MAKALAH HTN
KEKUASAAN LEGISLATIF
NAMA : Humaerak/07120010
Riskiyatus Sholiha/07120008
JURUSAN : Syari’ah
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KEKUASAAN EKSEKUTIF
A. PENDAHULUAN
Setiap negara mempunyai pengaturan sendiri mengenai lembaga negara yang ada di negara tersebut. Di Indonesia, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). Selanjutnya MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Adanya kekuasaan tertinggi di tangan MPR berakibat tidak terjadinya checks and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan dan MPR banyak melakukan penyimpangan, antara lain pernah menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan Presiden Soeharto dipilih secara terus-menerus sampai 7 (tujuh) kali berturut-turut.
Agar penyimpangan dalam praktek kelembagaan negara tersebut tidak terjadi lagi, maka sistem kelembagaan negara pun dirubah. Perubahannya adalah UUD memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu dilakukan pengurangan tugas MPR yang sangat signifikan. Adanya pengurangan tugas MPR serta dijadikannya MPR sebagai lembaga tinggi negara saja dari semula sebagai lembaga tertinggi negara.
B. PEMBAHASAN
Sebagaimana telah diketahui bahwa kekuasaan negara itu terdiri atas tiga jenis, yaitu:
(1) Kekuasaan legislatif
(2) kekuasaan yudikatif (kekuasaan kehakiman)
(3) kekuasaan eksekutif.
Sepintas akan dikaji terlebih dahulu mengenai hakikat kekuasaan dan sumber-sumbernya. Mochtar Kusumaatmadja di dalam tulisannya pernah mengemukakan perihal kekuasaan dan sumbernya. Hakikat kekuasaan menurut Mochtar Kusumaatmadja, “dalam berbagai bentuknya itu tetap sama yaitu kemampuan seseorang untuk memaksakan kehendaknya pada pihak lain”. Selanjutnya beliau mengemukakan: Kekuasaan itu sendiri (an sich) tidak baik atau buruk, tergantung [daripada] bagaimana kita menggunakannya. Ia erupakan suatu unsur yang mutlak bagi kehidupan masyarakat yang tertib bahkan setiap bentuk organisasi yang teratur. Akan tetapi karena sifatsifat dan hakikatnya, kekuasaan itu untuk dapat bermanfaat harus ditetapkan ruang lingkup, arah, dan batas-batasnya. Untuk itu kita membutuhkan hukum. Sekali ditetapkan hendaknya pengaturan kekuasaan dipegang teguh. Inilah inti dari pengertian bahwa kekuasaan itu harus tunduk pada hukum.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi tiga kekuasaan politik Negara (eksekutuif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran da independen ketiga jenis lembaga lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga negara tersebut madalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kjewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Dibawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya(konstituen)dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umumlegislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Legislatif adalah badan deliberatif pemerintah dengan kuasa membuat hukum. Legislatif dikenal dengan beberapa nama, yaitu parlemen, kongres, dan asembli nasional. Dalam sistem parlemen, legislatif adalah badan tertinggi dan menuju eksekutif. Dalam sistem presiden, legislatif adalah cabang pemerintahan yang sama, dan bebas dari eksekutif. Sebagai tambahan atas menetapkan hukum, legislatif biasanya juga memiliki kuasa untuk menaikkan pajak dan menerapkan budget dan pengeluaran uang lainnya. Legislatif juga kadang kala menulis perjanjian dan memutuskan perang.
Amandemen UUD 1945
Sejak era reformasi, UUD 1945 mengalami beberapa amandemen, tambahan dan penyempurnaan sebanyak empat kali pada sidang tahunan MPR tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002. Amandemen berdasarkan meliputi sekian tema yang di antaranya adalah sebagai berikut:
1.Kekuasaan. Konstitusi UUD 1945 sejak awal menganut sebuah ideologi yang menyatakan bahwa kekuasaan berada di tangan rakyat dan didelegasikan secara mutlak oleh Majelis Pertimbangan Rakyat. Hal ini menganut sebuah ideologi kekuasaan MPR, menjadikan MPR menjadi sebuah institusi negara yang memiliki kewenangan tidak terbatas karena MPR menjadi sebuah Institusi yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Kebesaran dan kekuasaan tanpa batas ini menyebabkan MPR menjadi tidak bisa dikontrol oleh Institusi negara manapun. Hal ini menyebabkan MPR menjadi sebuah organ terhebat institusi kenegaraan yang dalam tatanan institusi kenegaraan pemerintahan republik indonesia dan diposisikan sebagai lembaga tertinggi negara. Menyikapi era perubahan, pandangan-pandangan UUD 1945 yang asli tidak lagi cocok terhadap ideologi demokrasi yang membutuhkan implementasi sistem kontrol dan keseimbangan di antara institusi internal negara. Untuk itu, keputusan pasal 2 ayat 1 diubah menjadi kekuasaan di tangan rakyat dan didelegasikan menurut konstitusi.
2.Struktur dan kewenangan anggota Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Sebelum amandemen, struktur keanggotaan MPR terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) termasuk utusan Militer dan Polisi Indonesia, Utusan Daerah (UD), dan Utusan Golongan (UG). Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum, sementara UD dan UG adalah hasil undangan. Undangan terhadap seluruh anggota MPR dirasakan tidak sesuai dengan pembelajaran dan semangat demokrasi, oleh sebab itu formulasinya dirubah dengan penyesuaian bahwa seluruh anggota MPR harus dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dengan amandemen ini, struktur keanggotaan MPR meliputi anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah, sebuah institusi perwakilan baru dalam tatanan kenegaraan republik indonesia
3.Kewenangan Presiden. UUD 1945 menganut prinsip pemerintahan presidentil. Baik dalam hal teori maupun praktek ketatanegaraan dalam pemerintahan mengikuti sistem pemerintahan presidentil menurut konstitsui tersebut, presiden memiliki kekuasaan dan peran yang besar dan penting. Itulah yang terjadi di Indonesia. Oleh sebab itu, sangat logis bila cukup banyak artikel yang terkait terhadap otoritas kepresidenan dalam UUD 1945, yang tersebar dalam berbagai macam pasal dan ayat, terutama yang berkaitan terhadap keuasaan mulai dari mengumumkan perang hingga mengabulkan permohonan maaf.
4.Pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden oleh rakyat. Sejak berdirinya Republik Indonesia, pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan oleh MPR dengan sebuah mekanisme perwakilan tidak langsung. Sehubungan dengan semangat demokrasi yang menyaratkan bawah rakyat diberikan hak untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung, sehingga sistem pemilihan oleh MPR hari diganti menjadi sistem pemilihan langsung oleh rakyat.Jika kondisi pada putaran pertama pemilu tidak terpenuhi, putaran kedua dilaksanakan dengan mencalonkan pasangan dengan suara terbanyak nomor urut satu dan nomor dua pada putaran pertama. Pasangan yang mendapatkan suara terbanyak akan dilantik menjadi presiden dan wakil presiden.
5.Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Sebelum diamandemen, formulasi masa jabatan presiden dan wakil presiden di dalam UUD 45 tidak secara tegas atai kongkrit mengatur freukuensi masa jabatan. Konsekuensinya, hal ini membuka kesempatan untuk berbagai macam interpretasi. UUD 1945 yang diamandemen mengatur bahwa presiden dan wakil presiden menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk masa berikutnya. Hal ini mengartikan bahwa warga negara Indonesia hanya dapat dipiluh sebagai presiden dan wakil presiden untuk 10 tahun masa jabatan.
6.Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatan. Selama ini tidak ada pasal dalam UUD 1945 yang mengatur pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dari jabatan mereka. UUD hanya menetapkan sebuah pasal terhadap pertanggungjawaban presiden sebelum sidang luar biasa MPR yang didasari dengan undangan dari DPR. Hal ini dijalankan bila DPR merasa presiden benar-benar melakukan pelanggaran terhadap garis besar haluan negara.
Saat ini UUD 1945 yang telah diamandemen memuat faktor-faktor dan prosedur-prosedur resmi yang menyebabkan pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dari jabatannya.
7.Pengantian Presiden di tengah masa jabatan oleh Wakil Presiden. Menurut UUD 1945, posisi wakil presiden adalah untuk membantu presiden menjalankan tugasnya. Posisi tersebut menjadikan wakil presiden secara otomatis menggantikan presiden hingga akhir masa jabatannya bila presiden meninggal, mengundurkan diri, atau tidak mampu menjalankan tugasnya selama masa jabatannya.
8.Pelaksana tugas kepresidenan. Meskipun tidak mungkin, terdapat juga kemungkinan lain pada kondisi darurat yang disebabkan oleh, misalnya, presiden dan wakil presiden meninggal secara bersamaan, mengundurkan diri, dan diturunkan atau tidak mampu menjalankan kewajibannya selama masa jabatannya. Dalam konsisi ini, pengambil kebijakan yang memiliki legal formal yang kokoh amat dibutuhkan.Mengantisipasi kasus-kasus seperti ini UUD 1945 yang telah diamandemen, menetapkan bahwa dalam kondisi demikian maka pelaksana tugas-tugas kepresidenan terdiri dari tiga anggota kabinet yaitu: Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan.
9.Pembentukan Dewan Penasihat Presiden dan penghapusan Dewan Pertimbangan Agung. Keberadaan DPA sebagai sebuah lembaga negara, dahulu adalah setara dengan presiden dan memiliki tugas memberikan masukan dan pertimbangan ke presiden yang pada akhirnya dinilai kurang effektiv dan effisien. Hal tersebut karena masukan dan pertimbangan yang diberikan ke presiden bersifat tidak mengikat.Berdasarkan pertimbangan tersebut, UUD 1945 yang diamandemen menghapus keberadaan DPA. Menggantikan hal tersebut konstitusi yang baru memberikan wewenang ke presiden untuk membentuk dewan penasihat yang memiliki tugas memberikan masukan dan pertimbangna ke presiden.
10.Menteri negara. Sebagai konstitusi yang menganut ideologi sistem pemerintahan presidentil, UUD 1945 yang diamandemen menegaskan bahwa menteri-menteri negara, yang dipilih dan ditugaskan oleh presiden, adalah pembantu presiden.
11.Pemerintahan daerah. Daerah diberikan kebebasan dan wewenang untuk memanfaatkan dan mengatur sumber daya alam yang dimiliki, dengan produk perundang-undangan yang dapat meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan daerah. Otonomi daerah dijalankan dan terwujud di bawah negara kesatuan Republik Indonesia.Konstitusi baru yang telah diamandemen juga mengatur pengakuan negara serta penghormatan terhadap unit administrasi daerah, yang memiliki status khusus dan istimewa.
12.Dewan Perwakilan Daerah. UUD 1945 yang diamandemen memperkenalkan sebuah institusi perwakilan baru dalam struktur pemerintahan Indonesia. Institusi tersebut adalah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) seperti tertuang dalam pasal VII A bertajuk DPD.
C. PENUTUP
Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada trias politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR dan angota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil partai politik dan DPD yang angota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap aerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat didaerahnya masing-masing.
Kekuasaan Legislatif, UUD 1945 menetapkan fungsi legislatif dijalankan oleh Presiden bersama dengan DPR. Presiden adalah "partner" DPR dalam menjalankan fungsi legislatif. Dalam kenyataannya, Presiden mempunyai kekuasaan yang lebih menonjol dari DPR dalam hal pembentukan undang-undang, karena penetapan akhir dari suatu undang-undang yang akan diberlakukan ada di tangan Presiden. Produk undang-undang yang dikeluarkan orde baru lebih memihak kekuasaan daripada kehendak rakyat Indonesia. Oleh karena itu sistem check and balance mendesak untuk diterapkan dengan mekanisme yang jelas. Bila ada pertentangan antara Presiden dan DPR dalam hal persetujuan suatu undang-undang, maka Presiden harus menyatakan secara terbuka dan menggunakna hak vetonya. Dengan demikian, di akhir masa jabatannya masing-masing lembaga dapat diminta pertanggungjawabannya baik di sidang umum maupun dalam pemilihan umum.
D. DAFTAR PUSTAKA
Sangkuni2004@yahoo.com
http://www.mission-indonesia.org
skripsi-tesis.com
hukum@bung-hatta.info
http://www.transparansi.or.id
Sumali. SH.MH. Reduksi Kekuasaan. UMM Pres. Malang, 2003
Mod l-mod l Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.
Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta: Konstitusi Press, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar