh para pihak saja (pemberi dan penerima kuasa)

2) Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.

b. Isi pemberian kuasa

Banyak sekali isi dari pemberian kuasa, namun sesuai dengan perundang-undangan dapat dibedakan menjadi sbb:

1) Pasal 1795 KUH Perdata menyebutkan bahwa isi pemberian kuasa sbb:
· Pemberian Kuasa secara Khusus yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih.
· Pemberian Kuasa secara Umum yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa.
2) Pasa 1797 KUH Perdata menyebutkan bahwa Si Kuasa tidak diperbolehkan melakukan sesuatu apapun yang melampaui kuasanya: kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu urusan dengan jalan perdamaian, sekali-kali tidak mengandung kekuasaan untuk menyerahkan perkaranya kepada putusan wasit.
Jadi apabila seseorang yang diberi kuasa melakukan perbuatan yang melebihi dari apa yang disebutkan di dalam surat kuasa tersebut, maka akibat dari perbuatan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari penerima kuasa.

Dan si pemberi kuasa dapat meminta ganti rugi dari penerima kuasa atau bisa juga pemberi kuasa menyetujui apa yang telah dilakukan penerima kuasa walaupun melampaui kuasanya.


kewajiban dari Pemberi maupun Penerima Kuasa

a. Kewajiban Penerima kuasa

Penerima kuasa merupakan orang yang telah diberi wewenang oleh pemberi kuasa, sehingga ia mempunyai Penerima Kuasa mempunyai kewajiban-kewajiban antara lain:

· Melaksanakan tugas yang diberikan dengan sempurna.

· Mempertanggungjawabkan kerugian-kerugian yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya kuasa tersebut.

· Memberikan laporan tentang apa yang diperbuatnya dan memberikan perhitungan kepada Pemberi Kuasa tentang segala hal yang diterimanya dalam melaksanakan tugas yang diberikannya.



b. Kewajiban Pemberi kuasa

Tidak hanya seorang Penerima Kuasa saja yang mempunyai kewajiban, namun Pemberi Kuasa juga mempunyai kewajiban-kewajiban yaitu:

· Pemberi kuasa wajib memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh Penerima Kuasa, sebatas kewenangan yang telah diberikan kepada Penerima Kuasa.

· Pemberi kuasa wajib mengembalikan perskot-perskot dan biaya-biaya (bila ada) yang telah dikeluarkan oleh Penerima Kuasa. Hal ini tetap menjadi tanggung jawab Pemberi Kuasa walaupun urusannya tidak berhasil dilaksanakan asalkan Penerima Kuasa telah mengerjakan tugasnya dengan baik dan bertindak dalam batas wewenang yang telah disebutkan di dalam surat kuasa.


yang dimaksud dengan Kuasa Substitusi

a Pengertian Kuasa Substitusi

Yang dimaksud dengan Kuasa Substitusi adalah penggantian penerima kuasa melalui pengalihan. Atau dengan kata lain bahwa Kuasa Substitusi adalah Kuasa yang dapat dikuasakan kembali kepada orang lain. Misalnya Pemimpin Cabang BRI mendapat Kuasa dari Direksi untuk menandatangani SKMHT kemudian Pinca tersebut memberikan kuasa kembali kepada Kaunit untuk menandatangani SKMHT yang dibuat untuk masing-masing nasabah yang ada di BRI Unit masing-masing.

b. Tanggung jawab Penerima Kuasa substitusi Pasal 1803 KUH Perdata menegaskan bahwa “Si Kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunjuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya:

· Jika ia tidak diberikan kekuasann untuk menunjuk seorang lain sebagai Penggantinya

· Jika kekuasaan itu telah diberikan kepadanya tanpa penyebutan seorang tertentu, sedangkan orang yang dipilihnya itu ternyata seorang yang tak-cakap atau tak mampu.
Jadi jelas bahwa pasal tersebut menghendaki apabila pengangkatan kuasa substitusi tidak diperbolehkan atau tidak mendapat persetujuan dari Pemberi Kuasa (pemberi kuasa pertama kali sebelum terbit kuasa substitusi) dan apabila pengangkatan kuasa substitusi telah mendapat wewenang dari Pemberi Kuasa tanpa menentukan siapa orangnya, ternyata orang tersebut tidak cakap atau tidak mampu maka hal tersebut menjadi tanggung jawab dari Pemberi Kuasa substitusi.


Surat Kuasa tidak bermeterai, bagaimana status hukumnya

Surat kuasa adalah termasuk dalam perjanjian yang akan menimbulkan perikatan yaitu hak dan kewajiban antara dua pihak yaitu pihak pemberi kuasa di satu sisi dan pihak penerima kuasa dilain pihak. Surat Kuasa merupakan suatu perjanjian maka syarat syahnya bukan ditentukan ada atau tidak adanya meterai. Karena merupakan perjanjian maka untuk syarat syahnya sudah diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat syahnya suatu perjanjian, yaitu: Cakap, Sepakat, Hal tertentu dan Causa yang halal.
Pada dasarnya pembubuhan materai adalah hanya berfungsi sebagai suatu cara untuk mengenakan pajak yang harus dibayar kepada negara terhadap suatu surat-surat atau dokumen-dokumen yang dihasilkan atas perbuatan hukum tertentu dan dimaksudkan akan dijadikan sebagai alat bukti.

Sehingga surat kuasa yang tidak bermeterai, bukanlah berarti bahwa surat kuasa tersebut menjadi tidak sah. Surat Kuasa yang tidak bermeterai tersebut tetap dapat dijadikan sebagai alat bukti, hanya saja sesuai undang-undang tentang materai bahwa perjanjian termasuk juga surat kuasa termasuk dokumen yang wajib dikenakan bea meterai, maka terhadap surat kuasa yang tidak ada meterainya tersebut harus dilunasi terlebih dahulu bea meterainya dengan cara yang telah diatur dalam Undang-undang tentang meterai.

Cara untuk melunasi bea meterai atas surat kuasa yang tidak bermeterai adalah dibelikan meterai di Kantor Pos dan Giro, kemudian ditempelkan dalam lembar kertas surat kuasa tersebut, kemduaian dimintakan cap pos atau istilah lainnya adalah Nazekling.

Dapatkah Surat Kuasa berakhir

Aturan mengenai berakhirnya Pemberian Kuasa adalah pasal 1813 KUH Perdata yang terdiri dari:

a. Ditariknya kembali kuasanya dari penerima kuasa;

b. Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh penerima kuasa;

c. Dengan meninggalkannya, penghapusannya, atau pailitanya si pemberi kuasa maupun penerima kuasa;

Diluar pasal 1813 KUH Perdata, hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya kuasa antara lain:

  1. Karena telah dilaksanakannya kuasa tersebut.

  2. Berakhirnya masa berlakunya Surat Kuasa.


Apakah surat kuasa dapat dicabut

Sesuai pasal 1813 KUH Perdata tersebut diatas, telah diatur mengenai berakhirnya surat kuasa. Namun dapat kami tambahkan disini khususnya tentang pencabutan secara sepihak oleh Pemberi Kuasa dapat terjadi apabila:

  1. Dilakukan secara tegas oleh Pemberi Kuasa;

  2. Dilakukan secara diam-diam yang dapat dilihat dari tindakan-tindakan Pemberi Kuasa, misalnya mengangkat kuasa.

Pemberi Kuasa dapat saja mencabut wewenang kuasa setiap saat dan menuntut pengembalian kuasa untuk menghindari penyalahgunaan Surat Kuasa yang telah dicabut tersebut.

Dapatkah Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), dicabut atau berakhir karena pemilik jaminan meninggal dunia?

Terhadap Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) merupakan kuasa yang tidak dapat ditarik kembali karena sebab apapun. Dengan demikian SKMHT tidak dapat berakhir karena alasan yang dimaksud dalam pasal 1813 KUH Perdata. Walaupun nasabah meninggal atau mencabut/menarik SKMHT yang telah diberikannya kepada kreditor, SKMHT tetap berlaku atau dengan meninggalnya nasabah tidak menjadikan SKMHT tersebut tidak dapat dilaksanakan. Dengan kata lain bahwa SKMHT tidak dapat dicabut oleh pemberi kuasa dan tidak dapat berakhir karena pemberi kuasa meninggal.

Mengapa SKMHT tidak dapat berakhir karena hal-hal yang disebutkan dalam pasal 1813 KUH Perdata. penyebabnya adalah ada dua hal yaitu:

1. Secara tegas telah disebutkan dalam pasal 15 ayat 2 Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 tahun 1996 yang bunyinya:“Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4).

2. Di dalam SKMHT terdapat klausula yang berbunyi “Kuasa ini tidak dapat ditarik kembali dan tidak berakhir karena sebab apapun kecuali oleh karena telah dilaksnakan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya tanggal ....................dst”.

SKMHT hanya dapat berakhir karena sbb:

1. Telah dilaksanakannya kuasa tersebut yaitu telah dibuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APH) oleh penerima kuasa.

2. Terlampauinya jangka waktu SKMHT, sesuai yang disebutkan di dalam pasal pasal 15 (3) dan (4) UU - Hak Tanggungan No. 4 tahun 1996 yaitu:

· 1 (satu) bulan untuk hak atas tanah yang sudah terdaftar seperti (Sertifikat Hak Milik, SHGB, SHGU dan Hak Pakai).

· 3 (tiga) bulan untuk hak atas tanah yang belum terdaftar (tanah yang berlum bersertifikat).

· Sampai saat berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan yaitu khusus untuk jenis-jenis Kredit Usaha Kecil dengan plafond tidak melebihi Rp. 50 juta diantaranya Kupedes (PMNA No.4/1996)













SURAT KUASA KHUSUS


Yang bertanda tangan dibawah ini:

  1. IBU SABRIYAH, beralamat di jl. Raya RT 10/RW 05 Desa Bakti Luhur, kecamatan Karangkates, Kabupaten Malang.


Dengan ini memilih tempat kediaman hukum / domisili dikantor kuasanya dibawah ini dan dengan ini dan memberi kuasa penuh kepada:


NUR SARI, SH., Advokat dan Konsultan Hukum, beralamat dijalan Jati Asih Blok W/7 E Malang (0341-710709) Untuk mengurus, bertindak dan mewakili, membela dan sebagainya perkara pemberi kuasa yakni perkara perdata dalam peradilan tingkat pertama di muka Pengadilan Negeri Malang.


K H U S U S


Untuk mewakili atau bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa dalam:

  1. Perkara : Sewa Menyewa

  2. Ditingkat : Pengadilan Negeri Malang

  3. Sebagai : Penggugat

  4. Terhadap : Siti Maysaroh

  5. Mengenai : Wanprestasi


Untuk itu penerima kuasa dikuasakan untuk:

  • Untuk keperluan itu Penerima Kuasa berwenang sepenuhnya membuat dan menandatangani serta mengajukan semua surat – surat termasuk didalamnya : surat gugatan, surat perlawanan (verzet), surat jawaban dan eksepsi. Surat gugatan rekonvensi, surat gugatan intervensi, surat permohonan penyitaan/penyegelan dan surat permohonan penetapan-penetapan dan putusan, permohonan eksekusi, permohonan peninjauan kembali putusan (PK).

  • Penerima Kuasa berwenang pula untuk menghadap, menghadiri, dan mewakili Pemberi Kuasa dimuka persidangan pengadilan yang berwenang semua instansi dan pejabat pemerintah maupun swasta, baik sipil maupun militer di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia,

  • Penerima kuasa berwenang berbicara, memberikan keterangan-keterangan, mendengar, mengajukan, serta menolak saksi-saksi serta alat-alat bukti lainnya, menyelenggarakan ataupun menolak menandatangani perdamaian diluar maupun didalam persidangan yang bersangkutan menerima dan memberikan tanda penerimaan perjanjian (kwitansi) dan lain sebagainya satupun tiada yang dikecualikan.

  • Penerima Kuasa dapat melakukan segala sesuatu yang dianggapnya perlu dan berguna berkenaan dengan pemberian kuasa ini sedianya dapat dilakukan Pemberi Kuasa sendiri dalam perkara ini.

Demikian surat kuasa ini diberikan dengan upah (honorarium) dan hak retensi serta dengan hak untuk melimpahkan (substitusi) baik sebagian maupun seluruhnya yang dikuasakan ini pada orang lain. Juga, jika terjadi permasalahan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa akan dilakukan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.


Penerima Kuasa Pemberi Kuasa


Materei

RP 6000,-

NUR SARI, SH IBU SABRIYAH


























Tidak ada komentar:

Posting Komentar